Kadang kita, umat Islam, merasa berpikiran maju. Walau memang, ada sejumlah pikiran maju dan kemajuan yang dilahir di zaman kita, namun pengakuan serupa itu, kadang tidak seluruhnya benar. Sekali lagi, tidak seluruhnya benar, walau ada hal-hal orisinal yang lahir di zaman modern ini. Hal itu, disebabkan, karena sejumlah ide dan gagasan modern, ternyata sudah lahir juga dalam khazanah pemikiran pemikir kita di masa lampau.
Tanpa bermaksud menafikan pemikiran-pemikiran modern. tetapi, dalam dunia keilmuan pun, sudah terbiasa adanya. Misalnya, sejumlah kajian modern kerap kali mengutip satu atau sejumlah pendapat dari pemikir-pemikir klasik, bahkan pemikir yang lahir pada tahun-tahun sebelum masehi, misalnya ke pemikir-pemikir dari kebangsaan Yunani. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas pemikiran dan orisinalitas pemikiran itu, kerap kali berkesinambungan (bersanad) terhadap pemikiran pemikir masa silam.
Demikian pula mengenai pemikiran mengenai moderasi beragama.
Bagi generasi kita hari ini, ada inspirasi menarik dari Imam Ghazali (wafat 1111 M). saat menjelaskan metodologi pengembangan beragama moderat. Pada kajiannya tersebut, menurut Imam Ghazali ada 6 (enam) sumber argumentasi yang perlu dikuasai, sehingga kita bisa menampilkan diri sebagai pribadi yang mampu menumbuhkembangkan tradisi moderasi dalam beragama.
Pertama, pengetahuan indrawi (hissiyyah). Manusia dibekali indra. Kebanyakan kita menyebutnya, ada lima indra, atau pancaindra yaitu mata (pengligatan), telinga (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (pengecap), dan kulit (peraba). Kelima indra itulah, yang kemudian digunakan oleh kalangan saintis untuk mengembangkan tradisi ilmiah-empirik.
Kedua, rasio murni ('aqli mahdl). Ibnu 'Arabi menyebut akal sebagai indra manusia, dan tidak dipisahkan sebagai sumber khusus dalam pencarian pengetahuan. Sehingga, bagi Ibnu 'Arabi indra manusia itu, ada enam. Berbeda dengan Ibnu 'Arabi, Imam Ghazali memisahkan rasio murni sebagai sumber khusus yang berbeda dengan indrawi manusia tadi.
Ketiga, informasi mutawatir. Karakter dari sumber ini, adalah sudah terjadinya sebagai fakta sosial bahwa informasi itu diterima oleh masyarakat pada umumnya. Inforamsi itu, ada dan berasal dari berbagai pihak dan kalangan, yang menunjukkan kebenarannya (afirmasi).
Keempat, pengetahuan dasar yang dikembangkan dari model silogisme.Model pemikiran ini, merupakan bagian dari pengembangan model logika, dengan memanfaatkan struktur silogisme sebagaimana yang digagas Aristoteles.
Kelima, informasi yang bersumber dari wahy (sam'iyah). Dalam tradisi Islam, al-Qur'an dan Hadist merupakan sumber informasi yang menjadi rujukan penting dalam mengukur sebuah nilai dan norma. Bahkan, dalam konteks hukum, dua sumber ini memiliki posisi tertinggi.
Terakhir, pengetahuan dasar yang diambil dari pengetahuan lawan bicara. Menurut Imam Ghazali, kita dapat belajar dan memanfaatkan informasi yang benar dari lawan bicara, saat kita melakukan dialog atau diskusi. Karena pada dasarnya, saat kita berdialog, lawan bicara pun demikian adanya, sejatinya ada beberapa informasi yang benar dan bisa dimanfaatkan untuk menggenapkan pengetahuan atau informasi yang kita punyai.
0 comments:
Posting Komentar