‘kemuliaan
pribadi kita, tidak diukur dari mana asal kita, dari apa bahan dasar diri kita,
siapa orangtua kita, tetapi akan diukur dari apa yang sudah kita lakukan saat ini ?!”
Mungkin tidak terlau ada kaitannya, bila kita memaparkan masalah hikmah dibalik teori Evolusi Darwin. Tetapi, rasa-rasanya, pikiran ini tidak bisa dihentikan begitu saja. Pikiran ini, terus berkembang dan melambung entah ke mana, dan kemudian sampai pada titik kesadaran bahwa ada hikmah penting dibalik dari kontroversi teori Darwin tersebut.
Sebut sajalah, andai benar, bahwa ada hubungan ‘kekerabatan’ yang dekat
antara hewan (kera) dengan manusia, sebagaimana yang dilansir oleh
pemikiran-pemikiran Darwinian. Sebut
sajalah, jika pandangan mereka itu benar. Sesungguhnya, kita dapat mengatakan
bahwa, kita tidak perlu minder dengan masa lalu.[1]
Dari pandangan Darwinian tersebut, nenek moyang manusia, masih memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan binatang. Tetapi masalahnya, apakah karena alasan itu, kemudian kita harus malu, minder, dan pesimis ?
Bukankah, manusia yang ada sekarang ini pun, berawal dari tanah, lumpur
kering atau lumpur busuk ? bukankah benda-benda itu bahan yang busuk dan suka diinjak-injak
manusia serta makhluk lain ? bukan semua hal itu pun, adalah sesuatu yang hina
? sesuatu yang rendah ?
Betul. Masa lalu kita, bisa jadi adalah sesuatu yang rendah dan hina. Tetapi, kehormatan, kemartabatan, dan harga kemanusiaan kita, tidak diukur dari apa bahan dasar kita di masa lalu, tetapi dari apa yang sudah kita lakukan saat ini ? kemuliaan kita, tidak diukur siapa nenek moyang kita, tetapi apa yang sudah kita berikan kepada masyarakat dan dunia saat ini ?
Sebagian diantara kita ada yang bangga dengan nenek moyangnya. Sebagian
diantara kita, ada yang bangga dengan gelar kehormatan nenek moyangnya. Mereka
membanggakan gelar kebangsawanan nenek moyangnya. Sekali lagi, apakah dengan
membanggakan kehormatan nenek moyang, menjadikan kita sebagai orang terhormat di
masa kini ?
Terlalu naif, bila kemudian kita merasa sudah mulia gara-gara kemuliaan orangtua kita di masa lalu ! kehormatan dan kemuliaan yang mereka miliki, adalah untuk mereka. Sementara kehormatan kita saat ini, adalah dari apa yang sudah kita lakukan saat ini.
Dengan demikian, perlu ditegaskan
kembali disini, andaipun benar, bahwa
manusia itu satu akar kekerabatan dengan
hewan, pada dasarnya, tidak pelu membuat minder diri kita. Karena kemuliaan
kita tidak dilihat dari bahan dasar kita, melainkan dari apa yang sudah kita
lakukan saat ini.
Sombong dengan asal usul, adalah akar dari kekeliruan kita dalam mengartikan kehormatan. Bukankah setan pun, adalah makhluk yang bangga dengan asal-usul kejadiannya ? “Aku dijadikan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah, masa iya aku harus hormat kepada Adam”, ujar Setan !
Kesombongan akan asal usul adalah
akar dari petaka peradaban dan melorotnya kehormatan dan kemuliaan seseorang.
Begitu pula sebaliknya. Minder dengan asal-usul adalah petaka bagi masa depan.
Sombong itu adalah membanggakan sesuatu yang tidak perlu dibanggakan. Sementara, minder bisa disebabkan karena kita mengabaikan potensi kemuliaan yang ada dalam diri kita. Lebih dari itu, kebanyakan kita, adalah membanggakan sesuatu yang tidak perlu dibanggakan, melupakan aspek yang patut kita banggakan. Kemampuan dan kesempatan yang ada saat ini, adalah hal utama untuk memuliakan pribadi kita !Simpul sederhana dari masalah ini, ‘kemuliaan pribadi kita, tidak diukur dari mana asal kita, dari apa bahan dasar diri kita, tetapi akan diukur dari apa yang sudah kita lakukan saat ini untuk meraih impian di masa depan ?!” Kita akan diukur, dari apa yang sudah kita lakukan saat ini ! itulah, sumbangsih yang sejati dalam memuliakan diri kita, dan kehidupan kita !
[1] Biarkan, masalah kebenaran akademik
dari teori ini, menjadi pekerjaan rumah kalangan ilmuwan itu sendiri. Saya
sendiri, merasa tidak kompeten untuk menjawab masalah ini.
Materi ini, pernah disampaikan dalam Diskusi Forum Remaja Islam, MAN 2 Kota Bandung, 14 September 2013
0 comments:
Posting Komentar