Islam sangat memperhatikan aspek praktis. Tidak sekedar teoritis, atau kognisi. Islam, sebagaimana yang ditunjukkan dalam informasi ilahiah dalam Kitab Suci al_Qur’an, menunjukkan adanya peran penting dalam penguatan aspek praktis dalam kehidupan di dunia ini. Kesan ini, setidaknya dapat dipelajari dari firman Allah Swt :
﴿ وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوْاۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا
يَعْمَلُوْنَ ١٣٢ ﴾ ( الانعام/6: 132)
Masing-masing
orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Tuhanmu tidak
lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.
(Al-An'am/6:132)
﴿ وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوْاۚ وَلِيُوَفِّيَهُمْ اَعْمَالَهُمْ
وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ١٩ ﴾ ( الاحقاف/46: 19)
Setiap orang memperoleh
tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah
menyempurnakan balasan amal mereka serta mereka tidak dizalimi. (Al-Ahqaf/46:19)
Dengan dua ayat ini, jelas bahwa manusia akan
memiliki derajat kehidupan yang berbeda, baik selama di dunia maupun di akhirat
kelak. Informasi ini, bukan dimaksudkan untuk diskriminasi, melaikan informasi
formal terkait dengan inklusivitas-proporsional dalam menilai kinerja manusia.
Lantas persoalannya, bagaimana Islam menyajikan informasi mengenai keragaman atau variasi kualitas amal perbuatan manusia ? ditemukan, setidaknya ada empat kualitas perbuatan manusia.
Pertama,
perbuatan secara umum
Pada bagian
pertama, dan juga merujuk pada Al-An'am/6:132 dan Al-Ahqaf/46:19, ada kesan,
mengenai penggunaan konsep amal secara umum. Kata amal ini, tidak dimaksudkan
untuk satu kelompok atau jenis tertentu, namun merujuk pada konsep perbuatan
manusia secara umum. Dengan pemahaman serupa itu, maka derajat kehidupan yang
dimiliki seseorang saat ini, pada dasarnya adalah buah dari perbuatannya di
masa sebelumnya.
Tidak perlu
iri, bila ada orang yang mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya, baik di
dunia usaha maupun dunia Pendidikan. Tidak perlu iri, bila ada non muslim yang sukses, baik di dunia usaha maupun dunia
akademik. Tidak perlu ada rasa cemburu, bila ada seorang muslim, yang sukses
dalam aspek ekonomi atau intelektual. Semua itu adalah hasil dari perbuatannya,
dan Allah Swt tidak akan menzalimi pada setiap perbuatan yang dilakukannya.
Pada Qs.
Al-An'am/6:132, pada bagian akhirnya, Allah Swt berjanji, tidak akan lupa
terhadap performa atau kinerja manusia (wa ma rabbuka bighafilin amma
ya’maluun). Lebih menariknya lagi,
saat Allah Swt menutup firman-Nya dalam Al-Ahqaf/46:19, dengan kalimat, wa li yuwafiyahum
amalahum, wahum la yudzlamuun, dan Allah
Swt akan menyempurnakan setiap kinerja hidupnya, dan tak akan menzalimi setiap
perbuatannya tersebut. Dengan kata lain, kedua ayat ini, secara umum
menunjukkan bahwa Allah Swt bukan hanya
tidak abai pada setiap kinerja manusia, tetapi juga menyemprunakannya. Artinya,
aktivitas atau performa kinerja dalam hidup, tidak akan mengkhianati hasil, dan
setiap derajat kehidupan adalah buah dari performa kinerjanya sendiri.
Kedua, perbuatan
amal buruk
Konsep yang kedua,
ada yang disebut amal=buruk atau amalan sayyi’ah. Beberapa ayat berikut, dapat
menjadia contoh penggunaannya.
﴿ مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزٰىٓ اِلَّا مِثْلَهَاۚ وَمَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ
يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُوْنَ فِيْهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ ٤٠ ﴾ ( غافر/40:
40)
Siapa
yang mengerjakan keburukan tidak dibalas, kecuali sebanding dengan keburukan
itu. Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan
sedangkan dia dalam keadaan beriman, akan masuk surga. Mereka dianugerahi
rezeki di dalamnya tanpa perhitungan.
(Gafir/40:40)
﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖ ۙوَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا
ۗوَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ ۔ ٤٦ ﴾ ( فصّلت/41: 46)
Siapa
yang mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan siapa
yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri.
Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(-Nya). (Fussilat/41:46)
﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا
ۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ ١٥ ﴾ ( الجاثية/45: 15)
Siapa
yang mengerjakan amal saleh, itu untuk dirinya sendiri dan siapa yang berbuat
keburukan, itu akan menimpa dirinya sendiri. Kemudian, hanya kepada Tuhanmulah
kamu dikembalikan. (Al-Jasiyah/45:15)
Bila
sebelumnya, kata amal digunakan untuk secara umum, maka untuk kategori kedua
ini, memiliki muatan nilai yang buruk (sayyi’ah). Perbuatan manusia, tidak bersifat netral,
namun memiliki nilai, tentunya nilai buruk dalam versi-agama, dan bukan merujuk
pada persepsi manusia.
Ketiga,
perbuatan amal baik
Amal
perbuatan yang bernilai baik (amalan solihah). Konsep ini, cenderung familiar
dalam lisan seorang muslim. Sejumlah ayat, dapat dijadikan rujukan dalam
memahami konsep amalan solihan.
﴿
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ يَهْدِيْهِمْ رَبُّهُمْ
بِاِيْمَانِهِمْۚ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَنْهٰرُ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
٩ ﴾ ( يونس/10: 9)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, niscaya mereka
diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimanannya. (Mereka berada) di dalam surga
yang penuh kenikmatan yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (Yunus/10:9)
﴿
وَاِنِّيْ لَغَفَّارٌ لِّمَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدٰى ٨٢
﴾ ( طٰهٰ/20: 82)
Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman, dan berbuat
kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.
(Taha/20:82)
Kategori ketiga ini, digunakan secara umum,
yakni untuk merujuk pada perbuatan baik manusia.
Keempat,
perbuatan amal terbaik
Dibagian akhir,
kita menemukan konsep amalan terbaik (ahsanu ‘amala). Kesan yang
didapatkan dari konsep ini, adanya indikasi perbuatan baik, yang terbaik. Hal
ini merujuk pada firman Allah Swt :
﴿ وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ
اَيَّامٍ وَّكَانَ عَرْشُهٗ عَلَى الْمَاۤءِ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ
عَمَلًا ۗوَلَىِٕنْ قُلْتَ اِنَّكُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ مِنْۢ بَعْدِ الْمَوْتِ
لَيَقُوْلَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ هٰذَٓا اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ ٧ ﴾ (
هود/11: 7)
Dialah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa351) serta (sebelum itu) ʻArasy-Nya di atas air.
(Penciptaan itu dilakukan) untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Sungguh, jika engkau (Nabi Muhammad) berkata, “Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan setelah mati,” niscaya orang-orang kafir akan berkata, “Ini (Al-Qur’an) tidak lain kecuali
sihir yang nyata.” (Hud/11:7)
Secara fitrah. Allah Swt
telah menjadikan apa yang ada dibumi ini, memiliki daya tarik dengan sejumlah
aspek keindahannya. Ada indah dalam pengertian visual, dan indah dalam
pengertian fungsional. Allah Swt berfirman :
﴿ اِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْاَرْضِ زِيْنَةً لَّهَا
لِنَبْلُوَهُمْ اَيُّهُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ٧ ﴾ ( الكهف/18: 7)
Sesungguhnya Kami telah
menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami
menguji mereka siapakah di antaranya yang lebih baik perbuatannya. (Al-Kahf/18:7)
Seseorang yang melakukan
perjalanan ke Pantai misalnya, akan melihat keindahan laut, Pantai dan juga
taman laut, pun demikian adanya bila kita melakukan perjalanan ke sejumlah
objek geografis lainnya. Hal itu menunjukkan nilai keindahan visual yang dapat
dinikmati manusia. Kemudian pada sisi lain, keindahan itu, hadir dan nyata
dalam kehidupan manusia, dalam fungsi atau kebermanfaatannya.
Kehadiran keindahan dalam
kehidupan di dunia ini, tiada lain adalah untuk menjadi ujian atau cobaan,
sehingga akan muncul kompetisi perbuatan diantara manusia dalam menunjukkan
kinerja terbaiknya. Anjuran kompetisi kinerja itu, diarahkan pada manusia secara
umum, seperti yang tampak dalam ayat Hud/11:7 dan Al-Kahf/18:7. Namun pada ayat
lain, kompetisi kinerja ini, diharapkan muncul pula pada kelompok oran beriman
:
﴿ اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اِنَّا لَا
نُضِيْعُ اَجْرَ مَنْ اَحْسَنَ عَمَلًاۚ ٣٠ ﴾ ( الكهف/18: 30)
Sesungguhnya mereka yang
beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik. (Al-Kahf/18:30)
﴿ ۨالَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ
اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ ٢ ﴾ ( الملك/67: 2)
yaitu yang menciptakan
kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(Al-Mulk/67:2)
Sehubungan hal itu, maka
adalah tidak masuk akal, bila seseorang dalam menjalani hidup di dunia ini,
merasa cukup sekedar dengan rasa iman.
Iman saja tidak cukup, tetapi perlu di dukung oleh amal soleh. Bahkan,
amal soleh saja tidak cukup, tetapi perlu ditunjukkan dengan kinerja terbaiknya
(ahsanu ‘amala). Dengan performa serupa
itulah, maka keunggulan hidup, kualitas
hidup, dan kebahagiaan hidup akan dapat diwujudkan secara berkah. Insya
Allah.

0 comments:
Posting Komentar