Seringkali kita meyaksikan,
tetangga kita, atau pembeli yang begitu semangat nawar barang di pasar
tradisional atau warung. Tetapi, jika mereka belanja ke supermarket, kebiasaan
itu tidak tampak. Mengapa, ? apakah kita juga bisa menawar-nawar puasa di
ramadhan ini ?
Sebagaimana kita maklumi bersama,
ramadhan adalah pelung. Peluang untuk ragam kesempatan. Apapun amalan yang ada
dalam persepsi kita, di ramadhan ada peluangnya. Di bulan inilah, seseorang berkesempatan untuk
mewujudkan impiannya.
Kita sudah ulas masalah ini, di kesempatan yang lainnya. Hal yang pokok, yang perlu diulas di sini, yaitu pentingnya fondasi iman, dalam menjalani sebuah kewajiban atau amalan, baik selama ramadhan, maupun di luar bulan suci ramadhan.
Perhatikan dengan seksama. Kalau kita
jalan-jalan ke supermarket, dan kemudian jajan di sana. Laku kita sangat
sederhana, lihat barangnya, lihat harganya, kalau cocok, langsung datang ke
kassa, dan jadilah transaksi, serta kita mendapatka barang yang kita inginkan
tadi. Itu adalah laku kita kalau kita di supermarket.
Lain cerita kalau di warung atau pasar tradisional. Tampaknya, kalau belum puas dengan tawaran, kita akan ngotot dengan keinginan kita, menawar kepada si pedagang itu. Nawar menjadi tradisi penting di warung, atau pasar tradisional.
Mengapa kita berbeda kelakuan,
antara di Supermarket dengan di pasar tradisional ?
Kita bakal sepakat, jawabannya, adalah yakin dengan kualitas. Kita tahu diri, kalau barang sudah di supermarket, atau toko besar, dengan kemasan baik, kita yakin dengan kualitas, dan paham akan jaminannya. Lihat tanggal kedaluarsanya, dan kemudian lihat harganya. Kalau cocok kita beli. Praktek itu, kita sebut, karena kita yakin dengan kualitas.
Itulah mungkin yang percaya pada
kualitas, trust, atau yakin terhadap barang. Tidak perlu menawar, dan tidak
perlu banyak komentar, langsung saja dibeli. Akan berbeda kalau dipasar. Selain
barangnya memang terbuka, dan kurang meyakinkan, harganya pun kadang kita tawar
abis-abisan.
Mohon izin. Dalam konteks itulah, sesungguhnya kita bisa membedakan antara orang yang beriman, dan orang yang tidak beriman. Orang yang yakin pada jaminan, dan orang tidak yakin dengan jaminan. Orang yang percaya pada sebuah kualitas, dan orang yang tidak percaya pada kualitas.
Ramadhan, puasa di bulan suci
ramadhan, adalah produk Allah Swt. Didagangkannya hanya di bulan suci ramadhan
saja, dengan jagaan kualitas dari pemiliknya sendiri, dengan janji kualitas dan
keunggulan yang ditawarkan oleh pemiliknya sendiri, akankah kita masih menawar
harga itu ?
Nonton TV, nonton sinetron, yang tidak jelas kualitasnya, tidak jelas maksud dan tujuannya, bahkan kita banyak yang tidak paham, pesan-pesan moralnya, malah serius disaksikan, dan kita tidak pernah menawarhnya.
Sami’na wa athona itu, mestinya
kepada informasi dan barang yang jelas, dan bukan ke barang yang masih kabur,
dan tidak jelas maksud dan tujuannya !
Di bulan suci ramadhan ini, dengan cara memperhatikan perilaku kiat di saat berbelanja, atau nonton media elektronik, kita bisa mengukur mengenai keimanan kita sendiri. Wallahu alam bishowwab !
0 comments:
Posting Komentar