Menjelaskan
Indonesia dapat menggunakan berbagai cara. Dari sudut pandang antropologis,
Indonesia dengan nasionalisme keindonesiaannya dapat dipandang sebagai imajiner
(imagined). Inilah yang dikemukakan oleh Benedict Anderson. Indonesia
dan nasionalisme, merupakan ‘buah cipta’ dan imajinasi dari komponen bangsa
atau malahan elit bangsa yang ada saat ini (Anderson, 198320, dan Sideway, 200221).
Pandangan lain,
dikemukakan oleh Ignas Kleden (2001)22. Situasi krisis berkepanjangan di
Indonesia, memancing lahirnya pemikiran, dan gerakan yang berharap bisa
mengantarkan Indonesia pada satu titik yang dicitakannya.
Dengan mengutip pandangan Karl Mannheim, Kleden menyebutkan ada empat jenis utopia. Pertama, chiliasme, adalah pandangan utopia yang menolak proses sejarah. Yang real itu adalah yang ada saat ini. kedua, konservatisme sebagai utopia yang menempatkan segala ideal di masa lampau. Ketiga utopia yang mengambil bentuk liberalism atau liberalisasi humanitarian, yang muncul dari rasa tidak puas dan bahkan dari konflik dengan tertib masyarakat yang ada. Keempat, utopia sosialis. Mirip dengan utopia liberalism tetapi, kelompok ini lebih menekankan bahwa perubahan hanya bisa terjadi dengan cara melakukan perubahan pada struktur social, dan menghapus kesenjangan penguasaan alat-alat produksi.
Pemikiran-pemikiran
yang diajukan tersebut merupakan contoh paradigma pemikiran dalam menjelaskan
Indonesia sesuai dengan tanggungjawab akademik yang dimilikinya. Dengan kata
lain, apakah Indonesia saat ini, diposisikan sebagai sesuatu yang sifatnya
imajinatif, simulacra, utopia, atau ril ? semua itu, bergantung pada perspektif
yang digunakannya dalam memahami dan mencermati Indonesia dan keindonesiaan.
Terkait hal ini, untuk konteks penataan masyarakat, dan penegakkan Negara dan kebangsaan Indonesia dibutuhkan perspektif lain yang jauh lebih implementatif. Kealpaan kita menemukan makna Indonesia dari sisi praktis, potensial menjadi pemicu lemahnya kesadaran ruang keindonesiaan, dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam konteks pembangunan. Khusus untuk menjawab kebutuhan itulah, dari sudut pandang geografi politik, dapat dikemukakan Indonesia yang diposisikan sebagai Indonesia sebagai cita, Indonesia sebagai peristiwa, Indonesia sebagai fakta, Indonesia sebagai nilai dan finalisasi Indonesia. Paduan antara nilai-nilai keindonesiaan itu, tak urung lagi, Indonesia adalah fakta gegografik dalam peta politik dunia saat ini.
Upaya untuk
membangun kesadaran ruang, diperlukan adanya penggalian terlebih dahulu
mengenai makna Indonesia. Oleh karena itu, disajikan ragam makna Indonesia,
mulai dari Indonesia sebagai cita, sebagai peristiwa dan sebagai nilai.
Kesadaran ruang, dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam memahami nilai
fakta geografik Indonesia. Sehubungan hal itu, maka dibutuhkan pendidikan geografi,
yang efektif dalam membangun kesadaran ruang.
Tulisan
ini, dimuat dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IGI tahun 2013.
0 comments:
Posting Komentar