Just another free Blogger theme

Sabtu, 06 April 2013

“hore....”, teriak sejumlah anak. “Pak, Sudah bel..” ujarnya. Teriakan itu disampaikan, berkaitan dengan lonceng jam pergantian pelajaran berbunyi. Sejumlah anak kelihatan sumringah. Kelihatan bahagia. Seolah baru keluar dari sebuah “tekanan” yang berat dan tak kuasa dipikulnya.
Bukan hal aneh. Tidak unik. Siang itu sebenarnya, hanya memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mempresentasikan kembali materi ajar, yang saat itu masih terpampang pada peta konsep di whiteboard (papan tulis putih). Tidak aneh-aneh.  Tugasnya pun sangat sederhana, yaitu menjelaskan kembali peta konsep yang sudah buat bersama sebelumnya.
Whiteboard di depan kelas memang cukup penuh. Penuh dengan konsep  pembelajaran hari itu. Kaitan antara konsep satu dengan konsep lainnya.  Tugas siswa, yaitu secara perorangan menjelaskan kembali peta konsep itu. Secara bergiliran.
Tugas pembelajaran seperti itu, ternyata membuat sejumlah siswa tegang. Ada juga yang tampak santai, dan bahkan menatapnya dengan tatapan yang ceria.   Melihat kondisi seperti itu, dan selepas anak bersorai kegirangan itu, waktunya saya sebagai pengajar menyampaikan pesan pembelajaran.
“anakku,” kataku, “terkait dengan pelajaran saat ini, kita dapat melihat ada empat kelompok manusia...”. Mendengar pengantar itu, secara serempak anak-anak di kelas terdiam.
Pertama, anak yang sangat beruntung. Orang seperti ini, kita sebut sebagai orang sukses. Orang itu adalah orang yang sudah siap, dan merasa yakin bisa, dan kemudia mendapat kesempatan untuk menguji kemampuannya. Itulah kawanmu tadi, orang yang pintar di kelas, dan kemudian ditunjuk untuk presentasi. Dia mampu presentasi dengan baik, dan mendapat nilai maksimal dari guru.
Kedua, ada orang yang merugi. Dia adalah orang pintar, mampu, kompetensi, pede,  atau cerdas. Tetapi, kesempatan yang diberikannya tidak ada. Tidak ada peluang baginya untuk menampilkan kemampuan itu. Tidak ada peluang yang ditawarkan kepadanya. Maka nasibnya adalah dia tidak mampu menunjukkan kemampuan dihadapan guru. Orang ini, kendati pintar atau pandai, tetapi tetap tidak memiliki nilai.
Bisa jadi, para pengangguran itu adalah orang pintar. Buruh kasar pun adalah orang jenius, tetapi karena mereka tidak mendapatkan kesempatan baik untuk memamerkan kemampuannya,  maka dia lahir sebagai orang yang merugi, yaitu mendapatkan upah yang tidak layak, karena orang pada umumnya belum mampu memberikan penilaian yang layak terhadapnya.
Ketiga, adalah orang beruntung. Di sebut beruntung, karena dia adalah orang yang belum mampu, belum kompeten, dan belum bisa, tetapi diberi kesempatan untuk menguji kemampuan oleh para gurunya.  Kendati merasa terpaksa, orang seperti ini akan tahu kelemahan, dan upaya untuk memperbaikinya. Itulah yang ditunjukkan oleh sebagian diantara temanmu tadi, kendati merasa tidak mampu, tetapi diberi kesempatan untuk tampil. Mungkin belum mendapatkan nilai sempurna, tetapi dia tahu apa yang harus diperbaikinya !
Terakhir, adalah orang yang celaka. Mereka itulah, yang tidak memiliki kemampuan, dan tidak mendapatkan kesempatan menguji kemampuan itu. Mereka adalah orang yang terlela dengan kelemahannya, dan merasa senang dengan kelemahan itu. Celakanya lagi, dia bangga, ketika dirinya tidak mendapatkan kesempatan untuk uji kemampuan.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar