Just another free Blogger theme

Jumat, 01 Agustus 2025

Mencuat sebuah pertanyaan, saat orang-orang menyaksikan adanya pembagian Makanan Bergizi Gratis (MBG) dari Pemerintah. Rakyat yang ada di bawah, khususnya orangtua siswa yang memiliki kemampuan ekonomi yang terbatas, mengajukan pertanyaan, "mengapa tidak dikirimkan saja, uangnya kepada oranangtua, biar kami yang mengatur dan bahkan turut merasakannya?" ujarnya.



Harapan itu, setidaknya disandarkan pada pemikiran, jika anggaran makanan bergizi gratis itu, sebesar (misalnya) 10K, maka satu keluarga Indonesia yang memiliki anak, akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah sebesar 300K perbulan. Bila dia memiliki anak sekolah, sebanyak 3 orang (misalnya, ada yang di SD, SMP dan SMA),  maka setidaknya dalam satu bulan satu keluarga akan mendapat subsidi pendidikan sebesar 900K / bulan untuk perbaikan gizi keluarganya. Tentunya, jika di masak di rumah, maka makanan bergizi itu, bukan hanya dinikmati oleh 3 anaknya, tetapi dengan kedua orangtuanya sendiri.

Namun demikian, pemikiran tadi itu, tidak selamanya direspon positif. Di kalangan  masyarakat bawah pun, menguatkan kontra-pemikiran terhadap usulan itu. Misalnya, dengan memberikan tanggapan, b
ukankah akan menambah keroptan ortu ? nanti bagaimana dengan adanya potensi penyalahgunaan pihak orangtua ? maksudnya, bagaimana kalau anggaran makan bergizi itu malah tidak digunakan untuk makan ? akankah, anak-anak masih tetap bisa makan bergizi, sementara uang yang dikirim negara, malah digunakan kebutuhan lain oleh orangtuanya ?

Masih banyak lagi,  jawaban sekaligus menjadi komentar, terhadap pertanyaan orangtua tadi. Semestinya, menjadi subsidi terhadap kualitas kesehatan anak dan keluarga, dana yang dibagian malah digunakan untuk kepentingan lain oleh pihak keluarganya.

Namun dibalik itu semua, muncul lagi, balasan dari orangtua tersebut. Mending mana, antara dibelanjakan orangtua siswa untuk memenuhi kebutuhan keluarga, walau tidak selamanya untuk masalah makanan, dibanding dipotong oleh pengelola kegiatan atau malah dikorupsi ? Bukankah, dan memang demikian adanya, jika kebutuhan orangtua berkekuatan ekonomi, cenderung berusaha untuk makan sekedar mempertahankan hidup, dan bukan meningkatkan kualitas hidup. Artinya, adalah mudah dipahami, bila kemudian dana yang dimiliki akan digunakan untuk kebutuhan  lainnya.

Komentar itu, sekaligus menjadi jawaban kritis terkait dengan sikap pemerintah. Dia seakan memberikan tanggapan, pemerintah lebih percaya pada pengelola program atau orangtua siswa (sebagai pengelola program keluarga) ? jika disalahgunakan orangtuanya, dan digunakan untuk kepentingan keluarga yag lebih mendesak, hal itu lebih baik lagi dibanding dengan penyalahgunaan oleh penyelenggara program yang lebih berorientasi memperkaya diri sendiri.


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar