Ada banyak cara untuk menjelaskan preman atau premanisme di Indonesia. Pandangan pertama, yaitu premanisme dilihat
dari sudut jumlah pelaku. Melihat pelakunya, preman atau premanisme dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu premanisme individual, premanisme kelompok kecil,
dan premanisme terorganisir.
Selepas ada penembakkan di LP Cebongan Jogjakarta, aparat keamanan,
khususnya pihak kepolisian menggencarkan kembali perang terhadap preman. Sejumlah
kepolisian di daerah seperti Jogjakarta, Sumatera Utara dan juga Jawa Barat, melakukan razia preman dan
premanisme. Hal itu mereka lakukan dengan maksud untuk mengurangi masalah sosial, dan atau menghapus
tindak kriminal.
Sebagai warga negara, niat baik itu sudah tentu perlu disikapi positif. Masyarakat perlu mendukung terhadap upaya-upaya aparat untuk melakukan penertiban lingkungan. Karena walau bagaimanapun juga, upaya itu dimaksudkan untuk membangun lingkungan yang aman dan nyaman. Siapapun kita, perlu memberikan apresiasi dan sekaligus dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang baik.
Persoalan yang perlu dikedepankan sekarang, yaitu pihak pemerintah perlu
menerjemahkan definisi preman secara tegas dan jelas. Karena bila tidak
dilakukan, potensial melahirkan tindakan yang salah sasaran dan atau salah
tindakan.
Sebagaimana diketahui, istilah preman bukan dari bahasa kita, dan bisa jadi, lahir bukan karena budaya lokal. Ada yang mengatakan bahwa preman berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu free-man (manusia ingin bebas), atau ada juga yang menyebutnya berasal dari bahasa Belanda, vrij man. Karena persoalan lidah atau proses akulturasi, maka sebutan-sebutan dalam bahasa asing itu kemudian berubah menjadi preman.
Di zaman Belandanya, orang disebut vrijman dikala tidak mau bekerjasama
dengan Belanda. Mereka bebas, dan pekerjana rutin mereka adalah peperangan. Hanya
saja, karena selepas kemerdekaan, tugas peperangan itu tidak ada, kemudian
mereka mencari makan dari ‘perang di jalanan’. Itulah yang kemudian, yang
disebutnya sebagai pemalak, atau preman jalanan.
Sehubungan hal ini, perlu diajukan pertanyaan, apakah preman itu kriminal ?
Lain dulu lain sekarang. Di zamannya dulu, vrijman adalah orang yang
membangkah pada kaum penjajah. Itu artinya, kelompok ini adalah kelompok swasta
bukan tentara, bukan pejabat, dan bukan pula akademisi, tetapi memiliki
keberanian untuk mandiri dan tidak menggantungkan diri pada kaum penjajah. Mereka
itu adalah pembangkang terhadap kolonialis. Hal itu menunjukkan, bahwa di
zamannya dulu vrijman itu tidak kriminal secara sosial, tetapi kriminal secara
politis, artinya, kriminal menurut penguasa (penjajah waktu itu).
Contoh lain, Debt collector (atau deko) atau penagih utang
bukanlah premanisme. Tetapi, preman bisa memainkan peran sebagai penagih utang.
Menjadi penagih utang bukanlah kriminal. Utang memang harus ditagih, dan
peminjam harus bayar. Dengan kata lain, menjadi penagih utang bukanlah
kriminal, dan bukan pula premanisme. Menjadi penagih utang itu adalah pekerjaan
yang positif, setidaknya secara aturan tidak ada aturan yang dilanggar.
Sayangnya, mengapa kelompok ini kerap disudutkan sebagai kelompok preman ? jawabannya sederhana, karena banyak preman yang bekerja di bidang ini, dan atau debt collektor melakukan tindakan gaya preman, sehingga disebut premanisme. Tetapi, apakah itu adil, apakah itu masuk akal bila kita menyalahkan kelompok deko ini ?
Bagi perusahaan tidak akan menggunakan deco cara prema, bila budaya bayar utang berjalan lancar. Deco tidak akan menunjukkan tindakan premanismenya, bila masyarakat sadar akan utangnya. Begitu pula sebaliknya, masyarakat akan bertutur, dia mau bayar, tetapi para deco dan lembaga peminjam keuangan dapat mengerti kondisi rakyat atau peminjam itu sendiri. Jangan maksa, dan jangan tanpa perasaan.
Bila sudah begitu, apa yang terjadi ??!
Ada banyak cara untuk menjelaskan preman atau premanisme di Indonesia. Pandangan pertama, yaitu premanisme dilihat dari sudut jumlah pelaku. Melihat pelakunya, preman atau premanisme dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu premanisme individual, premanisme kelompok kecil, dan premanisme terorganisir.
Sulit memang membedakan antara satu dengan yang lainnya. Tetapi dapat dengan mudah kita menemukan di masyarakat. Cara mudah melihat fenomena ini, yaitu dilihat pada saat beraksinya di lapangan.
Di gang-gang kecil, di kota kecil, ada preman yang bergerak sendiri.
wilayah kekuasaannya cukup, hanya
melampaui satu jalan, atau satu titik aktivtas saja. Misalnya di gang perumahan
kumuh, atau lintasan jalan raya. Mereka itu bergerak sendiri. Tindakannya pun
relatif sederhana, yaitu malak, atau minta jatah. Mereka menyebutnya, japrem
(jatah preman).
Di luar kelompok ini ada preman dengan jumlah lebih dari satu, tetapi kurang dari lima orang. Kita sebut sebagai preman dalam kelompok kecil. Wilayah lebih luas daripada preman perorangan, dan aksinya mulai meresahkan. Mereka tidak hanya tinggal di lintasan jalan, tetapi bergerak menguasai wilayah yang cukup luas. Misalnya kawasan terminal, kawasan pasar, kawasan kompleks atau kawasan bisnis tertentu.
Kelompok kedua ini, lebih membahayakan daripada kelompok pertama. Satu sisi,
kelompok yang besar seperti ini, memiliki agresifitas yang lebih besar dibandingkan
perorangan. Premanisme di sekolah,
yang dilakukan “senior” kepada yuniornya
disebut bermasalah dan meresahkan, karena memiliki agresifitas yang tinggi.
Terakhir adalah premanisme yang sifatnya terorganisir atau ada lembaganya. Lembaganya bisa jadi tidak legal,dan atau berafiliasi pada organisasi formal tertentu. Dalam bahasa lainnya, ada bekingnya dalam bentuk organisasi, apakah itu partai politik atau organisasi massa. Wilayah sangat luas, dan aktivitas pun beragam.
Kelompok yang terakhir, memiliki potensi meresahkan yang sangat besar,
walaupun aksinya tidak tiap hari. Masyarakat kecil kadang kurang merasakan
dampak langsung. Karena mereka jarang
melakukan pemalakan terhadap perorangan di jalanan. Pemalakan dan atau kegiatan
premanismenya dilakukan di lembaga, perusahana, atau pada kelompok lainnya.
0 comments:
Posting Komentar