Dalam tradisi kita, kerap muncul pertanyaan, iman dulu, atau paham dulu ? akankah, kita bisa mengimani sesuatu, bila kita tidak memahaminya ? ataukah, dapatkah kita bisa memahami sesuatu, sebelum mengimaninya ? Dua pertanyaan itu, seakan filosofis, dan masuk dalam tradisi ilmu kalam, dan terus menjadi bahan narasi yang cukup mengganggu pikiran kita.
Namun,
bila ditelaah secara seksama, ada satu aspek keberagamaan yang masih belum
banyak terungkap. Aspek yang kita maksudkan ini, yakni merujuk pada firman
Allah Swt yang berbunyi :
﴿ وَمَا لَكُمْ لَا تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۚوَالرَّسُوْلُ
يَدْعُوْكُمْ لِتُؤْمِنُوْا بِرَبِّكُمْ وَقَدْ اَخَذَ مِيْثَاقَكُمْ اِنْ
كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٨ ﴾ ( الحديد/57: 8)
Mengapa kamu tidak
beriman kepada Allah, padahal Rasul mengajakmu beriman kepada Tuhanmu? Sungguh,
Dia telah mengambil janji (setia)-mu jika kamu adalah orang-orang mukmin. (Al-Hadid/57:8)
Khitab ayat ini
ditujukan kepada orang-orang kafir. Menurut Jalalain
Penjelasan lanjutannya, perjanjian yang dimaksudkan itu adalah perjanjian di alam arwah sebagaimana firman Allah Swt yang berbunyi "Bukankah Aku ini Rabb kalian?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi". (Q.S. Al A'raf,172).
Pada tafsir kemenag
Berdasarkan informasi ini, sejatinya (1) manusia telah melakukan perjanjian dengan Tuhan, (2) dalam diri manusia, sudah tertanam kepercayaan kepada Tuhan, (3) ikatan perjanjian, mendahului keimanan, dan (4) karena keimanan itu, maka diminta ketaatan atau penyerahan diri (islam). Keraguan orang kafir untuk menunjukkan keimanan dan ketaatan itulah, yang kemudian dijadikan narasi dalam ayat ini, sehingga muncul sikap yang dipertanyakan, “mengapa kamu tidak beriman kepada Allah Swt?”
Kecenderungan pada tauhid atau iman kepada Allah Swt
ini, dipertegas pula dalam beberapa hadis. Misalnya :
“Tak seorang pun yang
dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia
Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang
sempurna telinganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?” (Riwayat al-Bukhari -
Muslim, dari Abu Hurairah)
Berfirman Allah Ta’ālā, “Sesungguhnya Aku ciptakan
hamba-Ku cenderung (ke agama tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan-setan
dan memalingkan mereka dari agama (tauhid) mereka, maka haramlah atas mereka
segala sesuatu yang telah Kuhalalkan bagi mereka.” (Hr. Bukhari dari ‘Iyad bin Himar).
Terkait
dengan model atau bentuk perjanjian ini, al-Qur’an memberikan gambaran mengenai
adanya ragam jenis perjanjian yang sudah dilakukan itu.
Pertama,
Perjanjian Nabi (mitsaqa nabiyyin). Informasi ini tergali dari firman Allah
Swt:
﴿
وَاِذْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ النَّبِيّٖنَ لَمَآ اٰتَيْتُكُمْ مِّنْ كِتٰبٍ
وَّحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ
بِهٖ وَلَتَنْصُرُنَّهٗ ۗ قَالَ ءَاَقْرَرْتُمْ وَاَخَذْتُمْ عَلٰى ذٰلِكُمْ
اِصْرِيْ ۗ قَالُوْٓا اَقْرَرْنَا ۗ قَالَ فَاشْهَدُوْا وَاَنَا۠ مَعَكُمْ مِّنَ
الشّٰهِدِيْنَ ٨١ ﴾ ( اٰل عمران/3: 81)
(Ingatlah) ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu,
lalu datang kepada kamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu,
niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah
berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang
demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Allah berfirman, “Kalau
begitu, bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama
kamu.” (Ali 'Imran/3:81)
﴿
وَاِذْ اَخَذْنَا مِنَ النَّبِيّٖنَ مِيْثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُّوْحٍ
وَّاِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖوَاَخَذْنَا مِنْهُمْ
مِّيْثَاقًا غَلِيْظًاۙ ٧ ﴾ ( الاحزاب/33: 7)
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian
dari para nabi, darimu (Nabi Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra
Maryam. Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, (Al-Ahzab/33:7)
Latar kisah dari firman Allah Swt ini, menurut para
ulama, adalah bentuk perjanjian nabi antara Allah Swt dengan para nabi sebelum
Muhammad. Sehingga, pesan moral yang
terungkap itu adalah para nabi berjanji kepada Allah Swt. bahwa apabila
datang seorang rasul bernama Muhammad, mereka akan beriman kepadanya dan
menolongnya. Perjanjian para nabi ini mengikat pula umatnya.
Kedua, perjanjian tertulis (mitsaqul kitab).
Jenis kedua ini, merupakan model perjanjian yang
tertulis (mitsaqul kitab). Bangsa Yahudi
menetapkan perjanjjiannya dengan Tuhan, sebagaimana tertulis dalam Taurat.
Informasi ini, kita dapatkan dalam firman Allah Swt :
﴿ فَخَلَفَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَّرِثُوا الْكِتٰبَ يَأْخُذُوْنَ
عَرَضَ هٰذَا الْاَدْنٰى وَيَقُوْلُوْنَ سَيُغْفَرُ لَنَاۚ وَاِنْ يَّأْتِهِمْ عَرَضٌ
مِّثْلُهٗ يَأْخُذُوْهُۗ اَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِّيْثَاقُ الْكِتٰبِ اَنْ لَّا
يَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوْا مَا فِيْهِۗ وَالدَّارُ الْاٰخِرَةُ
خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ ١٦٩ ﴾ ( الاعراف/7: 169)
Kemudian, setelah
mereka, datanglah generasi (yang lebih buruk) yang mewarisi kitab suci
(Taurat). Mereka mengambil harta benda (duniawi) yang rendah ini (sebagai ganti
dari kebenaran). Lalu, mereka berkata, “Kami akan diampuni.” Jika nanti harta
benda (duniawi) datang kepada mereka sebanyak itu, niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). Bukankah mereka sudah terikat perjanjian dalam kitab suci
(Taurat) bahwa mereka tidak akan mengatakan kepada Allah, kecuali yang benar,
dan mereka pun telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Negeri akhirat
itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka, tidakkah kamu mengerti? (Al-A'raf/7:169)
Melalui ayat ini, kecenderungan kepada materi dan
hidup kebendaan, merupakan faktor yang menyebabkan kecurangan orang Yahudi
sebagai suatu bangsa yang punya negara. Karena kecintaan yang besar kepada
kehidupan duniawi, mereka kehilangan petunjuk agama serta kering dalam kehidupan
kerohanian
Ketiga, perjanjian damai (mitsaqa fadiyah)
Al-Qur’an mengangkat kasus terkait pentingnya
perjanjian damai (mitsaqa fadhiyah). Pesan ini tergali dari firman Allah
Swt :
﴿
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ اَنْ يَّقْتُلَ مُؤْمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَمَنْ قَتَلَ
مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَّدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ
اِلٰٓى اَهْلِهٖٓ اِلَّآ اَنْ يَّصَّدَّقُوْا ۗ فَاِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ
لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۗوَاِنْ كَانَ مِنْ
قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى
اَهْلِهٖ وَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ
شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِۖ تَوْبَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا
حَكِيْمًا ٩٢ ﴾ ( النساۤء/4: 92)
Tidak patut bagi
seorang mukmin membunuh seorang mukmin, kecuali karena tersalah (tidak
sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah)
memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan (membayar) tebusan yang diserahkan
kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
membebaskan pembayaran. Jika dia (terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal
dia orang beriman, (hendaklah pembunuh) memerdekakan hamba sahaya mukmin. Jika
dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka
dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada
keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya mukmin. Siapa yang tidak
mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai
(ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (An-Nisa'/4:92)
﴿
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ
وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْٓا
اُولٰۤىِٕكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ
يُهَاجِرُوْا مَا لَكُمْ مِّنْ وَّلَايَتِهِمْ مِّنْ شَيْءٍ حَتّٰى يُهَاجِرُوْاۚ
وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ اِلَّا عَلٰى
قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
بَصِيْرٌ ٧٢ ﴾ ( الانفال/8: 72)
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dengan harta dan jiwanya pada
jalan Allah, serta orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu sebagiannya merupakan pelindung318)
bagi sebagian yang lain. Orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka
tidak ada kewajiban sedikit pun atas kamu untuk melindungi mereka sehingga
mereka berhijrah. (Akan tetapi,) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam
(urusan pembelaan) agama (Islam), wajib atas kamu memberikan pertolongan,
kecuali dalam menghadapi kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan
mereka. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Anfal/8:72)
﴿
اِلَّا الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ اِلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌ
اَوْ جَاۤءُوْكُمْ حَصِرَتْ صُدُوْرُهُمْ اَنْ يُّقَاتِلُوْكُمْ اَوْ يُقَاتِلُوْا
قَوْمَهُمْ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَسَلَّطَهُمْ عَلَيْكُمْ فَلَقٰتَلُوْكُمْ ۚ
فَاِنِ اعْتَزَلُوْكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ وَاَلْقَوْا اِلَيْكُمُ السَّلَمَ
ۙ فَمَا جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيْلًا ٩٠ ﴾ ( النساۤء/4: 90)
Kecuali, orang-orang
yang menjalin hubungan dengan suatu kaum yang antara kamu dan kaum itu ada
perjanjian (damai, mereka jangan dibunuh atau jangan ditawan). (Demikian juga)
orang-orang yang datang kepadamu, sedangkan hati mereka berat untuk memerangi kamu
atau memerangi kaumnya. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia berikan
kekuasaan kepada mereka untuk menghadapi kamu sehingga mereka memerangimu. Akan
tetapi, jika mereka membiarkanmu (tidak mengganggumu), tidak memerangimu, dan
menawarkan perdamaian kepadamu (menyerah), Allah tidak memberi jalan bagimu
(untuk menawan dan membunuh) mereka.
(An-Nisa'/4:90)
Kelima, perjanjian dengan ahlu kitab. Kesan ini, setidaknya tergali dari dua firman
Allah Swt :
﴿ وَاِذْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ
لَتُبَيِّنُنَّهٗ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُوْنَهٗۖ فَنَبَذُوْهُ وَرَاۤءَ
ظُهُوْرِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُوْنَ
١٨٧ ﴾ ( اٰل عمران/3: 187)
(Ingatlah) ketika Allah membuat perjanjian
dengan orang-orang yang telah diberi Alkitab (dengan berfirman), “Hendaklah
kamu benar-benar menerangkan (isi Alkitab itu) kepada manusia dan janganlah
kamu menyembunyikannya.” Lalu, mereka melemparkannya (janji itu) ke belakang
punggung mereka (mengabaikannya) dan menukarnya dengan harga yang murah. Maka,
itulah seburuk-buruk jual beli yang mereka lakukan. (Ali 'Imran/3:187)
Keenam, perjanjian dengan bani israil.
﴿ وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا
تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى
وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا
الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ
وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ ٨٣ ﴾ ( البقرة/2: 83)
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian
dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuatbaiklah
kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.
Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat, dan
tunaikanlah zakat.” Akan tetapi, kamu berpaling (mengingkarinya), kecuali
sebagian kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (Al-Baqarah/2:83)
﴿ ۞ وَلَقَدْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۚ
وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيْبًاۗ وَقَالَ اللّٰهُ اِنِّيْ مَعَكُمْ
ۗ لَىِٕنْ اَقَمْتُمُ الصَّلٰوةَ وَاٰتَيْتُمُ الزَّكٰوةَ وَاٰمَنْتُمْ بِرُسُلِيْ
وَعَزَّرْتُمُوْهُمْ وَاَقْرَضْتُمُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّاُكَفِّرَنَّ
عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَلَاُدْخِلَنَّكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا
الْاَنْهٰرُۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ
السَّبِيْلِ ١٢ ﴾ ( الماۤئدة/5: 12)
Sungguh, Allah
benar-benar telah mengambil perjanjian dengan Bani Israil dan Kami telah
mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka. Allah berfirman, “Aku
bersamamu. Sungguh, jika kamu mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman
kepada rasul-rasul-Ku dan membantu mereka, serta kamu meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik,205) pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Aku
masukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Maka,
siapa yang kufur di antaramu setelah itu, sungguh dia telah tersesat dari jalan
yang lurus.” (Al-Ma'idah/5:12)
205) Pinjaman yang baik kepada Allah maksudnya
adalah menginfakkan harta di jalan Allah Swt., baik infak wajib maupun sunah.
﴿ لَقَدْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ
وَاَرْسَلْنَآ اِلَيْهِمْ رُسُلًا ۗ كُلَّمَا جَاۤءَهُمْ رَسُوْلٌۢ بِمَا لَا
تَهْوٰٓى اَنْفُسُهُمْۙ فَرِيْقًا كَذَّبُوْا وَفَرِيْقًا يَّقْتُلُوْنَ ٧٠ ﴾ (
الماۤئدة/5: 70)
Sungguh, Kami
benar-benar telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah mengutus
rasul-rasul kepada mereka. Setiap kali rasul datang kepada mereka dengan
membawa apa yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, sebagian (dari rasul
itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh. (Al-Ma'idah/5:70)
Ketujuh, perjanjian yang kuat (mitsaqa ghalidha).
Terakhir kita menemukan konsep perjanjian yang
kuat, yaitu mitsaqa ghalida. Kata ghalida dapat diartikan keras, kokoh
dan teguh. Model dari perjanjian ini, dihadirkan dalam konteks pernikahan.
﴿ وَكَيْفَ تَأْخُذُوْنَهٗ وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ
وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا ٢١ ﴾ ( النساۤء/4: 21)
Bagaimana kamu akan
mengambilnya (kembali), padahal kamu telah menggauli satu sama lain (sebagai
suami istri) dan mereka pun (istri-istrimu) telah membuat perjanjian yang kuat
(ikatan pernikahan) denganmu? (An-Nisa'/4:21)
Mitsaqa ghalida adalah perjanjian yang mengikat
antara seorang suami dengan istrinya dengan ikatan yang sangat kuat. Ini adalah
ikatan yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk tetap memegangnya [meruju')
dengan cara yang ma'ruf atau yang berat dan kuat
Konsep mitsaqa ghalida digunakan pula dalam konteks
perjanjian dengan Bani Israil.
﴿
وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّوْرَ بِمِيْثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا
الْبَابَ سُجَّدًا وَّقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوْا فِى السَّبْتِ وَاَخَذْنَا
مِنْهُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا ١٥٤ ﴾ ( النساۤء/4: 154)
Kami pun telah
mengangkat gunung (Sinai) di atas mereka untuk (menguatkan) perjanjian mereka.
Kami perintahkan kepada mereka, “Masukilah pintu gerbang (Baitulmaqdis) itu
sambil bersujud”. Kami perintahkan pula kepada mereka, “Janganlah melanggar
(peraturan) pada hari Sabat.” Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang
kukuh. (An-Nisa'/4:154)
Konsekuensi Perjanjian
Dalam konsep intelektual, perjanjian adalah model dari
teori kontrak. Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa beragama adalah sebuah
kontrak, dan bisa disebut kontrak-teologis.
Bentuk kontrak teologi ini, yaitu perjanjian di alam Rahim dan pernajian
nabi (mitsaqa nabiyy). Sedangkan, dalam model yang lainnya, ada yang disebut
dengan kontrak sosial, seperti mitsaqa ghalida.
Sebuah perjanjian itu, kemudian melahirkan konsekuensi.
Konsekuensi pertama, perlu ada kesangupan untuk berpegah teguh.
﴿
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَۗ خُذُوْا مَآ
اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاذْكُرُوْا مَا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ٦٣ ﴾ (
البقرة/2: 63)
(Ingatlah) ketika Kami mengambil janjimu dan
Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa
yang telah Kami berikan kepadamu dan ingatlah apa yang ada di dalamnya agar
kamu bertakwa.” (Al-Baqarah/2:63)
﴿
وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّوْرَ بِمِيْثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا
الْبَابَ سُجَّدًا وَّقُلْنَا لَهُمْ لَا تَعْدُوْا فِى السَّبْتِ وَاَخَذْنَا
مِنْهُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا ١٥٤ ﴾ ( النساۤء/4: 154)
Kami pun telah
mengangkat gunung (Sinai) di atas mereka untuk (menguatkan) perjanjian mereka.
Kami perintahkan kepada mereka, “Masukilah pintu gerbang (Baitulmaqdis) itu
sambil bersujud”. Kami perintahkan pula kepada mereka, “Janganlah melanggar
(peraturan) pada hari Sabat.” Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang
kukuh. (An-Nisa'/4:154)
﴿
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُوْنَ دِمَاۤءَكُمْ وَلَا تُخْرِجُوْنَ
اَنْفُسَكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ ۖ ثُمَّ اَقْرَرْتُمْ وَاَنْتُمْ تَشْهَدُوْنَ ٨٤
﴾ ( البقرة/2: 84)
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjianmu
(agar) kamu tidak menumpahkan darahmu (membunuh orang) dan mengusir dirimu
(saudara sebangsamu) dari kampung halamanmu. Kemudian, kamu berikrar dan
bersaksi. (Al-Baqarah/2:84)
﴿
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَۗ خُذُوْا مَآ
اٰتَيْنٰكُمْ بِقُوَّةٍ وَّاسْمَعُوْا ۗ قَالُوْا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا
وَاُشْرِبُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ ۗ قُلْ بِئْسَمَا
يَأْمُرُكُمْ بِهٖٓ اِيْمَانُكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٩٣ ﴾ ( البقرة/2:
93)
(Ingatlah) ketika Kami mengambil janjimu dan
Kami angkat gunung (Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa
yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, “Kami
mendengarkannya, tetapi kami tidak menaatinya.” Diresapkanlah ke dalam hati
mereka itu (kecintaan menyembah patung) anak sapi karena kekufuran mereka.
Katakanlah, “Sangat buruk apa yang diperintahkan oleh keimananmu kepadamu jika
kamu orang-orang mukmin!” (Al-Baqarah/2:93)
﴿ وَالَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْ ۢ بَعْدِ
مِيْثَاقِهٖ وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ
وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۙ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوْۤءُ
الدَّارِ ٢٥ ﴾ ( الرّعد/13: 25)
Orang-orang yang
melanggar perjanjian (dengan) Allah setelah diteguhkan, memutuskan apa yang
diperintahkan Allah untuk disambungkan (seperti silaturahmi), dan berbuat
kerusakan di bumi; mereka itulah orang-orang yang mendapat laknat dan bagi
mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam). (Ar-Ra'd/13:25)
﴿ الَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ
مِيْثَاقِهٖۖ وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ
وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ٢٧ ﴾ ( البقرة/2:
27)
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian
Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan
Allah untuk disambungkan (silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka
itulah orang-orang yang rugi. (Al-Baqarah/2:27)
﴿ فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِّيْثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِاٰيٰتِ
اللّٰهِ وَقَتْلِهِمُ الْاَنْۢبِيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَّقَوْلِهِمْ قُلُوْبُنَا
غُلْفٌ ۗ بَلْ طَبَعَ اللّٰهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا
قَلِيْلًاۖ ١٥٥ ﴾ ( النساۤء/4: 155)
Maka, (Kami hukum
mereka) karena mereka melanggar perjanjian itu, kafir terhadap
keterangan-keterangan Allah, membunuh nabi-nabi tanpa hak (alasan yang benar),
dan mengatakan, “Hati kami tertutup.” Sebenarnya Allah telah mengunci hati
mereka karena kekufurannya. Maka, mereka tidak beriman kecuali hanya sebagian
kecil (dari mereka). An-Nisa'/4:155)
﴿ فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِّيْثَاقَهُمْ لَعَنّٰهُمْ وَجَعَلْنَا
قُلُوْبَهُمْ قٰسِيَةً ۚ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖۙ وَنَسُوْا
حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهٖۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰى خَاۤىِٕنَةٍ
مِّنْهُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ ۗاِنَّ
اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ١٣ ﴾ ( الماۤئدة/5: 13)
(Namun,) karena mereka melanggar janjinya,
Kami melaknat mereka dan Kami menjadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka
mengubah firman-firman (Allah) dari tempat-tempatnya206) dan mereka (sengaja)
melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Nabi
Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka, kecuali sekelompok
kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat). Maka, maafkanlah mereka dan
biarkanlah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang muhsin. (Al-Ma'idah/5:13)
Penutup
Alhamdulillah, dengan menelaah konsep perjanjian
ini, kita bisa mendapatkan inspirasi struktr keberagamaan dalam konteks Islam.
Struktur keberagamaan itu, digenapkan dengan firman Allah Swt :
﴿
وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمِيْثَاقَهُ الَّذِيْ وَاثَقَكُمْ
بِهٖٓ ۙاِذْ قُلْتُمْ سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ
عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ ٧ ﴾ ( الماۤئدة/5: 7)
Ingatlah nikmat Allah
kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah Dia ikatkan kepadamu ketika kamu
mengatakan, “Kami mendengar dan kami menaati.” Bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (Al-Ma'idah/5:7)
Konsekuensi dari perjanjian itu, adalah Tindakan praktis,
yakni dengar dan taat, atau dalam istilah lain tunuk pada pernjanjian. Itulah Islam. Dengan inspiasi dari ayat ini, kita bisa menyusun
struktur keberagamaan itu menjadi perjanjian, beriman, berislam dan bertaqwa.
Wallahu alam bishawab.
Daftar Pustaka
Dimasqy, Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-. 2015. Tafsir Ibnu Katsir. terjemahan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Kemenag RI. 2011. Al-Qur′an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) 3. Jakarta: Widya Cahaya.
Syuyuthi, Jalaluddin Asy-, and Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al- Mahalliy. 2009. Tafsir Jalalain. Tasikmalaya : PERSIS 91. http://www.maktabah-alhidayah.tk (April 18, 2025).
Zuhaili, Wahbah az-. 2013. Tafsir Al-Munir 2. Jakarta: Gema Insani.
0 comments:
Posting Komentar