Saya
termasuk orang yang tidak paham, dengan
adanya logika kebijakan dunia pendidikan kita saat ini. Ada sarat, yang tidak
menjadi beban kerja ? apa itu ?
Penelitian
Tindakan Kelas. Masalah ini, sudah lama ingin saya ungkapkan di sini.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK, atau classroom
action research) atau pembuatan karya ilmiah, adalah sebuah tugas atau
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang tenaga pendidik. Untuk bisa naik
golongan, mulai dari golongan III-b, seorang tenaga pendidik harus sudah biasa
membuat karya tulis, dan melakukan PTK. Setidaknya itulah, yang biasa
disampaikan oleh pengawas dihadapan sejumlah guru dalam setiap pembinaannya.
Saya
termasuk tidak risih, tidak takut, atau tidak gentar dengan sarat itu. Menulis dirasa
sudah biasa, kan saya seorang guru ?! kalau menceritakan proses pembelajaran,
yang kemudian jadi PTK, itu pun adalah hal mudah, kan menceritakan pengalaman
sendiri ! tidak ada masalah dengan itu. Tetapi, saya mendengar, tidak seperti
itu bagi sebagian orang lain.
Di
wacana ini, tidak akan mengulas mengenai mengapa hal itu terjadi, dan atau
mengapa budaya menulis di tingkat guru masih dianggap rendah ? pokok pembicaraan
ini, hanya ingin membincangkan masalah, mengapa membuat makalah atau PTK itu
menjadi sarat-penting dalam kenaikan pangkat/golongan ?
Pertama, jika secara formal, Negara hanya minta 24 jam tatap muka. Tidak yang lain, tidak yang aneh-aneh. Bahkan, secara negatifnya, dapat dikatakan, kewajiban administrative pun tidak diminta, karena yang diminta itu adalah kewajiban tatap muak 24 jam tatap muka.
Kedua,
kata orang, aspek administrasi itu include di dalamnya, begitu pula dengan PTK.
Jika memang begitu, kapan dilaksanakannya, jika seorang guru dalam setiap
saatnya harus nongkrong di kelas demi memenuhi persyaratan sertifikasi !
Ketiga, beda dengan seorang dosen. Di jenjang PT, seorang dosen wajib menjalankan tugas tridharma perguruan tinggi, penelitian adalah salah satu aspeknya, dan penelitian dijadikan sebagai bagian dari beban kerja dosen. Dalam Pedoman beban Kerja Dosen (Dirjen DIkti, 2010, misalnya), dinyatakan beban kerja dosen itu, minimal 12 SKS, dan maskimal 16 SKS, penelitian dan pengabdian dapat dihitung di dalamnya. Sementara, di jenjang pendidikan dasar menengah, PTK, tidak dihitung, mengapa ?
Terakhir,
inilah yang saya sebut tadi, mengapa, jadi sarat administrasi karir, tetapi
tidak diperhitungkan sebagai beban kerja profesi. Ini adalah logika kebijakan,
yang perlu diluruskan, atau dibincangkan ulang, sehingga para pelaku pendidikan
di jenjang pendidikan dasar dan menengah, tidak mengalami kelimpungan dalam
mengikuti irama kebijakan ini.
Mengapa,
pension dini menjadi menarik ? saya khawatir, sikap itu adalah bentuk respon
emosional dari guru, dalam menghadapi jelimetnya kebijakan pendidikan saat ini
!
0 comments:
Posting Komentar