Just another free Blogger theme

Sabtu, 06 Juni 2020

Ribuan demonstran George Floyd diminta tes Covid-19Saya termasuk orang yang belum bisa menarik kesimpulan baku. Sebuah peristiwa, memang tidak bisa dijadikan contoh atau cermin untuk menggambarkan sebuah peristiwa. Tetapi, sebagai bagian dari usaha kita untuk merenungkan kehidupan berbangsa dan bernegara, di negeri yang kita cintai ini, layaknya kita bisa manfaatkan kasus yang tengah terjadi di negara yang sempat menyandang gelar SuperPower, Amerika Serikat.
Sekedar informasi, tragedi itu bermula saat George Floyd ditangkap karena diduga melakukan transaksi memakai uang palsu. Uang yang ia gunakan senilai US$ 20 (Rp 292 ribu). Menurut laporan media massa yang kita baca di sini, prosedur penangkapannya yang dilakukan Derek Cauvin termasuk malpraktek yang dilakukan polisi yang kemudian menyebabkan hilangnya nyawa korban.
Hal uniknya, kasus ini kemudian menguat, menjadi sebuah isu sensitif di negeri itu, yakni isu rasisme, dan sejak 25 Mei itu, menjadi energi besar yang terus bergelombang menjadi sebuah gerakan kritis terhadap Pemerintahan AS, Donald Trump saat ini.
Lantas apa pelajaran penting dari peristiwa itu ? apa yang menarik dari peristiwa itu, cermin apa yang dapat kita kenali dari peristiwa yang kini menyedot perhatian banyak media di dunia ?
Pertama, kita melihat nyawa manusia adalah modal-asasi manusia yang harus dilindungi. Bukan soal jumlah, tetapi perlakuan kita terhadap manusia akan menjadi standar kualitas kemanusiaan kita dihadapan bangsa dan negara. Negara AS, negara liberal dalam pandangan kita, ternyata begitu menjunjung tinggi modal asasi manusia, yakni nyawa.
Kedua, kita memang melihatnya, bahwa isu rasis di negeri Barat, sama kuatnya dengan isu teroris atau SARA di negeri kita. peristiwa yang berbau pada isu-isu sentral ini, amat dengan mudah menyulut emosi politis dari warga negaranya. Demo solidaritas dan keprihatian terhadap tragedi yang terjadi pada George Floyd ini, begitu memancing banyak perhatian, dan meluas ke berbagai negeri di AS.
Ketiga, gejala yang kita bicarakan ini, sesungguhnya adalah fenomena kematian akibat tindakan keliru oleh negara atau aparatur negara.Di negeri kita pun, memiliki banyak contoh kejadian serupa ini. Misalnya saja, kematian Munir yang fenomenal dan sampai kini masih menyisakan 'kegelapan'. Kemudian kematian wartawan Bernas, Udin, pun demikian adanya.
Wajar. peristiwa kematian yang disebabkan karena ada 'unsur pelanggaran' kekuasaan, akan memancing emosi publik. Tetapi, apakah wajar, jika kemudian, membedakan kualitas nyawa manusia satu dengan yang lainnya ?
sekedar contoh, di tahun 2018, pernah ada berita, ada seorang guru yang meninggal dunia karena di pukuli oleh muridnya. Kemudian, tahun 2019, ada seorang guru yang dianiaya oleh oknum orangtua siswa. Masalahnya, kenapa peristiwa ini tidak mengundak simpatik nasional ? apakah, karena isu ini tidak menarik, atau memang harga nyawa itu berbeda-beda ?
Dari pengalaman kejadian di AS ini, para pejuang HAM, bisa menunjukkan sikap yang jelas, standar dan tegas dalam melindungi modal asasi manusia, yang disebut nyawa. Bukan nyawa aktivis (LSM, Wartawan atau Mahasiswa) saja yang perlu dibela, tetapi setiap nyawa anak bangsa ini pun, perlu dibela sebagaimana mestinya.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar