Selama ini, kita lebih banyak
membincangkan mengenai pembelajaran berbasis elektronik, atau biasa disebut e-learning. Bahkan, bukan karena latah,
tetapimungkin lagi trendnya untuk zaman ini,
setiap aktivitas manusia, kerap disisipi
dengan konsep elektronik (e---).
Karena itu, dikenal ada istilah e-mail, e-filling, e-book, e-bussines,
e-government, dan lain sebagainya.
Baru saja ini, ada sebuah buku
yang disusun Gianluca Elia dan Antonella
Poce .[1]
Kedua penulis itu, mengumpulkan sejumlah pemikiran dari sejumlah penulis, dan
kemudian disatukan dalam satu karya dengan diberi judul “Open Networked “i-Learning” : Models and Cases of “Next-Gen” Learning”.
Kita tidak akan mengulas isi buku ini. Hal pokok yang ingin dikemukakan di sini, yaitu adanya perkemgangan pemikiran dan teori pembelajaran. Kedua editor itu tahu persis, bahwa di zaman sekarang ini lagi trend e-learning. Tetapi menurut kedua editor itu, dan mengacu pada sejumlah karya yang ada dalam buku ini, untuk generasi mendatang itu, bukan sekedar e-learning, tetapi butuh pembelajaran i-learning.
i-learning adalah konsep
yang mengandung prinsip dasar inovatif dan inkubasi. Gianluca Elia dan Antonella Poce mengatakan bahwa i-learning
itu, adalah pembelajaran yang inovatif-inkubatif. Inovasi adalah pencerahan
atau pembaharuan dari model pembelajaran lama. Kemudian, inkubasi diartikan “to
underline the urgency to have new environments in which incubating new
professional profiles”, atau secara sederhananya yaitu penetasan pada
lingkungan baru. Dalam istilah lain, inkubasi itu adalah bentuk nyata dari
kompetensi transformasi para pembelajaran pada situasi dan lingkungan baru.
Dalam menerapkan i-learning, ada enam komponen, dalam i-learning. Pertama, interdisipliner. Perlu digaris bawahi, meminjam istilah Poper, maksud dari interdisipliner itu, bukan berarti kita belajar banyak disiplin ilmu, tetapi kita belajar mengenai masalah, dan pemecahan masalah. Hanya saja, untuk memecahkan masalah memang membutuhkan informasi dari berbagai disiplin ilmu. Tetapi kunci pemikiran interdisipliner itu adalah pembelajaran berbasis masalah.
Kedua, interaktivitas.
Pembelajaran i-learning tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan satu kegiatan.
Membaca saja, menulis saja, atau berdiskusi saja. Seluruh potensi kegiatan yang
bisa dilakukan, kembangkan. Mulai dari mengamati, mendengarkan, membicarakan,
menuliskan, mengerjakan, dan mempresentasikan. Itulah yang disebut
interaktivitas.
Ketiga, internetworking. Bila perlu, lakukan kerjasama. Untuk pemecahan masalah, sebuah lembaga pendidikan, dapat bekerjasama dengan industry, perguruan tinggi, dan atau tim ahli (expert).
Keempat, indiviuasi. Pengalaman
dan kebutuhan individu menjadi sangat penting. Pembelajaran i-learning adalah
pembelajaran yang mengedepankan pengalaman pribadi. Dengan begitu, mereka
diharapkan mendapatkan experiences dari setiap pembelajarannya, dan akan
menjadi bekal dalam perkembangan pribadi di tahapan selanjutnya.
Kelima, adalah immediacy, atau kesiapan seseorang dalam mengikuti pembelajaran. Setiap peserta didik harus diposisikan dalam mentalitas yang bugar dan siap mengikuti kegiatan pembelajaran.
Terakhir yaitu interoperability. Adanya potensi
dan kemampuan untuk menerapkannya dalam
ragam system social. Pembelajaran dimaksudkan untuk bisa dioperasikan di rumah,
di sekolah atau di perusahana atau di masyarakat.
Sudah tentu dalam pelaksanaannya, keenam komponen itu, memiliki perbedaan kekuatan. Misalnya, dalam satu kali, praktek pembelajarna itu, sangat kuat dengan internetworkingnya, karena kerjasama dengan perguruan tinggi, tetapi sangat lemah dalam interoperability. Realitas ini merupakan dinamiak dari proses pembelajaran i-learning, Paduan dan sebaran kekautan antar komponen itulah, yang kemudian di sebut Gianluca Elia (2010:30-36), sebagai radar pembelajaran inovasi-inkubasi.
[1] Gianluca Elia dan Antonella
Poce (Editors), 2010, Open Networked
“i-Learning” : Models and Cases of “Next-Gen” Learning, New York - London : Springer
0 comments:
Posting Komentar