Tidak mengeluh dengan bahan dasar, dengan kreativitas dan keberanian melakukan pengolahan, seorang master chef berupaya maksimal untuk mengolah bahan-bahan menjadi makanan yang paling enak, baik di rasa maupun di pandang.
Sore ini, dan setiap minggunya, setiap sabtu dan minggu, televisi di rumah
dikuasai oleh istriku. Karena hanya ada satu Tv, resikonya orang lain tak bisa
menonton acara lain, selain yang sudah dipatok Istriku. Acara itu, tiada lain
adalah Master Chef Indonesia. Acara yang
mengkhususkan pada kompetisi menjadi juru masak profesional.
Bukan ahli kuliner, dan juga bukan penggila kuliner. Tetapi di setiap minggunya, saya pun terpaksa menyaksikan acara tersebut. Diikuti, serial demi serial, satu tayangan demi tayangan. Di sela-sela itu, muncul perasaan was-was, simpati dan kagum kadang muncul juga selama menyaksikan acara dimaksud.
Awalnya memang
terpaksa, tetapi dipikir-pikir, acara ini memberikan inspirasi yang unik dan
juga baik sekali bagi kita. Khususnya, bagi pendidik, pelatih dan atau
entrepreneur. Atau siapapun yang membutuhkan kreativitas.
Sebagai seorang tenaga pendidik, saksian acara seperti ini, memberikan sentilan serius. Kiranya, seorang tenaga pendidik perlu deh, belajar kerja keras dan kerja serius seperti halnya kandidat MasterChef tersebut. Mereka itu kreatif. Jika mereka mengolah makanan, kita adalah menghadapi peserta didik ?!!
Dalam acara MCI, penilainya, yaitu Chef Profesional. Salah
satu tantangan dalam acara ini, yaitu invention test. Setiap peserta diberi
bahan dasar yang sama, dan dituntut melahirkan makanan yang baru,
tetapi tetap enak. Menyaksikan
acara seperti ini, tertangkap inspirasi bahwa, untuk menjadi master chef itu,
memiliki prinsip, “apapun bahan dasarnya, tetap harus menjadi produk unggul
dengan citra rasa yang enak”.
Inilah kiranya, yang disebut dengan kreatif. Orang kreatif itu, tidak bergantung pada bahan. Orang kreatif itu, tidak kaku dengan bahan. Orang kreatif itu tidak mengeluh dengan bahan. Karena, apapun bahan dasarnya, dalam jiwa seorang kreator, akan menjadi produk unggul dengan citra rasa yang enak.
Selama ini, kita melihat, kerap kali ada keluhan dari pengelola pendidikan,
dengan peserta didiknya. Karena, input (penerimaan) peserta didik yang
‘biasa-biasa saja’, maka mereka tidak mampu melahirkan generasi muda yang
unggul.
Ada juga yang aneh, ada pelaku pendidikan yang memolesi lembaga dan lulusannya dengan warna-warni kenampakkan dengan harapan tampak kreatif dihadapan para penonton ?
Bahkan, ada juga yang menyebut, bahwa sekolah unggul itu adalah sekolah yang menerima siswa pintar dan cerdas, dan kemudian meluluskan siswa tersebut dalam keadaan cerdas pula.
Benarkah begitu ? mungkin ya, tetapi bisa jadi, tidak begitu. Karena,
seorang guru yang baik itu, mirip seorang master chef. Kalau bahan dasarnya sudah baik, dan kemudian
melahirkan makanan yang enak, maka hal itu adalah biasa dan tidak aneh. Hal
yang kreatif itu, justru jika diberi bahan dasar yang biasa saja, tetapi mampu
melahirkan makanan yang enak. Itulah yang disebut kreatif. Dengan kata
lain, sekolah unggul dan atau pendidik
yang kreatif itu, adalah orang yang mampu
melahirkan lulusan berkualitas, tanpa hirau dengan bahan dasarnya.
Seperti yang diberitakan, Chef Marinka, misalnya, pernah mengatakan bahwa dirinya lebih suka disebut seniman.[1] Seniman masak. Masak itu membutuhkan citra rasa seni dalam diri, dan kreativitas dalam meracik bahan, sehingga bahan masakan itu melahirkan citra rasa yang maksimal dan unik.
[1] Informasi di dapat dari http://www.tabloidnova.com/Nova/Selebriti/Album-Selebriti/Chef-Marinka-Lebih-Suka-Disebut-Seniman-2
0 comments:
Posting Komentar