Bisa
jadi, tidak semua orang merasakan dan memerlukan keterampilan berbicara di
depan umum (public speaking). Sehubungan dengan dirinya, hanya sebagai seorang
pedagang nasi goreng, ibu rumahtangga, penjaja makanan di pasar tradisional
atau seorang petani. Dengan alasan profesi atau kegiatan harian serupa itu, dia
merasakan bahwa keterampilan berbicara di depan umum (public speaking skils)
menjadi sesuatu yang kurang diperlukan, atau tidak mendesak untuk dipelajari.
Menyimak
argumentasi atau penjelasan serupa itu, apakah kita setuju ?
Tetapi, bisa jadi, kita belum berani untuk mengambil sikap atau menentukan putusan mengenai sikap mereka, sebelum mendengar langsung dari sumber aslinya. Tahapan yang paling tepat, mendengarkan langsung dari penjelasan para pelaku itu sendiri. Karena kalau kita hanya mendengar ungkapan atau pernyataan ‘katanya’, maka berarti kita tidak mendengar langsung dari si pemilik profesi itu. Oleh karena itu, hal yang paling tepat adalah mendengarkan langsung dari para pemilik profesi petani, nasi goreng, ibu rumah tangga atau profesi lainnya.
Bila
langkah ini diambil, maka mau tidak mau, setiap orang yang menjalani profesi
tadi, akan dipaksa untuk mengutarakan pandanganya kepada orang lain. seorang
petani, harus berbicara dihadapan kita mengenai pandangannya. Seorang ibu rumah
tangga harus berbicara dihadapan kita, mengenai pendiriannya. Seorang pedagang
nasi kuning, harus berani bicara mengenai sikapnya. Tidak ada alasan dan tidak
ada cara lain, kecuali dengan cara berbicara dihadapan kita, untuk meyakinkan
apakah suara itu benar-benar muncul dari kalangan pemilik profesi itu, atau
hanya sekedar dugaan semata.
Factual dalam kehidupan di masyarakat, ternyata melahirkan banyak kelompok (1) ada yang bisa mengutarakan pandangannya secara lugas dan jelas dihadapan orang lain, (2) ada yang bisa mengutarakan pandangannya, walaupun kurang lancar atau piawai, dan (3) ada pula yang tidak memilki keberanian berbicara langsung, dan (4) bahkan ada yang tidak mau berbicara dihadapan orang lain.
Berdasarkan
pertimbangan itu, mohon untuk dicatat, maka mau tidak mau, terasa atau tidak, dalam
konteks itu, ternyata untuk sekedar mengutarakan pandangan kita dihadapan orang
lain saja, sudah mengantarkan kita pada satu keputusan untuk memiliki
keterampilan berbicara dihadapan orang lain.
Manfaat
Public Speaking
Dalam
wacana ini, kita akan mencermati beberapa keuntungan yang bisa diraih, dengan
memiliki, menguasai atau mempelajari keterampilan berbicara dihadapan public.[1]
Pertama, manfaat pribadi (personal benefits). Memiliki keterampilan berbicara dihadapan public (public speaking skills), membantu diri kita untuk bisa mengekspresikan pikiran atau gagasan, mengelola ide dan menyampaikan usul atau saran dan pandangan kepada orang lain. Dalam keseharian kita, kadang kita merasakan ada sesuatu hal yang perlu diperbaiki di lingkungan sekitar kita, sementara dalam benak kita ada sejumlah gagasan yang dirasa bisa memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Dalam hal ini, keterampilan berbicara dihadapan orang lain, menjadi sangat penting,
Kedua,
manfaat sosial (social benefits). Menurut Kathleen J. Turner, dkk.,
keterampilan berbicara dihadapan public merupakan bagian penting dari
tanggungjawab sosial kita sebagai warga Negara. Sebagai bagian dari warga
Negara, banyak hal yang membutuhkan peran partisipasi sosial-politik diri kita
untuk membangun keadaban bangsa dan Negara ini.
Pesan Rasulullah Muhammad Saw, balighu anni walau ayatun, sampaikan pesan dariku (kata Rasulullah), walaupun hanya memahami satu ayat. Sabda Rasulullah Muhammad Saw ini mengesankan kepada kita, bahwa keterampilan menyampaikan pesan, merupakan kewajiban sosial bagi seorang muslim dalam hidup dan kehidupannya. Dalam konteks fiqh, keterampilan berbicara dihadapan orang lain, merupakan contoh dari fardhu kifayah, atau sunnah muakadah., keterampilan hidup yang dianjurkan untuk dipelajari karena memiliki nilai sosial yang tinggi.
Ketiga,
manfaat budaya (cultural benefits). Saat kita bermaksud untuk berbicara
dihadapan public, kita hendaknya memperhatikan siapa, kapan dan dimana kita
berbicara. Perbedaan audiens atau objek pembicaraan, hendaknya dapat dijadikan
bahan pertimbangan untuk mengolah dan mengelola informasi yang hendak
disampaikan. Dalam konteks inilah, Kathleen J. Turner menyebutnya bahwa
kemampuan keterampilan berbicara dihadapan public, mampu mengantarkan kepada
kita untuk peka dan empati terhadap keragaman budaya masyarakat sekitar kita.
Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat, 49:13)
Konsep
ta’aruf, mengandung makna sosial dan budaya. Konsep ta’aruf mengesankan kepada
kita, untuk bisa berkomunikasi, berdialog dan juga memahami karakter dan kultur
dari suku bangsa yang lain. Inilah yang kita sebutkan bahwa keterampilan
berbicara dengan orang lain atau public speaking memiliki sisi nilai sosial dan
budaya.
The
Power of Speak
Kita
perlu berbicara dihadapan orang lain, karena kita ingin menyampaikan gagasan,
pikiran, ekspresi atau pesan yang ada dalam benak kita. Ini adalah hal mendasar
dan menjadi pijakan, mengenai pentingnya kita berbicara dihadapan orang lain,
atau berbicara kepada orang lain.
Untuk sekedar contoh kecil, ingin makanan yang segar, sementara adik kita, kakak kita, istri kita atau suami kita belum peka terhadap kebutuhan pribadi kita. Maka, mau tidak mau, kita harus mengutarakan keinginan kita ini, kepada mereka dengan maksud dan harapan, mereka bisa mengabulkan keinginan dan kebutuhan kita. Masalah mendasarnya, andai kita gagal mengutarakan keinginan dan kebutuhan kita, maka kebutuhan kita tidak akan terwujud.
Di
sinilah, kita menemukan makna bahwa pada dasarnya keterampilan berbicara
dihadapan public itu, adalah keterampilan menyampaikan pesan, dengan maksud dan
tujuan untuk mempengaruhi atau mengubah nalar atau hati orang lain. Dengan kata
lain, berbicara dihadapan public atau berbicara kepada orang lain, pada
dasarnya adalah --meminjam istilah Mark Anthony, yaitu untukchange minds and
hearts.[2]
Untuk sampai pada kemampuan mampu memberikan pengaruh positif kepada orang lain, melalui pembicaraan dan gaya bicara kita, satu diantara tips dan trik yang disampaikan Mark Anthony, yaitu kita hendaknya focus pada contoh dan kasus konkrit dan bukan terhadap abstrasi. Seorang pembicara yang hebat, mampu mengutarakan pandangan yang hebat dan luar biasa, dengan kosa kata atau contoh yang gampang dihapahami oleh audiens.
You
Are What You Speak
Tapi
mungkin, kita bisa sepakat, bahwa perilaku pikiran dan berpikir adalah sesuatu
yang tidak tampak. Hal yang tampak itu adalah ucapan, perkataan atau
pembicaraan. Secara teoritis, ucapan yang keluar dari lisan kita, adalah buah
dari pikiran kita. Perkataan yang meluncur dari lisan kita, adalah lambang dari
kegiatan berpikir kita.
Dengan demikian, lebih spesifik lagi, Anda itu adalah Apa yang Anda ucapkan atau apa yang Anda BIcarakan. Dalam hal ini, Arnie Dahlke mengatakan bahwa You Are What You Speak[3] atau You Are What You Say.[4] Itulah perkembangan dari identitas manusia saat ini.
Kesantunan,
kesopanan, dan kerukunan, akan tampak dalam gaya tutur dan kosa kata yang
terluncurkan. Gaya bicara dan kosa kata yang terluncur itulah, yang akan
menggambarkan mengenai karakter diri kita sendiri.
Pada sisi lainnya, ucapan kita adalah gambaran dari pikiran kita. Pikiran kita akan menggambarkan wawasan atau pengetahuan kita. Dengan kata lain, ucapan kita adalah gambaran dari kualitas pengetahuan, wawasan atau keilmuan kita.
Words
is not enough
Seorang
pembicara ulung akan mengeluarkan kemampuan kosa kata yang dimilikinya. Semakin
tinggi kualitas retorika seseorang, semakin piawai dalam pemilihan kata dan
penggunaan kata saat berbicaranya. Semakin hebat seseorang dalam berbicara
dihadapan umum, semakin lihai dalam mengelola ide dan gagasan ke dalam sebuah
rangkaian kalimat yang dituturkannya. Tetapi perlu dicatat bahwa untuk menjadi
pembicara yang baik (the best speaker) tidak cukup sekedar mengandalkan
kemampuan bertutur kata.
Jacey Lamerton mengatakan pemanfaatan kata saja tidak cukup untuk menjadikan diri kita sebagai pembicara ulung.[5] Adalah sudah tidak pada tempatnya, jika kita hanya menggunakan pendekatan oral (lisan) saja dalam menyampaikan pendapat. Pendekatan verbal atau oral ini, tidak akan mampu memaksimalkan pesan kita, dihadapan jama’ah yang beranekaragam kemampuan, latar belakang dan gaya serta daya tangkap terhadap informasi itu. Oleh karena itu, Lamerton menyarankan untuk turut menggunakan model visual atau ilustrasi lain sebagai pembantu dalam memaksimalkan penyampaian pesan.
Untuk
menggenapkan hasil yang terbaik dari praktek pembicaraan kita dihadapan public,
diantaranya perlu memainkan variasi pembicaraan, misalnya dengan menggunakan
media penyampaian pesan, bahasa tubuh (body movement), gesture, kontak mata dan
juga keterampilan menyampaikan pesan (energy dan intonasi).[6] Semua
hal itu, perlu dikembangkan secara maksimal, dalam rangka meningkatkan kualitas
pembicaraan dan kualitas efektivitas pembicaraan kita dihadapan audiens atau mustami’i
atau jama’ah.
Penutup
Dalam
menutup kajian pendahuluannya Jacey Lamerton mengingatkan kepada kita, bahwa
saat kita akan berbicara dihadapan public, maka kita harus melakukan evaluasi
diri terlebih dahulu. Apa yang akan kita sampaikan, dimana kita akan berbicara
? sadari dan perkuat kemampuan kita, untuk senantiasa berbicara sesuatu hal yang relevan dengan kebutuhan pendengar,
karena di sinilah kunci keberhasilan kita saat berbicara dihadapan public.
Inspirasi penting dalam mengembangkan keterampilan berbicara dihadapan public itu, adalah “kita berbicara sesuatu hal yang ingin diketahui oleh pendengar, dan bukan menyampaikan keinginan kita untuk diketahui pendengar”. Kehadiran pendengar dihadapan kita, pada dasarnya, dia berharap untuk mendapat pencerahan mengenai sesuatu hal yang ingin diketahuinya. Oleh karena itu, jadikan diri kita sebagai pembicara yang baik, yaitu dengan mendengar kebutuhan pendengar.
Pembicara yang baik adalah
pendengar yang baik !
Pembicara ytang baik adalah
membicarakan pesan yang ingin diketahui pendengar !
Pembicara yang baik adalah mitra
pendengar untuk memecahkan masalah yang dihadapi pendengarnya !
[1] Michael
Osborn, Suzanne Osborn, Randall Osborn, Kathleen J. Turner, Public Speaking
: Finding Your Voice, USA : Pearsen Education, 2018.
[2] Lihat John
R. Hale, The Art of Public
Speaking: Lessons from the Greatest
Speeches in History, USA : The Teaching Company, 2010. Hal. 32-38.
[3] Arnie Dahlke, You
Are What You Speak, diunduh tanggal 22/11/2019,
http://www.arniedahlke.com/You%20Are%20What%20You%20Speak.pdf
[4] Matthew Budd,and
Larry Rothstein, You Are What You Say, diunduh tanggal 22/11/2019, http://www.buzzcoach.com/images/YOU_ARE_WHAT_YOU_SAY.pdf
[5] Jacey Lamerton, Everything
You Need To Know Public Speaking,
London : HarperCollins Publishers, 2001.
[6] : Achim Nowak , Power Speaking : The Art Of The
Exceptional Public Speaker, New York
: Allworth Press, 2004.
0 comments:
Posting Komentar