Dalam minggu ini, berkesempatan mengikuti webinar dari berbagai lembaga. Dua diantaranya dari program pendidikan geografi, dan dua diantara yang lainnya adalah jurusan pendidikan umum (fakultas tarbiyah). Motivasi dasar waktu, sesungguhnya sangat sederhana, yakni ingin mengetahui dampak pandemic terhadap dunia pendidikan, baik dalam konteks pendidikan umum (tarbiyah) maupun pendidikan geografi.
Pertanyaan dasarnya, sangat simpel, "apa dampak nyata dari peristiwa pandemic terhadap dunia pendidikan ?" pertanyaan yang sederhana ini, ternyata bila digali oleh para ahlinya, membuahkan narasi yang cukup panjang. Memang, ada pula yang memberikan narasi datar, sama seperti yang disampaikan jurnalis di media, baik cetak, elektronik atau media sosial. Tetapi, tidak jarang pula, ada kejutan-kejutan pemikiran, terkait dampak pandemic terhadap kehidupan nyata kita.
Salah satu yang menarik adalah saat, melakukan kajian mengenai dampak pandemic Covid-19, terhadap perkembangan region perkotaan. Narasi dan wacana ini menarik. Setidaknya, saya mendapatkan inspirasi ada beberapa point pemikiran, yang hendak dikemukakan di media ini, karena tidak berkesempatan untuk disampaikan di forum akademik dimaksud.
Pertama, dalam perspektif kita, pengalaman pandemic Covid-19 ini, menyadarkan kita bahwa program PSBB (pembatasan sosial berskala besar) itu, hendaknya tidak berbasis administrasi, melainkan berbasis kewilayahan-formal. Artinya, jika sektor perekonomian di DKI Jakarta itu, merupakan magnet-usaha (core bisnis) atau episentrum-ekonomi Jabodetabek, maka PSBB itu hendaknya berbasis kewilayahan. Karena, kalau di-PSBB sebagian daerah saja, maka roda ekonomi menjadi mati.
Kedua, pengalaman psysical distancing dan social distancing memancing kita untuk mengatakan bahwa perlu ada perubahan tata ruang, baik diinternal ruang (indoors) atau di luar ruangan (out doors). Gagasannya sangat sederhana, kadang kita menemukan ada ruang kerja yang padat-karya, dan juga padat-orang. Kepadatan ruang, akan melahirkan kerumunan, dan kondisi ini memudahkan terjadnya penularan. Oleh karena itu, jarak ruang kerja, setidaknya adalah 1,5 x 1,5 m setiap orang. Inilah jarak aman, nyaman dan sehat berdasarkan pengalaman pandemic Covid-19.
Ketiga, perlu adanya perubahan struktur perkotaan. Konsep distribusi, hendaknya digunakan bukan dalam pengertian spesialisasi, melainkan kelengkapan ruang. Artinya, gagasna distribusi itu bukan sekedar menyebar rumah sakit ke berbagai daerah, tetapi pemeratana fasilitas kehidupan (life skills), hendaknya tersebar merata pada setiap daerah. Keputusan ini, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas layanan publik kepada masyarakat.
0 comments:
Posting Komentar