Saya, agak kurang paham maksudnya. Tetapi, teks dan penjelasan sederhananya, sangat jelas. Sang penutur, yang menjadi Andalan Pramuka, saat memberikan materi Kursus Orientasi Kepramukaan, mengatakan, bahwa "generasi alpa ini, hidup dengan suasana tanpa doktrin".
Kendati narasi ini, seakan mendapat pembenaran oleh teks-teks di media sosial, namun, saya sebagai orang yang berada di tengah-tengah Kursus itu, merasa terganggu. Terganggu dengan narasi yang disampaikan itu. Apakah karena, saya bukan orang pramuka tulen (scout native ), namun sekedar migran-kepramukaan (scout immigrant), sehingga ragu dengan pandangan tersebut ?
Rasanya, bukan itu yang jadi soal. Keraguan itu, lebih disebabkan, karena nalar diri ini, pernah terimbuhi oleh sudut pandanga sosiologis, mengenai gejala sosial di era modern ini. Termasuk dalam kaitannya dengan konsep doktrin, khususnya doktrin ideologi.
Saat mencermati gagasan itu, ujug-ujug dalam pikiran ini, inget kepada konsep sosiologi mengenai hard-doctrine, dan soft doctrine. Hard doctrine, saya maksudkan untuk merujuk pada sistem doktrin yang tunggal, dan terrumuskan secara sistematis. Misalnya doktrin dasa darma, atau tri satya, dalam kepramukaan. Atau, doktrin NKRI harga mati, bhinneka tunggal ika, atau Pancasila, yang merupakan doktrin politik wawasan nusantara negara kita.
Di lain pihak, ada juga doktrin yang lembut (soft doctrine). Aura dari doktrin yang lembut ini, masih ada toleransi, dan keterbukaan. Rumusannya ada, namun masih terbuka, dan setiap orang, memiliki hak untuk menafsirkannya dalam kontek lingkungan masing-masing. Misalnya saja, doktrin kuatkan keimanan sesuai dengan agama masing-masing, dan kembangkan sikap toleransi antar umat beragama. Doktrini ini, satu sisi meminta ketegasan, tetapi pada sisi lain, menuntut kelenturan dalam pergaulan.
Kembali pada soalan kita hari ini, benarkah bahwa GenZ atau generai alpa ini, merupakan generasi tanpa doktrin ?
Tampaknya, kesimpulan ini, kurang tepat. Karena indikasinya adalah adanya doktrin-generasi Z atau generasi alpa yang mereka anut dan yakini penting, yang tidak selaras dengan hard-doctrine atai soft-doctrine sebelumnya. Indikasi yang tampak, generasi alpha ini, justru sedang menerapkan doktrin baru, yang mereka ciptakan sendiri, dan kemudian malah menjadi anutan generasi mereka ini.
Siapa yang kenal norma FOMO (fear of missing out), JOMO (joy of missing out), FOBO (fear of better option) atau YOLO (you only life once) dan sejenisnya ? siapa yang melahirkan doktrin-doktrin tersebut ? dugaan kita, doktrin itu, hadir sebagai rekonstruksi sosial, di tengah dinamika generasi yang ada sekarang ini. Luar biasanya, doktrin ini, ternyata, mendapat sambutan dari beberapa anak di generasi ini.
Bila demikian adanya, maka jelas, bahwa narasi generasi tanpa doktrin, menjadi tidak tepat. Karena sejatinya, mereka itu lari doktrin lama, dan menganut doktrin baru, yang lebih lunak. Mereka dapat dengan mudah untuk beralih prinsip hidup, karena itulah doktrin hidup di era ini, yang sifatnta lebih lunak, fleksibel dan dinamis.

0 comments:
Posting Komentar