Just another free Blogger theme

Kamis, 05 September 2013




Pada umumnya, bersekolah itu lebih diartikan sebagai prosedur alamiah baik sebagai anak atau warga negara.  Sekolah lebih  banyak diartikan sebagai jembatan hidup yang wajib dilalui oleh setiap orang.  Padahal, sejatinya, bersekolah atau berpendidikan itu adalah bagian dari rencana hidup. Di masa depan kita ingin apa ? 


Dalam keseharianku,  sering mendengar pertanyaan, “Ke mana saya harus sekolah ?” , atau dalam versi yang lain, jika yang menyampaikannya itu adalah orangtua, mereka berkata, “harus ke mana, menyekolahkan anak saya ?”.  Pertanyan standar,  dan kerap kali menghantui banyak orang, baik di awal tahun, atau peralihan tahun, baik itu  di jenjang pendidikan dasar menengah ataupun perguruan tinggi.

Sekitar bulan Juli 2013, dan biasanya memang pada bulan-bulan ini, beberapa orang tetangga  bertandang ke rumah hanya sekedar bertanya hal serupa. Selepas,  mereka bersusah payah memberikan bimbingan dan arahan di rumahnya, kini saatnya mereka menentukan sekolah lanjutan bagi putra-putrinya.  Sejumlah orangtua, seringkali bingung dan dibingungkan dengan pertanyaan seperti itu.

Sering dihadapakan pada pertanyaan itu, dan sesering itu pula, saya malah mengajukan pertanyaan balik kepada mereka. “rencana mau apa ?”, atau dalam versi yang lain, “sekolah manapun, bisa dipilih, hal yang penting, adala kita memiliki rencana masa depan selepas sekola di tempat itu ?”

Sebagai seorang tenaga pendidik, yang setiap hari berkecimpung dengan sejumlah anak,  memiliki banyak kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, ‘rencana selepas sekolah mau apa ?” tetapi, banyak diantara mereka pun, yang kurang memiliki keyakinan teguh mengenai rencana masa depannya.

Mereka sekolah, hanya sebuah prosedur, atau kewajiban formal yang harus dilalui sebagai seorang anak dihadapan orangtuanya. Mereka lebih banyak menganggap bahwa sekolah itu adalah prosedur resmi yang harus dijalani, sebagai warga negara. Tidak ada yang lain. Di setiap harinya, mereka berangkat dari rumah, duduk dalam kelas, dan pulang sekolah menuju rumah atau tempat lainnya yang dia suka.

Di sinilah, kita melihat ada kesalahpahaman, atau kekurangtepatan dalam mengartikan pendidikan atau bersekolah. Pada umumnya, atau terindikasi, ada yang mengartikan  sekolah itu adalah prosedur alamiah baik sebagai anak atau warga negara.  Sekolah lebih  banyak diartikan sebagai jembatan hidup yang wajib dilalui oleh setiap orang.  Padahal, sejatinya, bersekolah atau berpendidikan itu adalah bagian dari perencanaan hidup.

Apapun sekolahnya, dan dimanapun kita belajarnya, sejatinya harus diposisikan  sebagai bagian dari  rencana hidup. “mau kemana setelah sekolah itu ?”  Terlalu mahal, baik dari segi waktu dan biaya, bila selepas sekolah, kemudian kita tidak  mampu memaksimalkan fungsi ijazah atau pengetahuan tersebut.

“sayang, dia itu adalah seorang sarjana, tetapi hanya di rumah saja, mendampingi anak  dan melayani suaminya...?” tutur seseorang dalam memotret seorang ibu rumah tangga yang berijazah sarjana, tetapi tidak bekerja di luar rumah. Ibu rumah tangga itu, sewaktu kuliah dikenal cerdas, tetapi selepas berijazah dan bersuami, malah sekedar menjadi ibu rumah tangga saja.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar