Just another free Blogger theme

Jumat, 08 Januari 2016

Derek Gregory (1994) mengeluarkan buku dengan judul Geographical Imagination.[1] Karya ini mengingatkan kita pada The Sociological Imagination karya C. Wright Mill  yang pertama kali terbit 1959.[2] Kedua buku ini, menarik untuk dikaji, dan dapat dijadikan batu loncatan untuk memahami wacana yang akan kita ulas dalam buku ini, khususnya untuk memahami mengenai hakikat geografi, geografi implisit dan kecerdasan geografi. Pemahaman hal-hal tersebut tadi, akan kian kokoh bila kita dapat menarik manfaat dari konsep imajinasi geografi ini.

Geographical Imagination atau kita sederhana imajinasi geografis  adalah persepsi, kesadaran dan pemahaman alamian manusia mengenai ruang. Setiap orang dalam batasan dan kemampuannya masing-masing, memiliki pemahaman tersendiri mengenai ruang atau tempat tinggalnya.
Ini rumahku. Ini mejaku. Itu rumahmu. Itu sekolahmu. Itu kampungmu. Ini adalah desa kita. Ini adalah keluarga besar kita. Ini acara kita. Itu upacara mereka. Itu adalah wilayah mereka. Kita berbeda. Tetapi kita harus tetap bersama dan rukun.
Ucapan-ucapan seperti itu, sudah lumrah muncul dari lisan kita, dan menjadi bagian dari kesadaran hidup kita. Bila kita pergi ke tempat yang orang lain, secara naluriah, seusia dengan imajinasi sosiologisnya sendiri, kita akan menunjukkan respon keruangan yang berbeda. Kita akan duduk secara lebih santun di ruang tamu di rumah orang lain,  dibandingkan dengan duduk di ruang tamu di rumah sendiri. sikap seperti itu, merupakan reaksi nyata dari imajinasi geografis yang bersamaan hadir dengan imajinasi sosiologisnya.
Muncul dan berkembangnya imajinasi geografis itu adalah buah dari proses pembelajaran sosial (social learning) di lingkungan keluarga dan masyarakat. Setiap orang akan mengalami proses pembelajaran, baik langsung maupun tidak langsung mengenai pola pikir, sikap dan tindakan keruangannya sendiri.
Perkembangan selanjutnya, imajinasi geografis ini akan hadir dalam diri seseorang pada saat  dia akan melakukan tindakan keruangan. Membuat rumah, misalnya. Sebelum rumah itu mewujud, seorang perencana, atau pemilik rumahnya, akan menuturkan mengenai rencana keruangan dengan lahan yang dimilikinya. Sebelum rumah itu mewujud, orang itu sudah memiliki imajinasi sendiri mengenai rumah idamannya. Imajinasinya itu adalah imajinasi geografi, mengenai keruangan, dan pola pemanfaatan dan pemaksimalan ruang dalam mencapai tujuannya.
Kegagalan pembanguan rumah akan terjadi, bila perencana pembangunan tidak memiliki imajinasi geografis. Luas lahan yang dimiliki, dengan impian luas perumahan yang akan dibangun, harus terbentuk dalam imajinasinya terlebih dahulu sebelum mewujud menjadi sebuah bangunan rumah secara fisik.
 Kendati kita memiliki tipe rumah di sebuah kompleks, dengan tipe sama dan bentuk sama, akan memiliki imajinasi keruangan yang berbeda.  Ada orang yang mengartikan rumah  sekedar tempat tidur. Ada yang mengartikan rumah sebagai identitas sosial. Ada yang mengartikan rumah sebagai status sosial. Ada yang mergartikan rumah secara budaya, dan masih banyak lagi. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang memiliki imajinasi geografi tersendiri mengenai lokasi atau tempat tinggalnya.
Kluchohn memberikan bantua kepada kita untuk menjelaskan mengenai imajinasi geografi ini. Kendati analisis itu untuk kepentingan antropologi, tetapi analissi Kluchohn membantu kita dalam menjelaskan mengenai native cosmographies. Menurut pandangannya, setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki makna yang berbeda mengenai alam. Persepsi manusia tentang alam itu berbeda secara budaya. Ada yang mengartikan alam itu adalah berkuasa, dan ada yang menegaskan bahwa manusia lebih kuasa dibandingkan dengan alam.
Seorang petani menganggap bahwa bertani tidak bisa dilakukan sepanjang belum turun hujan. Sikap ini menunjukkan sikap fisis determnisme, atau alam dianggap lebih berkuasa  atau lebih berdaya dibandingkan manusia. sementara,  petani yang posibilisme akan memandang bahwa bertani bisa dilakukan, kendati hujan belum turun, yaitu dengan cara  membuat sistem irigasi yang bisa mengalirkan air ke sawahnya. Setiap manusia memiliki imajinasinya tersendiri mengenai ruang, tempat tinggalnya masing-masing. Bangunan, rumah atau  ruang yang lainnya adalah simbol.[3] Ada perbedaan imajinasi mengenai World Trade Center bagi orang Amerika Serikat dan Indonesia. Ada perbedaan antara Stadion Gelora Bung Karno dengan lapangan voly di lingkungan desa.  Imajinasi geografi adalah persepsi dan kesadaran manusia, yang mendorong lahirnya sebuah tindakan keruangan.



[1] Derek Gregory. 1994. Geographical Imagination. Cambridge : Blackwell Publishing
[2] C. Wright Mill.  1959, The Sociological Imagination 2000. New York : Oxford University Press.
[3] Guy Davenport. 1981.  The Geography of the Imagination. San Francisco  : North Point Press -  San Francisco
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar