Just another free Blogger theme

Selasa, 21 Juli 2015

Pengantar
Di zaman kita sekarang ini, isu mengenai sekolah berwawasan lingkungan (green school) sudah mulai memasyarakat. Setidaknya, itulah yang terjadi  di beberapa kota di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Isu pentingnya pendidikan berwawasan lingkungan, setidaknya diawali dengan adanya Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), yang kemudian menjelma menjadi sebuah prinsip penyelenggaraan pendidikan berwawasan lingkungan.
Kendati demikian, seiring sejalan dengan perkembangan isu itu sendiri, ternyata, masih ada pandangan dan kebijakan yang sempit mengenai arti dari pendidikan berwawasan lingkungan tersebut.  Kita seringkali melihatnya, pendidikan berwawasan lingkungan itu, sekedar sekolah yang memiliki taman hijau, atau bersih dan sehat.
Pikiran seperti itu, benar, tetapi kurang tepat. Setidaknya, bila kita kaitkan dengan prinsip dari dari pendidikan lingkungan hidup itu sendiri. Karena pada dasarnya, untuk menjadi sebuah sekolah hijau, atau sekolah berwawasan lingkungan, ada beberapa komponen pokok yang perlu ditumbuhkembangkan di lingkungan sekolah tersebut.


Dimensi-Dimensi Sekolah Hijau
Dalam kaitan ini, kita dapat meminjam dan mengadaptasi pemikiran pembangunan berwawasan lingkungan, ke dalam konteks sekolah hijau. Ide itu relevan untuk diterapkan, dan atau setidaknya, dijadikan patokan dalam memahami sekolah hijau.[1]
Pertama, sekolah hijau tetap berorientasi pada lingkungan (environment). Bentuk nyata dari sikap ini, yaitu hadirnya lingkungan yang hijau, lestari, dan bersih. Hadirnya taman-taman sekolah, atau jalur hijau, merupakan bentuk nyata dari sekolah berorientasi pada lingkungan.
Kedua, sekolah hijau berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Kendati harus jaga lingkungan, bukan berarti mengabaikan masalah pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena itu, lingkungan sekolah hijau itu, bukanlah lingkungan pasif, atau konsumeris, tetapi harus menjadi lingkungan yang aktif dan produktif.
Bukan sekedar taman yang bisa dilihat, tetapi taman yang  produktif mendukung pada kehidupan manusia atau makhluk yang ada di lingkungan di maksud.  Karena itu, sekolah hijau, memiliki taman yang produktif, dan bukan pemandangan. Taman di sekolah itu, bukan sekedar “enak dilihat”, tetapi juga “bisa dinikmati”.
Ketiga, sekolah hijau itu berorientasi pada pembangunan social (social development). Sebuah sekolah hijau, dituntut untuk bisa memberdayakan dan membudayakan perilaku sehat pada seluruh komponen, termasuk kalangan siswa. Menjadi sekolah hijau, bukan karena kepiawaian pimpinan dalam memelihara lingkungan, tetapi karena ada partisipai seluruh komponen sekolah dalam  memelihara lingkungan, itulah yang disebut sekolah hijau.
Terakhir, menambah pemikiran Cavagnaro dan Curiel, yang paling pokok lagi, yaitu  menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar. Sekolah adalah lingkungan pendidikan, karena itu pula, taman atau lingkungan yang ada di sekolah pun, harus dalam konteks penciptaan lingkungan belajar.

Penutup
Selama ini, kita hanya berfokus pada dimensi yang pertama saja. Selama ini, kita melihat bahwa program sekolah hijau itu, hanya mengarah pada upaya membuat taman dan memelihara taman. Itu betul, tetapi kurang menyeluruh.
Keempat komponen itulah, yang hendaknya, dijadikan perhatian, atau patokan kita dapat mengartikan sekolah hijau di satuan kerja lembaga pendidikan kita masing-masing.




[1] Elena Cavagnaro and George Curiel, The Three Levels of Sustainability, United Kingdom : Greenleaf Publishing, 2012.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar