Just another free Blogger theme

Senin, 25 November 2019


Hasil gambar untuk pblic speaking"Bisa jadi, tidak semua orang merasakan dan memerlukan keterampilan berbicara di depan umum (public speaking). Sehubungan dengan dirinya, hanya sebagai seorang pedagang nasi goreng, ibu rumahtangga, penjaja makanan di pasar tradisional atau seorang petani. Dengan alasan profesi atau kegiatan harian serupa itu, dia merasakan bahwa keterampilan berbicara di depan umum (public speaking skils) menjadi sesuatu yang kurang diperlukan, atau tidak mendesak untuk dipelajari.

Menyimak argumentasi atau penjelasan serupa itu, apakah kita setuju ?
Tetapi, bisa jadi, kita belum berani untuk mengambil sikap atau menentukan putusan mengenai sikap mereka, sebelum mendengar langsung dari sumber aslinya. Tahapan yang paling tepat, mendengarkan langsung dari penjelasan para pelaku itu sendiri. Karena kalau kita hanya mendengar ungkapan atau pernyataan ‘katanya’, maka berarti kita tidak mendengar langsung dari si pemilik profesi itu. Oleh karena itu, hal yang paling tepat adalah mendengarkan langsung dari para pemilik profesi petani, nasi goreng, ibu rumah tangga atau profesi lainnya.
Bila langkah ini diambil, maka mau tidak mau, setiap orang yang menjalani profesi tadi, akan dipaksa untuk mengutarakan pandanganya kepada orang lain. seorang petani, harus berbicara dihadapan kita mengenai pandangannya. Seorang ibu rumah tangga harus berbicara dihadapan kita, mengenai pendiriannya. Seorang pedagang nasi kuning, harus berani bicara mengenai sikapnya. Tidak ada alasan dan tidak ada cara lain, kecuali dengan cara berbicara dihadapan kita, untuk meyakinkan apakah suara itu benar-benar muncul dari kalangan pemilik profesi itu, atau hanya sekedar dugaan semata.
Factual dalam kehidupan di masyarakat, ternyata melahirkan banyak kelompok (1) ada yang bisa mengutarakan pandangannya secara lugas dan jelas dihadapan orang lain, (2) ada yang bisa mengutarakan pandangannya, walaupun kurang lancar atau piawai, dan (3) ada pula yang tidak memilki keberanian berbicara langsung, dan (4) bahkan ada yang tidak mau berbicara dihadapan orang lain.
Berdasarkan pertimbangan itu, mohon untuk dicatat, maka mau tidak mau, terasa atau tidak, dalam konteks itu, ternyata untuk sekedar mengutarakan pandangan kita dihadapan orang lain saja, sudah mengantarkan kita pada satu keputusan untuk memiliki keterampilan berbicara dihadapan orang lain.

Manfaat Public Speaking
Dalam wacana ini, kita akan mencermati beberapa keuntungan yang bisa diraih, dengan memiliki, menguasai atau mempelajari keterampilan berbicara dihadapan public.[1]
Pertama, manfaat pribadi (personal benefits). Memiliki keterampilan berbicara dihadapan public (public speaking skills), membantu diri kita untuk bisa mengekspresikan pikiran atau gagasan, mengelola ide dan menyampaikan usul atau saran dan pandangan kepada orang lain. Dalam keseharian kita, kadang kita merasakan ada sesuatu hal yang perlu diperbaiki di lingkungan sekitar kita, sementara dalam benak kita ada sejumlah gagasan yang dirasa bisa memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Dalam hal ini, keterampilan berbicara dihadapan orang lain, menjadi sangat penting,
Kedua, manfaat sosial (social benefits). Menurut Kathleen J. Turner, dkk., keterampilan berbicara dihadapan public merupakan bagian penting dari tanggungjawab sosial kita sebagai warga Negara. Sebagai bagian dari warga Negara, banyak hal yang membutuhkan peran partisipasi sosial-politik diri kita untuk membangun keadaban bangsa dan Negara ini.
Pesan Rasulullah Muhammad Saw, balighu anni walau ayatun, sampaikan pesan dariku (kata Rasulullah), walaupun hanya memahami satu ayat.  Sabda Rasulullah Muhammad Saw ini mengesankan kepada kita, bahwa keterampilan menyampaikan pesan, merupakan kewajiban sosial bagi seorang muslim dalam hidup dan kehidupannya.  Dalam konteks fiqh, keterampilan berbicara dihadapan orang lain, merupakan contoh dari fardhu kifayah, atau sunnah muakadah., keterampilan hidup yang dianjurkan untuk dipelajari karena memiliki nilai sosial yang tinggi.
Ketiga, manfaat budaya (cultural benefits). Saat kita bermaksud untuk berbicara dihadapan public, kita hendaknya memperhatikan siapa, kapan dan dimana kita berbicara. Perbedaan audiens atau objek pembicaraan, hendaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengolah dan mengelola informasi yang hendak disampaikan. Dalam konteks inilah, Kathleen J. Turner menyebutnya bahwa kemampuan keterampilan berbicara dihadapan public, mampu mengantarkan kepada kita untuk peka dan empati terhadap keragaman budaya masyarakat sekitar kita.
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat, 49:13)
Konsep ta’aruf, mengandung makna sosial dan budaya. Konsep ta’aruf mengesankan kepada kita, untuk bisa berkomunikasi, berdialog dan juga memahami karakter dan kultur dari suku bangsa yang lain. Inilah yang kita sebutkan bahwa keterampilan berbicara dengan orang lain atau public speaking memiliki sisi nilai sosial dan budaya.

The Power of Speak
Kita perlu berbicara dihadapan orang lain, karena kita ingin menyampaikan gagasan, pikiran, ekspresi atau pesan yang ada dalam benak kita. Ini adalah hal mendasar dan menjadi pijakan, mengenai pentingnya kita berbicara dihadapan orang lain, atau berbicara kepada orang lain.
Untuk sekedar contoh kecil, ingin makanan yang segar, sementara adik kita, kakak kita, istri kita atau suami kita belum peka terhadap kebutuhan pribadi kita. Maka, mau tidak mau, kita harus mengutarakan keinginan kita ini, kepada mereka dengan maksud dan harapan, mereka bisa mengabulkan keinginan dan kebutuhan kita. Masalah mendasarnya, andai kita gagal mengutarakan keinginan dan kebutuhan kita, maka kebutuhan kita tidak akan terwujud.
Di sinilah, kita menemukan makna bahwa pada dasarnya keterampilan berbicara dihadapan public itu, adalah keterampilan menyampaikan pesan, dengan maksud dan tujuan untuk mempengaruhi atau mengubah nalar atau hati orang lain. Dengan kata lain, berbicara dihadapan public atau berbicara kepada orang lain, pada dasarnya adalah --meminjam istilah Mark Anthony, yaitu untukchange minds and hearts.[2]
Untuk sampai pada kemampuan mampu memberikan pengaruh positif kepada orang lain, melalui pembicaraan dan gaya bicara kita, satu diantara tips dan trik yang disampaikan  Mark Anthony, yaitu kita hendaknya focus pada contoh dan kasus konkrit dan bukan terhadap abstrasi. Seorang pembicara yang hebat, mampu mengutarakan pandangan yang hebat dan luar biasa, dengan kosa kata atau contoh yang gampang dihapahami oleh audiens.

You Are What You Speak
Tapi mungkin, kita bisa sepakat, bahwa perilaku pikiran dan berpikir adalah sesuatu yang tidak tampak. Hal yang tampak itu adalah ucapan, perkataan atau pembicaraan. Secara teoritis, ucapan yang keluar dari lisan kita, adalah buah dari pikiran kita. Perkataan yang meluncur dari lisan kita, adalah lambang dari kegiatan berpikir kita.
Dengan demikian, lebih spesifik lagi, Anda itu adalah Apa yang Anda ucapkan atau apa yang Anda BIcarakan. Dalam hal ini,  Arnie Dahlke mengatakan bahwa You Are What You Speak[3]  atau You Are What You Say.[4]  Itulah perkembangan dari identitas manusia saat ini.
Kesantunan, kesopanan, dan kerukunan, akan tampak dalam gaya tutur dan kosa kata yang terluncurkan. Gaya bicara dan kosa kata yang terluncur itulah, yang akan menggambarkan mengenai karakter diri kita sendiri.
Pada sisi lainnya, ucapan kita adalah gambaran dari pikiran kita. Pikiran kita akan menggambarkan wawasan atau pengetahuan kita. Dengan kata lain, ucapan kita adalah gambaran dari kualitas pengetahuan, wawasan atau keilmuan kita.

Words is not enough
Seorang pembicara ulung akan mengeluarkan kemampuan kosa kata yang dimilikinya. Semakin tinggi kualitas retorika seseorang, semakin piawai dalam pemilihan kata dan penggunaan kata  saat berbicaranya.  Semakin hebat seseorang dalam berbicara dihadapan umum, semakin lihai dalam mengelola ide dan gagasan ke dalam sebuah rangkaian kalimat yang dituturkannya. Tetapi perlu dicatat bahwa untuk menjadi pembicara yang baik (the best speaker) tidak cukup sekedar mengandalkan kemampuan bertutur kata.
Jacey Lamerton mengatakan pemanfaatan kata saja tidak cukup untuk menjadikan diri kita sebagai pembicara ulung.[5] Adalah sudah tidak pada tempatnya, jika kita hanya menggunakan pendekatan oral (lisan) saja dalam menyampaikan pendapat. Pendekatan verbal atau oral ini, tidak akan mampu memaksimalkan pesan kita, dihadapan jama’ah yang beranekaragam kemampuan, latar belakang dan gaya serta daya tangkap terhadap informasi itu. Oleh karena itu, Lamerton menyarankan untuk turut menggunakan model visual atau ilustrasi lain sebagai pembantu dalam memaksimalkan penyampaian pesan.
Untuk menggenapkan hasil yang terbaik dari praktek pembicaraan kita dihadapan public, diantaranya perlu memainkan variasi pembicaraan, misalnya dengan menggunakan media penyampaian pesan, bahasa tubuh (body movement), gesture, kontak mata dan juga keterampilan menyampaikan pesan (energy dan intonasi).[6] Semua hal itu, perlu dikembangkan secara maksimal, dalam rangka meningkatkan kualitas pembicaraan dan kualitas efektivitas pembicaraan kita dihadapan audiens atau mustami’i atau jama’ah.

Penutup
Dalam menutup kajian pendahuluannya Jacey Lamerton mengingatkan kepada kita, bahwa saat kita akan berbicara dihadapan public, maka kita harus melakukan evaluasi diri terlebih dahulu. Apa yang akan kita sampaikan, dimana kita akan berbicara ? sadari dan perkuat kemampuan kita, untuk senantiasa berbicara sesuatu  hal yang relevan dengan kebutuhan pendengar, karena di sinilah kunci keberhasilan kita saat berbicara dihadapan public.
Inspirasi penting dalam mengembangkan keterampilan berbicara dihadapan public itu, adalah “kita berbicara sesuatu hal yang ingin diketahui oleh pendengar, dan bukan menyampaikan keinginan kita untuk diketahui pendengar”. Kehadiran pendengar dihadapan kita, pada dasarnya, dia berharap untuk mendapat pencerahan mengenai sesuatu hal yang ingin diketahuinya. Oleh karena itu, jadikan diri kita sebagai pembicara yang baik, yaitu dengan mendengar kebutuhan pendengar.
Pembicara yang baik adalah pendengar yang baik !
Pembicara ytang baik adalah membicarakan pesan yang ingin diketahui pendengar !
Pembicara yang baik adalah mitra pendengar untuk memecahkan masalah yang dihadapi pendengarnya !


[1] Michael Osborn, Suzanne Osborn, Randall Osborn, Kathleen J. Turner, Public Speaking : Finding Your Voice, USA : Pearsen Education, 2018. 
[2] Lihat John R. Hale, The Art of Public Speaking: Lessons from the Greatest Speeches in History, USA : The Teaching Company, 2010. Hal. 32-38.
[3] Arnie Dahlke, You Are What You Speak, diunduh tanggal 22/11/2019,  http://www.arniedahlke.com/You%20Are%20What%20You%20Speak.pdf
[4] Matthew Budd,and Larry Rothstein, You Are What You Say, diunduh tanggal 22/11/2019, http://www.buzzcoach.com/images/YOU_ARE_WHAT_YOU_SAY.pdf
[5] Jacey Lamerton, Everything You Need To Know Public Speaking, London : HarperCollins Publishers, 2001.
[6] : Achim Nowak , Power Speaking : The Art Of The Exceptional Public Speaker,  New York : Allworth Press, 2004.

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar