Just another free Blogger theme

Minggu, 12 Januari 2014



Sudah hampir tujuh tahun  menjalani profesi sebagai tenaga pendidik geografi di jenjang pendidikan menengah (SMA/MA). Dari tahun ke tahun, profesi sebagai tenaga pendidik ini,  ditekuni. Walaupun kadang, ada yang mengatakannya lebih bersifat formalitas belaka. Tetapi, dibalik itu semua, dan selama itu pula, kegelisahan bercampur dengan kegairahan, kadang menyelimuti diri dalam memahami perkembangan geografi.


Di setiap bulannya, atau setidaknya 2 (dua) bulan sekali ada pertemuan guru geografi di Kota Bandung. Musyawarah Kerja Guru Geografi Kota Bandung.  Pertemuan itu kadang dilakukan di sebuah sekolah yang disepakati bersama, dan kadang pula di Kampus UPI atau Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB)  ITB, atau di Kampus Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung.   Gedung Musium Geologi pun, sering dijadikan tempat pertemuan para guru geografi dengan pihak terkait lainnya.

Di sela-sela pertemuan itulah, para guru melakukan sharing (tukar pengalaman) mengenai problema pembelajaran geografi di sekolah. Kadang pula, kita mendapatkan siraman intelektual dari akademisi Kampus-kampus  yang dijadikan tempat pertemuan.  Di sela-sela pertemuan itulah, informasi baru kerap ditemukan. Pengetahuan baru kerap didapatkan, dan teknologi pembelajaran atau teknologi kegeografian kerap diperkenalkan.

Sebagai  tenaga pendidik lulusan “orde lama”, kurang mendapatkan pengetahuan atau keterampilan mengenai Penginderaan Jauh, atau Sistem Informasi Geografi.  Sementara akademisi kampus, dan atau alumni geografi lulusan “orde baru”  jauh lebih menguasai hal-hal tersebut tadi. Pada konteks itulah,  kerap kegelisahan itu muncul.

“untuk sekedar menyebut, mohon permakluman”, bisa jadi kegelisahan itu adalah wajar, alamiah bahkan sesuatu hal yang bagus. Artinya, jika seorang guru memiliki kegelisahan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, menunjukkan ada hasrat positif dalam dirinya. Setidaknya, dengan kegelisahan itu, sadar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi geografi itu tidak mandeg, tidak kaku, tidak stagnan, dan terus dinamis berkembang berkelanjutan. Lanjutan dari kegelisahan itulah, kemudian menuntun lahirnya “kegairahan” untuk mau belajar, atau setidaknya mau mengetahui mengenai perkembangan baru mengenai ragam keilmuan geografi dimaksud.

Kiranya, itulah sayap positif yang perlu dimiliki oleh seorang guru, untuk terus menjaga stamina dan kebugaran pemikiran (kebugaran intelektualnya). Sayap yang kita maksudkan ini, sayap kegelisahan dan kegairahan intelektual. Seorang tenaga pendidik, yang kehilangan sayap ini, rasa-rasanya, akan mengalami kesulitan dalam menghadapi dinamika keilmuan yang berkembang saat ini.

Kegelisahan itu, disemaknakan dengan kesadaran (eling) terhadap masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan kegairahan adalah kesungguhan diri untuk berusaha terus mencari upaya pemecahan masalahnya.

Stress dan depresi atau pesimisme, adalah kegelisahan intelektual yang tidak dibarengi dengan kegairahan untuk belajar. Sementara, semangat belajar tanpa dilandasi oleh pemikiran yang jelas, adalah bentuk dari kegairahan tanpa kesadaran mengenai masalah.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar