Dulu tidak pernah berpikir, atau
terpikirkan, tentang identitas diri ini. Siapa saya ini ? apa tugas saya selama
ini ? pertanyaan-pertanyaan sepele, yang seringkali saya abaikan selama ini.
Tetapi, dalam beberapa hari terakhir ini, pertanyaan ini, terasa sangat mendesak, untuk disampaikan juga. Bukan supaya orang lain tahu, tentang siapa saya yang sesungguhnya, melainkan untuk kepentingan sendiri, khususnya dalam memahami kepatutan perilaku dihari-hari yang akan datang.
Sewaktu masih muda, atau dulu,
entah tahun berapa. Saya sempat disebut sebagai singa podium. Bisa bicara,
mengaum, dan juga menyeringai, sehingga sebagian pihak ada yang sedikit hormat, dan takut kepadaku. Saat
itu, suaraku keras, tenaga pun masih kuat, dan ucapanku menggema.
Tidak aneh, bila kemudian, bayangan mahkota kerajaan hutan, akan mudah disematkan kepadaku. Beberapa teman main, seperti kancil, buaya, kambing dan sejumlah bekantan di hutan ini, malah menaruh kepercayaan kepadaku, untuk bisa meminpin kerajaan hutan ini di masa-masa yang akan datang.
Sayangnya, waktu itu, saya merasa
kurang siap. Maklum, kemampuanku saat itu, baru bisa mengaum, dan belum bisa
mencari makan sendiri. Aku merasa belum bisa berburu, atau mencari makanan
sendiri. Karena itu, ajakan, suruhan, atau dukungan untuk bisa memimpin
kerajaan hutan, batal kembali.
Pengalaman berkelana ke beberapa kebun, seperti kebun jagung, kebung durian, kebun salak, termasuk sawah, sempat didatangi. Beberapa kenalan yang ada di kebun-kebun itu, sangat hormat dan menaruh rasa percaya kepadaku. Tetapi, tempat-tempat itu, terasa kurang bisa menjadi tempat indah untuk kutinggali, hingga menemukan kebun petani, yang berdampingan dengan ternak ayam ini.
Di kebun ini, memang ada Srigala.
Ada juga Kuda. Ada kambing, dan juga ikan. Cukup banyak jenis warga kerajaan
Petani ini. Jenis yang baru, diantaranya adalah aku, yang baru datang ini.
Pertama datang, ketemu dengan kuda. “hai, kau ini, hebat…” pujinya kepadaku.
“kenapa gitu..” tanyaku heran.
“punya senjata tajam, dan tenaga kuat..” ungkapnya.
“Alhamdulillah….” Jawabku singkat.
“sayangnya, kau ini, sekedar kerbau….” Timpalnya, “tenagamu dimanfaatkan, tetapi kekuasaannya tak pernah kau dapatkan…” paparnya dengan singkat, tetapi sangat tajam.
Mendengar penilaiannya seperti
itu, saya sendiri, sempat tertegun. Kaget bercampur tersentak. Antara iya dan
tidak, antara setuju dan menolak, antara sedih dan bahagia, bercampur tanpa
rasa. Entah seperti apa, jus-hati yang sedang terjadi saat itu…..
0 comments:
Posting Komentar