Sedikit termenung. Saat khatib, menguraikan mengenai hikmah ramadhan,di ujung penggalan sepuluh hari pertama. Dengan menggunakan ilustrasi yang sederhana, dan mudah dipahami oleh jama'ah, beliau menegaskan bahwa shaum ramadhan itu, adalah saat untuk menguji komitmen kita.
Mengapa ?
"Lha...bukankah, kewajiban ramadhan itu, hanya diperuntukkan kepada orang yang beriman ?", tuturnya, sambil melantunkan ayat 183 surat Al-Baqarah, "ya ayyuhal ladzina amanu...". Dengan kata lain, bagi mereka yang tidak beriman, atau tidak ada rasa iman di dalam jiwanya, maka, panggilan tersebut, sudahlah tentu, tidak usah dihiraukan.
Dengan serta merta, pikiran ini melayang ke luar ruangan masjid. Terbayang. Penyataan itu, mampu membelah umat menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang beriman dan mereka yang tidak kuat imannya. Mereka yang beriman, tampak dalam kesungguhannya dalam menjalankan ibadah shaum ramadhan, sementara yang imannya tipis, menjalankan ibadah puasa dengan cara asal-asalan.
"Shaum ramadhan adalah bukti komitmen kita kepada Allah" ungkapnya lagi, "inilah, sisi aqidah dari ibadah shaum ramadhan yang tengah kita laksanakan ini..."
Tanpa bermaksud untuk mengulas, atau mengulang paparannya itu, kiranya, setiap kita dapat memetik pelajaran penting dari pernyataan itu. Setuju atau tidak, dari pandangan itu, ada beberapa hal penting yang perlu digaris bawahi
Pertama, komitmen yang baik, adalah komitmen yang disadari. Oleh karena itu, apakah kita sudah mempelajari, mencermati, dan kemudian mengambil keputusan untuk mengimani sebuah perintah atau sebuah informasi ? jika rangkaian ini, belum ditemukan, kiranya, kita belum bisa dikategorikan sebagai orang beriman dan baru bisa dikelompokkan sebagai orang 'yang ikut-ikutan percaya".
Kedua, kualitas seseorang, tidak diukur dari komitmennya, melainkan oleh pembuktiannya. Dengan kata lain, bila kita sudah menyatakan iman maka ramadhan, adalah momentum utama untuk menindaklanjuti komitmen tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari kita, komitmen, ikrar, atau sumpah, adalah sesuatu yang sudah biasa kita lakukan, dengarkan, atau ucapkan.
Seorang pejabat, berikrar di awal masa jabatannya. Segudang janji dan sumpah dilakukannya. Periode berikutna adalah waktu-waktu pembuktian terhadap janji tersebut.
Seorang karyawan, berjanji akan mejadi pegawai yang baik, dan berkinerja unggul. Di ruang kerja, mereka akan ditantang untuk memuktikannya.
Hari ini, termasuk kita semua, akan ditagih kembali, mengenai janji-janji yang sudah pernah diungkapkan
Kita semua paham, "janji yang ditunaikan, itu adalah baik, sedangkan menunaikan kebaikan lebih dari perjanjian, adalah sebuah kemuliaan".
0 comments:
Posting Komentar