Just another free Blogger theme

Sabtu, 20 April 2013



Ada buku judulnya The Leadership Triad, tulisan dari Dale E Zand (1997). Buku lama. Memang.  Tetapi, dilihat dari isinya, dapat merangsang kita untuk kembali memikirkan  karakter pemimpin, dan atau pembangunan karakter kepemimpinan pada generasi kita. Sebagai praktisi pendidikan, yang sering dituntut untuk membangun karakter pada peserta didiknya, kiranya, wacana yang disampaika dalam buku ini menarik untuk dicermati.

Jumat, 19 April 2013

Ada banyak cara untuk menjelaskan preman atau premanisme di Indonesia.  Pandangan pertama, yaitu premanisme dilihat dari sudut jumlah pelaku. Melihat pelakunya, preman atau premanisme dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu premanisme individual, premanisme kelompok kecil, dan premanisme terorganisir.

Selasa, 16 April 2013



Pada kali ini, aku sebagai manajer cinta di sekolah ingin menceritakan satu peristiwa yang dilaporkan anak-anak kepadaku. Curhatnya telah lama dilakukan, walau tidak begitu jauh. Kira-kira bulan kelima di tahun 2004.

Kamis, 11 April 2013



Sebenarnya, sudah lama buku ini dimiliki, atau lebih tepatnya, sewaktu kuliah –tahun 1990-an, sudah pernah membaca buku ini. Buku berjudul, Tiada Mawar Tanpa Duri : Psikologi Baru, Tentang Cinta, Nilai tradisional dan Pertumbuhan Spiritual, karya M.Scott Peck.[1]  Bila tidak salah ingat, motivasi waktu itu, bukan pada aspek cinta, melainkan pada konsep pertumbuhan spiritualnya.Maklum, saat itu, sedang muncul gairah belajar agama.

Rabu, 10 April 2013



Bola mata yang membiru. Bulu mata yang mengkilat gelap. Sorotan  mata yang menusuk. Dengan bulu alis yang lentik menarik. Itulah sepintas aura tatapan dari gadis, usia belia yang kini menanjak pada tangga ke-3, dalam hitungan puluhan hidupnya. Hingga minggu lalu. Kegelisahan masih ada dalam dirinya. Bola mata yang bening, tidak menutup kenyataan warna-dasarnya yang masih sengkarut dengan masa depannya.

Selasa, 09 April 2013



Sebelas 11 Juni 2012. Hari senin itu, saya berkesempatan mengiringi istri, yang bertugas sebagai pembimbing perjalanan tour ke Kolam Renang Darajat Garut. Kegiatan ini merupakan kegiatan tengah semester, Sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Ummu Rahmah Vijayakusumah Bandung. 



Pertanyaan ini saya ajukan di forum rapat dinas mingguan, sesaat selepas pengesahan kedudukan sebagai wakil Kepala Humas di MAN 2 Kota Bandung, tahun periode 2009-2010. Seolah konyol, tetapi tetap menghantui pikiran. Karena ditempat yang berbeda kadang ada  budaya organisasi yang berbeda. Karena perbedaan budaya organisasi itulah, kemudian berdampak pada perumusan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang berbeda. Terkait hal inilah, saya merasa perlu untuk memberikan pengalaman bathin menjadi seorang wakil kepala bagian humas.

Minggu, 07 April 2013



Kita sudah terbiasa, bila mendengar kata ‘seleksi alam’ (natural selection). Istilah yang dipopulerkan oleh Charles Darwin, dan kemudian menjadi identitas teorinya. Teori evolusi. Dalam teori ini, makhluk hidup akan berhadapan dengan dinamika kehidupan. Hanya mereka yang  bisa memenangkan permainan seleksi alam itulah, yang bisa bertahan. Sedangkan, mereka yang gagal dalam perjuangan hidup,akan musnah. Itulah seleksi alam.


Geografi adalah ilmu pengetahuan tentang permukaan bumi. Geografi mempelajari keanekaragaman permukaan bumi. Perkembangan ilmu geografi, diawali dari berbagai tulisan yang dibuat oleh para penjelajah, petualang, atau ilmuwan yang melakukan perjalanan ke berbagai daerah. Karena ada keragaman fenomena kehidupan di muka bumi ini, dan kemudian dideskripsikan secara ilmiah, maka pengalaman dan perjalanan itu, menjadi sebuah perjalanan geografi. Ibnu Batuta adalah salah satu dari petualang di zaman klasik, yang kemudian dikenal sebagai seorang Geograf. Oleh karena itu, prinsip dasar dan prinsip utama geografik itu adalah obervasional atau fenomenal. Ini penting, dan perlu ditegaskan dengan seksama.  Bukanlah geografi, bila tidak menunjukkan peristiwa atau fakta yang fenomenal, atau terobservasi.

Sabtu, 06 April 2013

“hore....”, teriak sejumlah anak. “Pak, Sudah bel..” ujarnya. Teriakan itu disampaikan, berkaitan dengan lonceng jam pergantian pelajaran berbunyi. Sejumlah anak kelihatan sumringah. Kelihatan bahagia. Seolah baru keluar dari sebuah “tekanan” yang berat dan tak kuasa dipikulnya.
Bukan hal aneh. Tidak unik. Siang itu sebenarnya, hanya memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mempresentasikan kembali materi ajar, yang saat itu masih terpampang pada peta konsep di whiteboard (papan tulis putih). Tidak aneh-aneh.  Tugasnya pun sangat sederhana, yaitu menjelaskan kembali peta konsep yang sudah buat bersama sebelumnya.
Whiteboard di depan kelas memang cukup penuh. Penuh dengan konsep  pembelajaran hari itu. Kaitan antara konsep satu dengan konsep lainnya.  Tugas siswa, yaitu secara perorangan menjelaskan kembali peta konsep itu. Secara bergiliran.
Tugas pembelajaran seperti itu, ternyata membuat sejumlah siswa tegang. Ada juga yang tampak santai, dan bahkan menatapnya dengan tatapan yang ceria.   Melihat kondisi seperti itu, dan selepas anak bersorai kegirangan itu, waktunya saya sebagai pengajar menyampaikan pesan pembelajaran.
“anakku,” kataku, “terkait dengan pelajaran saat ini, kita dapat melihat ada empat kelompok manusia...”. Mendengar pengantar itu, secara serempak anak-anak di kelas terdiam.
Pertama, anak yang sangat beruntung. Orang seperti ini, kita sebut sebagai orang sukses. Orang itu adalah orang yang sudah siap, dan merasa yakin bisa, dan kemudia mendapat kesempatan untuk menguji kemampuannya. Itulah kawanmu tadi, orang yang pintar di kelas, dan kemudian ditunjuk untuk presentasi. Dia mampu presentasi dengan baik, dan mendapat nilai maksimal dari guru.
Kedua, ada orang yang merugi. Dia adalah orang pintar, mampu, kompetensi, pede,  atau cerdas. Tetapi, kesempatan yang diberikannya tidak ada. Tidak ada peluang baginya untuk menampilkan kemampuan itu. Tidak ada peluang yang ditawarkan kepadanya. Maka nasibnya adalah dia tidak mampu menunjukkan kemampuan dihadapan guru. Orang ini, kendati pintar atau pandai, tetapi tetap tidak memiliki nilai.
Bisa jadi, para pengangguran itu adalah orang pintar. Buruh kasar pun adalah orang jenius, tetapi karena mereka tidak mendapatkan kesempatan baik untuk memamerkan kemampuannya,  maka dia lahir sebagai orang yang merugi, yaitu mendapatkan upah yang tidak layak, karena orang pada umumnya belum mampu memberikan penilaian yang layak terhadapnya.
Ketiga, adalah orang beruntung. Di sebut beruntung, karena dia adalah orang yang belum mampu, belum kompeten, dan belum bisa, tetapi diberi kesempatan untuk menguji kemampuan oleh para gurunya.  Kendati merasa terpaksa, orang seperti ini akan tahu kelemahan, dan upaya untuk memperbaikinya. Itulah yang ditunjukkan oleh sebagian diantara temanmu tadi, kendati merasa tidak mampu, tetapi diberi kesempatan untuk tampil. Mungkin belum mendapatkan nilai sempurna, tetapi dia tahu apa yang harus diperbaikinya !
Terakhir, adalah orang yang celaka. Mereka itulah, yang tidak memiliki kemampuan, dan tidak mendapatkan kesempatan menguji kemampuan itu. Mereka adalah orang yang terlela dengan kelemahannya, dan merasa senang dengan kelemahan itu. Celakanya lagi, dia bangga, ketika dirinya tidak mendapatkan kesempatan untuk uji kemampuan.