Tidak semua orang, senang dengan perbedaan pendapat. Tidak semua orang, bisa, hidup dalam suasana perbedaan pendapat. Tidak semua orang kerasan, untuk hadir di tengah benturan pandangan.
opini, dengan seketika muncul dalam benak ini. Sesaat, selepas mengikuti sebuah kegiatan pertemuan. Pertemuannya disebut pertemuan dinas, dan dihadiri oleh orang-orang yang dipersepsi masyarakat, adalah dewasa dan berpendidikan. Tetapi, seusai rapat itu, perasaan ini malah gelisah dan merasa tidak nyaman, dengan tanggapan beberapa orang, yang menilai bahwa rapat barusan, terbilang kurang nyaman.
"lha, apa masalahnya..?"
Tidak lebih dan tidak kurang, yakni sebagai buntut lanjutan dari dinamika rapat. Dalam sebuah rapat, terlebih kalau dibuka sesi usulan dan pemikiran, sudah tentu, akan muncul gagasan dan upaya mempertahankan gagasan. Dalam situasi itu, tidak jarang, akan saling serang dan koreksi terhadap pandangan orang lain, dan mungkin jadi, termasuk menusuk kelemahan argumentasi yang dipikirkan orang lain.
Rasanya, situasi serupa itu adalah biasa. Malahan, kalau suasana adu pendapat dan usulan, tidak ada budaya koreksi dan kritik, maka iklim rapat itu, akan monoton, dan tidak senafas dengan maksud dan tujuan untuk menggali pandangan, usulan, pendapat atau gagasan segar dalam menyelesaikan sebuah masalah.
tetapi, lagi-lagi, kita harus mengukur diri. Tidak semua orang siap dengan perbedaan pendapat. Saya termasuk orang diantara, mereka, mungkin. Indikasinya, sangat mendasar, "merasa sakit, atau tidak enak hati, kalau pandangan kita di koreksi, habis-habisan oleh orang lain.."
Bila kita berhadapan dengan situasi serupa itu, satu diantara kelakuan orang, seperti yang saya rasakan, "sakit hati, kalau di koreksi sampai akar-akarnya, sehingga tampak gagasan kita lemah dan tidak berdasar...". Dalam situasi serupa itulah, seseorang, akan hadir dalam dua karakter, membela diri dengan emosional, atau menerima kenyataan dengan mengurut dada tiada henti.
Secara pribadi, lagi-lagi secara pribadi, kerap kali termenung. "Untuk apa kita lakukan serupa itu, dan mengapa kita melakukan hal serupa itu? bukankah hal wajar, bila dalam sebuah diskusi ada adu pendapat ? bukankah hal yang wajar, bila antar pandangan akan saling koreksi ? bukankah kita hendaknya bisa bersyukur kalau gagasan-lemah kita di koreksi, sehingga bisa tampil dengan gagasan yang lebih baik ?
Impian serupa itu, memang tidak mudah untuk ditunjukkan. Tetapi, sejatinya, koreksian terhadap gagasan kita, adalah sumbangsih sahabat kita dengan harapan, kita mampu mengemuka dengan gagasan yang lebih kuat, kokoh dan bernash. Karena itu, tidak ada alasan untuk sakit hati, malahan, sakit hati itu perlu ada, kalau orang lain membiarkan kita berkubang dengan gagasan yang buruk, lemah dan tidak mendasar....., yakni pada saat mereka tidak peduli dengan gagasan kita......?!
0 comments:
Posting Komentar