Hal
yang membedakan kita dengan yang lain, mungkin sekedar masalah ruang lingkupnya
saja. Ada pahlawan di keluarga, pahlawan di kelas, pahlawan di sekolah,
pahlawan di perusahaan, atau pahlawan di lapangan olahraga. Hal pokok yang
perlu digaris bawahi, kita memiliki peluang untuk menjadi pahlawan.
Kita sering mendengar kata pahlawan.
Termasuk di setiap bulan November ini. Ada satu hari, dimana bangsa Indonesia
merayakan hari pahlawan. Tetapi, barangkali, ada diantara kita yang masih ragu
atau belum banyak tahu mengenai arti dari kata pahlawan itu sendiri.
Istilah pahlawan, bukan bahasa kita. Istilah
pahlawan, berasa dari bahasa Sanskerta, yaitu phala, yang mendapat imbuhan
sufik-wan (akhiran wan). Sufik-wan, banyaknya diartikan untuk kata ganti
laki-laki, sedangkan kata perempuan yaitu wati. Wisudawan-wisudawati,
wartawan-wartawati, peragawan-peragawati, jadi pahlawan pun harusnya ada
pahlawati (?).
Kata pahlawan berasal dari kata ‘phala’ yang mengandung arti orang yang menghasilkan buah phala yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan kata lain, phala-wan itu adalah orang yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain.
Bila diperhatikan dengan seksama, kata
pahlawan bisa jadi merupakan proses pembahasaan yang cukup kompleks. Pertama,
kata ‘phala’ mengalami anaptiksis,
atau penambahan vocal dari kata aslinya, kata phala, itu kemudian menjadi pahala. Selepas mengalami anaptiksis,
kemudian mengalami sinkop, atau penghilangan fonem ditengah-tengah kata,
sehingga dari kata ‘pahala’ menjadi pahla.
Hasil dari sinkop itulah, kemudian mendapat
imbuhan akhiran (sifuk) wan, sehingga menjadi pahlawan.
Hal yang menariknya lagi, dalam bahasa Indonesia, dikenal ada istilah “pahala”, yang mengandung makna ganjaran yang disediakan oleh Tuhan atas perbuatan baik manusia. Pahala mengandung arti buah perbuatan baik. Apakah hal ini, seakar dengan kata ‘aflaha’ yang mengandung makna beruntung ?
Dalam
konteks ini, kata pahala atau pahla, mungkin jadi adalah hasil metatesis
yakni perubahan kata yang fonem-fonemnya
bertukar tempatnya. Misalnya, banteras
menjadi berantas, atau Almari
menjadi lemari. Dengan kata lain, apakah pahla atau pahala, juga adalah
metatesis dari aflaha ?
Biarkan ide itu menjadi kajian dari para ahli sejarah bahasa. Tetapi, setidaknya kita melihat bahwa makna aflaha, yaitu keberuntungan, memiliki makna yang tidak jauh beda dengan kata phala atau pahlawan, yaitu orang yang memberikan keuntungan kepada orang lain. Pahlawan adalah sebutan untuk orang yang memiliki kemampuan memberikan keuntungan, kebahagiaan, dan guna bagi masyarakat banyak, lebih banyak dari masyarakat lain pada umumnya.
Kita semua bisa
jadi pahlawan
Menarik
untuk dikaji lebih lanjut mengenai makna phala atau pahlawan ini. Walaupun sangat
disederhanakan, tetapi kita bisa mengambil kesimpulan sementara bahwa yang
dimaksud dengan pahlawan itu adalah orang yang berguna, dan banyak
memberikan manfaat kepada orang lain,
lebih dari apa yang sudah dilakukan oleh kebanyakan orang.
Seorang Soekarno, sudah tidak ternilai jasanya terhadap proses pemerdekaan bangsa dan Negara ini. Begitu pula dengan Mohammad Hatta. Maka kedua tokoh itu, disebutnya sebagai pahlawan. Begitu pula dengan tokoh-tokoh yang lainnya, yang banyak memberikan jasa kepada bangsa dan Negara ini. Ada Ki Hajar Dewantara, sebagai pahlawan nasional dalam bidang pendidikan. Jendera Soedirman adalah pahlawan kemerdekaan. Soeharto adalah pahlawan nasional dalam bidang pembangunan nasional.
Inti
kata, orang-orang yang dinilai oleh bangsa ini sebagai orang yang telah banyak
jasanya, banyak pengorbanannya kepada bangsa dan Negara ini, kita sebutnya
sebagai seorang pahlawan.
Mengingat hal ini, kita dapat mengutip salah satu sabda Rasulullah Muhammad Saw mengenai ciri dari orang terbaik. Rasulullah bersabda, khairun nas anfauhum linnas, sebaik-baiknya manusia, adalah manusia yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Memahami
hal ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa (a) Rasulullah Muhammad Saw
menganjurkan kepada kita untuk menjadi orang yang berguna, dan (b) orang yang
paling banyak gunanya, bisa disebut sebagai orang yang berpahala, atau
pahlawan, dengan kata lain (c) setiap diantara kita memiliki peluang untuk
menjadi pahlawan.
Hal yang membedakan kita dengan yang lain, mungkin sekedar masalah ruang lingkupnya saja. Ada pahlawan di keluarga, pahlawan di kelas, pahlawan di sekolah, pahlawan di perusahaan, atau pahlawan di lapangan olahraga. Hal pokok yang perlu digaris bawahi, kita memiliki peluang untuk menjadi pahlawan.
Pertanyaannya,
sudahkah, pikiran kita, digunakan untuk yang bermanfaat bagi orang lain ? atau
bagi diri sendiri ?
0 comments:
Posting Komentar