Just another free Blogger theme

Minggu, 09 Mei 2021


"sebagai bintang iklan, kewajibannya adalah melakukan apa yang sudah digariskan dalam skrip dari pemesan.." itulah salah satu ucapan, yang mungkin bisa kita dengar, saat kita berhadapan dengan seorang bintang iklan.

Saya sendiri belum pernah menjadi bintang iklan. Tetapi, untuk sekedar berkomunikasi dengan pihak tertentu, dalam meng-endorse produk yang akan dipromosikan, bukan sesuatu yang sulit. Sudah beberapa kali, permintaan dan permohonan itu diajukan.

Kendati tidak berimbas secara ekonomi secara nyata, namun, sejumlah hal pernah dijalani. Melakukan sesuai dengan apa yang dimintakannya, dengan maksud dan tujuan mempromosikan produk yang diminta dipromosikannya.

"Apakah saya merasakan, menikmati dan atau merasa nyaman dengan produk tersebut ?", taruhlah, kalau kita mempromosikan makanan, apakah, sebagai bintang iklan atau peng-endorse makanan itu, kita pun menyukai jenis makanan tersebut ?

Pertanyaan terbuka, dan bisa membuka jawaban yang sangat beragam. Bisa jadi, Ya, bisa pula Tidak. Bergantung. Diantaa sekian banyak alasan itu, sudah tentu, ada yang bersikap pragmatis, sekedar memenuhi permintaan pihak pemodal untuk promosi, maka hal itu dilakukannya pula.

Sekaitan dengan kasus serupa inilah, maka saat pejabat negara menjadi bintang iklan. Bisa jadi, sekedar bintang iklan bagi produk daerah, seperti yang teralami Jokowi di akhir awal 2021 atau akhir Ramadhan 1442 H, terkait sejumlah produk kuliner daerah. Menurut Kementerian Perdagangan, promosi itu, lebh merupakan sebuah bentuk cinta buatan sendiri dan mempromosikan kuliner daerah. Tidak lebih dari itu. 

Selaras dengan apa yang kita sebutkan sebelumnya, maka konteks itu ada beberapa hal penting yang perlu dicatat.

Pertama, kalau menyaksikan acara Bikin Lapar di salah satu stasiun TV swasta, jelas dan tampak. Promosi kuliner mereka adalah promosi yang teralami dan dirasakan, kendati mungkin persepsi dan apresiasinya terhadap kuliner itu,  bersifat subjektif. Namun jelas dan nyata, pernyataan ditunjukkan setelah merasakannya.

Bagaimana dengan kuliner yang dipromosikan pejabat negara ?

Kedua, kalau meminjam kasus bintang iklan, terkadang mereka adalah sekedar 'wayang' dari sutradara. Artinya, bisa jadi, dirinya, tidak menikmati atau merasakan apa yang diucapkannya. Hanya karena kebutuhan pekerjaan, maka dia tunjukkan sikap profesionalisme sebagai bintang iklan. Mengiklannya sesuatu, yang tidak seluruhnya dia pun lakukan.

Sehubungan hal ini, muncul pertanyaan, apakah seorang pejabat negara adalah seorang bintang iklan ? apakah seorang politisi adalah seorang bintang iklan ?

Andai ada yang demikian, jangan-jangan, iklan demokrasi pun, adalah sekedar iklan belaka, dan bukan bagian dari gaya hidup dan kehidupannya ?!

jangan-jangan, iklan kerakyatan pun adalah sekedar iklan politik, yang belum tentu menjadi bagian dari gaya hidup dan kehidupannya ?



Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar