Sikap dan kelakuan tidak menghargai waktu, hampir terlakukan secara tidak sadar. Banyak orang, diantara kita yang melakukan hal ini, tanpa kesadaran. Bahkan, kerap kali menghadapi sesuatu dengan cara ujug-ujug, atau mendadak. Mendadak berganti hari, mendadak sudah mepet. Mendadak teringatkan, dan lain sebagainya. Semuanya serba mendadak.
Ujung-ujung dari situasi serupa ini, kadang malah menyalahkan waktu. "Ah, gak ada waktu." ketusnya dalam hati, dan seringkali pula terlontar dalam lisan. Pertanyaan kita adalah, apakah layak kita menyalahkan waktu ?
Pengalaman kita, selama Pandemic Covid-19 tahun 2020 ini, terasa cukup banyak hal, yang dirasa dan terasa mendadak. Seorang guru, mendadak daring, Seorang pelajar mendadak belajar di rumah. Seorang ayah dan ibu, mendadak harus memainkan peran sebagai guru. Hal yang lebih memprihatinkan, sejumlah sahabat, tetangga kita, atau saudara kita, mendadak di rumahkan, karena pandemic ini. Semua serba mendadak.
Pertanyaan dasar kita memang mengacu pada satu hal, "apakah ada sesuatu hal yang salah, dengan sesuatu hal yang mendadak ?" dalam istilah yang lain, "apakah hukum kemendadakan, adalah sesuatu hal yang salah, sehingga kita bisa menyalahkan waktu ?", ketusan diantara kita, "habis mendadak sih, jadi beginilah kejadiannya...." ungkapnya, dengan arah dan tujuan yang tak jelas, siapa yang dijadikan sasaran omelannya tersebut.
Untuk mentafakuri situasi serupa ini, rasanya kita perlu melihat, mencari dan menggali makna lain, terkait dengan jalannya waktu dalam hidup dna kehidupan kita saat ini.
Al-Humaidi telah menceritakan kepada kami, menceritakan kepada kami, az Zuhri telah menceritakan kepada kami dari Sa'id bin al Musayyab dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman: "lbnu Adam mengganggu pada-Ku, ia telah memaki-maki masa, padahal Aku-lah masa itu, sebab di tangan-Ku segala urusannya, Aku yang membolak-balik malam dan siang".
Dengan memperhatikan hadist Qudsi ini, setidaknya kita menemukan ada beberapa pelajaran penting.
Pertama, tidak layak memaki-maki waktu. Waktu adalah hukum alam, yang berjalan apa adanya. Manusia memperhatikan atau mengabaikannya, maka waktu akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Andai kiat kerja keras, waktu akan berjalan. Andai kita isi waktu itu dengan tidur malas, pun, waktu akan terus berjalan. Oleh karena itu, pada saat kita memaki-maki waktu, maka ada kekeliruan sikap dari manusia itu sendiri.
Kedua, pada hadist Qudsi ini, ada asma Allah Swt yang terlupakan, yaitu asma ad-Dahr. Allah Swt adalah ad-Dahr, hal itu sesuai dengan pengakuan Ilahi tentang Dirinya, Aku-lah Masa (wa Ana ad-Dahr). Allah Swt menyatakan Diri, bahwa Diri-Nyalah ad-Dahr, karena Diri-Nya yang menciptakan waktu, siang dan malam. Dalam kekuasannya, segala urusan makhluk di dunia dan diakhirat itu.
Ketiga, Allah Swt adalah mengurus waktu. Dalam hadits itu digunakan lafaz aqallabul lail wa nahar, akulah yang membolak-balilkkan malam dan siang. Lafaz qallab, bisa diartikan bolak-balik, dan dapat pula diartikan mengatur atau mengelola. Oleh karena itu, lafaz aqallabul lail wa nahar dapat dimaknai Allah Swt-lah yang mengatur peredaran benda langit, sehingga terjadinya proses malam dan siang.
Keempat, pesan umum yang ingin tersampaikan, terkesan mengenai pentingnya kita dalam menjaga sikap dan lisan, jangan sampai tercetus pemahaman atau pemikiran yang lebih mengarah pada menyalahkan faktor luar, termasuk lingkungan, tiadanya waktu luang, dan lain sebagainya. pepatah lain mengatakan, salah satu ciri orang lemah dan tak bertanggungjawab adalah menunjuk faktor lain sebagai penyebab kegagalan dan kesalahan. Kita boleh tidak sepakat dengan pernyataan itu, tetapi hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita.
Andai kita senantiasa menyalahkan orang lain, akankah kita mendapat efek perubahan dari tindakan semua itu ? ataukah, lebih baik kita melakukan koreksi terhadap kelemahan diri, dan kemudian memperbaikinya ?
Wallahu 'alam/.
0 comments:
Posting Komentar