Sebagai
sebuah negara yang besar dan multietnis, kekayaan bahasa merupakan salah satu
kekayaan budayanya. Tetapi, seiring dengan perkembangan itu pula, interaksi dan
dinamika peradaban menyebabkan ada potensi kepunahan sejumlah bahasa daerah di
Indonesia.
Menurut
sebuah penelitian, di Indonesia ada 169 bahasa etnis/daerah yang terancam
punah. Kesimpulan itu, muncul saat Seminar yang berlangsung
pada Kamis (15/12) lalu di LIPI Jakarta. Abdul Rachman Patji dari Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, menjabarkan terdapat empat sebab
kepunahan bahasa etnis. Pertama, para penuturnya berpikir tentang dirinya
sebagai inferior secara sosial. Kedua, keterikatan pada masa lalu. Ketiga, sisi
tradisional dan terakhir karena secara ekonomi kehidupannya stagnan.
Disamping itu, terdapat juga beberapa bahasa yang dianggap memiliki ketahanan budaya yang relatif kuat, setidaknya, bahasa itu masih digunakan oleh penuturnya dengan jumlah lebih dari 1 juta penutur. Setidaknya, ada 13 bahasa daerah yang penuturnya di atas satu juta di antaranya, Minangkabau, Batak, Rejang, Lampung, Sunda, Makassar, Aceh, Jawa, Bali, Sasak, Bugis, Madura, dan Melayu.
Perlu dikemukakan di sini, mengenai
aspek lain yang bisa mempengaruhi faktor ketahanan budaya.
Pertama, aspek geografi. Sayangnya, untuk aspek yang satu ini, kita agak kesulitan untuk mendefinisikannya. Setidaknya, dilihat dari data tadi, ruang geografik, tidak mempengaruhi dan atau tidak menentukan ketahanan budaya. Ketahanan budaya, lebih disebabkan oleh faktor sosial-budaya masyarakat pada pendukungnya sendiri.
Kedua,
yang menarik adalah aktif dinamisme kultural masyarakat. Sejumlah suku yang
memiliki karakter aktif, dan dinamis, khususnya mobilitasnya tinggi, ternyata
memiliki ketahanan budaya yang kuat. Orang Sunda, Jawa, Bugis dan Batak, kendati
sering berinteraksi dengan budaya luar, ternyata mampu bertahan. Sementara bahasa-bahasa
yang terisolir, dan pendudukunya kurang berinteraksi dengan suku bangsa lain,
potensial punah !
Berdasarkan pertimbangan itu, interaksi dan mobilitas masyarakat, pada dasarnya, tidak ‘otomatis’ menyebabkan bahasa daerah punah. Mari kita kaji ulang hipotesis ini……
0 comments:
Posting Komentar