Tidak banyak yang bisa menjadi bahan cerita. Kisah –sebut saja, Mulyadi atau dipanggil Yadi, menjadi salah seorang alumni yang bisa menjadi bahan cerita di sini.
Mulyadi dikenal sebagai
anak yang pemalas. Setidaknya itulah, cap banyak orang terhadapnya. Selama
berseragam Aliyah, kebiasaannya hanya main, senda gurau, bahkan sesekali
membuat iseng kepada teman-temannya. Kegiatan itu, hampir dilakukan setiap
hari, sehingga melalaikannya sebagai seorang pelajar.
“Mana tugas?!” tanya seorang guru
“kok, gak ada catatan
materi sedikitpun..!” guru yang lain memberikan komentar terhadap kegiatan
hariannya.
“Kemana aya, datang kok
telat..” sambung wali kelas yang tengah memberikan pembinaan.
“gimana mau kuliah, kalau
nilainya seperti ini terus..!” tukas guru mata pelajaran peminatan dihadapan Yadi,
yang memegang lembaran hasil ulangan.
Kisah serupa itu, atau
komentar dan tanggapan serupa itu, sering dia dengar di dalam kelas. BAhkan,
teman-temannya pun, merasa sudah biasa. Telinga teman-temannya sudah tidak
merasa aneh, dengan ragam komentar, tanggapan atau celotehan guru terkait
dengan Mulyadi selama belajar di Aliyah waktu itu.
Hemat kata, selepas lulus
dari Aliyah, Mulyadi menjadi Cadi (asisten) mincing di sebuah kolam-bisnisan
tetangga. Maklum, mincing menjadi bagian dari hobinya, maka kemudian, profesi mincing
ini menjadi salah satu kegiatan hariannay setelah lulus madrasah.
Tugasnya tidak banyak. Sesekali
sekedar memberikan advise umpan ikan, memasang umpan ke kail, dan menyimpan
ikan, atau memberikan makanan dan minuman kepada para pemancing. Tugas dan
profesi itu, Mulyadi jalani hampir setengah tahun terakhir, selepas lulus dari madrasah.
Suatu hari, ada rombongan
dari pegawai perbankan terhormat di Negeri ini.
Mereka datang dari Ibukota Negara, dengan membawa tidak kurang 10 orang
pegawai di perbankan tersebut. Maksud dan tujuannya, sudah pasti dan jelas,
yaitu unuk menyalurkan hobi sambil melepas penat, rutinisme mingguan selama
ini. Hobinya, ya itu yadi, mancing di kolam pemancingan.
Interaksi antara cadi dan
pemancang sangat intens. Terlebih dengan jumlah peserta pemancingnya cukup
banyak. Tak pelak lagi, Yadi, sebagai anak muda di kolam pemancingan itu,
dengan cekatan dan santun-makulum lulusan madrasah, dapat memberikan layanan baik
dan terbaik kepada para tetamunya.
Satu diantara tetamunya itu,
ada pejabat perbankan, yang berpengaruh. Memperhatikan gerak-gerik, dan cara kerja anak
muda di kolam pemancingan itu, dia tertarik dengan kinerjanya tersebut.
“kamu masih sekolah?”
tanyanya, yang kemudian dijawab Yadi, “sudah lulus,..”
Mendengar jawaban tersebut,
kemudian, pejabat perbankan itu, memberikan tawaran kepada Yadi untuk menjadi
supir pribadi, dan bekerja di Jakarta. Mendengar tawaran itu, sontak saja, Yadi
merasa terkesan, dan menyanggupi tawaran pekerjaan tersebut.
Tidak lama dari itu, hanya
berselang beberapa hari, berbekal kartu nama yang diberikan pejabat perbankan
itu, Yadi berangkat ke Jakarta dengan maksud dan tujuan mengadu nasib sebagai
supir pribadi, dan meninggalkan tugasnya sebagai cadi di kolam pemancingan.
Entah bagaimana cerita
selanjutnya.
Suatu saat, di media sosial
muncul, akun bernama Mulyadi dengan status yang cukup gagah. Dalam pengakuannya, tiga tahun terakhir, dia
sudah berada di posisi sebagai pengawal pengiriman uang ke berbagai daerah di
Jawa Barat. Padahal profesi sebelumnya, hanya seorang supir pribadi, dan
kemudian naik pangkat menjadi satpam perbankan, dan kini menjadi pengawal pengiriman uang yang
akan didistribusikan ke lembaga keuangan lainnya.
Di sinilah, nasib yang
unik. Dia mampu menjajalani hidup sukses. Kendati tidak kualiah di perbankan,
namun dia mampu menjadi salah satu pegawai perbankan terhormat di Ibukota
negara, dengan jabatan sebagai pengawal (sekuriti) pengiriman uang ke lembaga
bank. Menurut informasi, gajinya pun
sudah cukup tinggi, terlebih lagi, di lembaga perbankan di ibukota negara. Tentunya
sudah diatas UMR, atau 5 juta rupiah perbulannya, sudah pasti ada ditangannya,
untuk tahun 2020-an ini.
Itulah kebahgaiaan kami sebagai tenaga pendidik, yang
telah membesarkannya, kendati mungkin, selama sekolahnya kerap merenddahkan
kemampuannya. Sebagai tenaga pendidik pun, kadang kami merasa malu, mungkin kesuksesannya itu, bukan
buah dari pembelajaran kami, tetapi lebih karena keberuntungan yang dia miliki.
Akhir kisah, baru saja, dua
hari lalu, bertepatan dengan hari hipertensi di 2022, jantung ini dibuatnya
berdetak.
“Yadi sudah Kembali ke kampung
halaman, dan dia kini nganggur..”, tutur sang pembawa berita.
“Lha..?” kaget dibuatnya, “kenapa?”
tanyaku.
Menurut pengakuannya, sebagaimana yang disampaikan ke si penutur, sifat malas belajarnya muncul. Di suruh belajar dan kuliah lagi oleh pimpinannya, malah malas-malasan, dan akibatnya, Yadi berhadapan dengan situasi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dia gagal testing. Dampak lanjutannya, akibat ada rasionalisasi, akhirnya Yadi pun tersingkir dan dikeluarkan dari pekerjaannya.
Apa ?
0 comments:
Posting Komentar