Sebagai tenaga pendidik,
khususnya guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah, sudah terbiasa
mendengar istilah pembelajaran barengan (cooperative
learning). Tetapi, sesering mendengar istilahnya, mungkin masih banyak yang
jarang menelaah mengenai karakter kelompok belajar siswa tersebut. Coba,
dipikirkan kembali, dan diingat kembali, apa yang menjadi alasan kita
mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tertentu ?
Asal berkelompok ? asal beda dari
pola pengelompokkan guru yang lain ? sesuai keinginan siswa, yaitu tidak
berkelompok dengan orang yang sama ? bagaimana kehendak guru saja ?
Ya, mungkin salah satu diantara alasan itu pernah hadir dalam pikiran kita. Walaupun kemudian, kita menegapkan cara pengelompokkannya tersendiri. Ada yang menggunakan teknik berhitung, dan atau menggunakan daftar siswa.
Itu adalah proses pengelompokkan
yang biasa terjadi di kelas. Kemudian
kita kembali ke pertanyaan tadi, apa
asalan pokok atau “alasan ilmiah” mengelompokkan seseorang pada kelompok
tertentu ?
Kebetulan saja. Ini juga baru tahu. Ternyata struktur kelompok atau proses pengelompokkan siswa di dalam kelas, juga perlu diperhatikan dengan seksama. Seorang guru, tidak boleh dengan semena-mena mengelompokkan siswa, tanpa maksud tertentu. Bahkan, adapun sudah ditentukan kelompoknya, seorang guru memiliki kewajiban untuk mengontol kegiatan kelompok sehingga target pembelajaran itu dapat dicapai dengan baik. Tidak boleh, dengan atasnama cooperative learning kemudian, siswa di kelompokkan. Tanpa alasan dan tanpa maksud yang jelas,
Menurut Antonella Poce (2010:42), ternyata
pengelompokkan siswa itu, memiliki strukturnya sendiri, dan bisa dibedakan
antara pengelompokkan yang satu dengan pengelompokkan yang lainnya. Dalam
analisisnya, ada dua karakter struktur kelompok belajar di kelas, yaitu Piagetian, dan Vygotskian.[1]
Kelompok Piagetian, cenderung mengelompokkan siswa pada satu kelompok dengan karakter yang homogen. Berbeda dengan Vygotskian yang cenderung membangun kelompok dengan skill atau kemampuan siswa yang beragam. Pembedaan dan pembagian kelompok itu, sudah tentu dimaksudkan untuk satu tujuan tertentu. Kalau dimaksudkan untuk melatih siswa belajar dalam berargumentasi, dan membangkitan motivasi maka Vygotskian jauh lebih baik. Sementara, kalau dimaksudkan untuk mengeksplorasi pemahaman secara mendalam, menurut Poce, Piegetian jauh lebih efektif.
Intinya, tetapkan tujuan, dan jadikan tujuan sebagai acuan dalam
membentuk kelompok belajar di kelas ! apakah siswa dikelompokkan secara
homogen atau heterogen berdasarkan prestasi
atau indikator lainnya semuanya bergantung pada tujuan pembelajaran itu sendiri !
[1] Gianluca Elia dan Antonella
Poce (Editors), 2010, Open Networked
“i-Learning” : Models and Cases of “Next-Gen” Learning, New York - London : Springer
0 comments:
Posting Komentar