Ar-Raghib al-Asfahani
Pertama,
konsep sari’u digunakan dalam konteks negative atau buruk. Orang-orang kafir, menunjukkan sikap yang
semangat atau melakukan tindak kekufuran dengan cepat. Cepatnya mereka
melakukan kekufuran, pada dasarnya tidak merugikan Allah Swt, justru mereka
sendirilah yang rugi.
﴿ وَلَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ
فِى الْكُفْرِۚ اِنَّهُمْ لَنْ يَّضُرُّوا اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ اَلَّا
يَجْعَلَ لَهُمْ حَظًّا فِى الْاٰخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌۚ ١٧٦ ﴾ ( اٰل عمران/3:
176)
Janganlah engkau (Nabi Muhammad) dirisaukan oleh orang-orang yang dengan cepat melakukan kekufuran. Sesungguhnya sedikit pun mereka tidak merugikan Allah. Allah tidak akan memberi bagian (pahala) kepada mereka di akhirat dan mereka akan mendapat azab yang sangat besar. (Ali 'Imran/3:176)
﴿ ۞ يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ
يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِاَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ
تُؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا ۛ سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمّٰعُوْنَ
لِقَوْمٍ اٰخَرِيْنَۙ لَمْ يَأْتُوْكَ ۗ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ مِنْۢ بَعْدِ مَوَاضِعِهٖۚ
يَقُوْلُوْنَ اِنْ اُوْتِيْتُمْ هٰذَا فَخُذُوْهُ وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوْا
ۗوَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ فِتْنَتَهٗ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهٗ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا ۗ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللّٰهُ اَنْ يُّطَهِّرَ قُلُوْبَهُمْ ۗ لَهُمْ
فِى الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖوَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ٤١ ﴾ ( الماۤئدة/5:
41)
Wahai Rasul
(Muhammad), janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera dalam
kekufuran, yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka,
“Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman, dan juga orang-orang
Yahudi. (Mereka adalah) orang-orang yang sangat suka mendengar (berita-berita)
bohong lagi sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum
pernah datang kepadamu. Mereka mengubah firman-firman (Allah) setelah berada di
tempat-tempat yang (sebenar)-nya. Mereka mengatakan, “Jika ini yang diberikan
kepada kamu, terimalah. Jika kamu diberi yang bukan ini, hati-hatilah.” Siapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka sekali-kali engkau tidak akan mampu
menolak sesuatu pun dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak
hendak menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat
akan mendapat azab yang sangat berat.
(Al-Ma'idah/5:41)
Orang yang bergerak cepat dalam
melakukan dosa atau keburukan, pada dasarnya lebih disebabkan karena mereka
memiliki penyakit dalam hati (fi qulubihim maradhun). Penyakit yang ada dalam
jiwanya itu, yakni terhinggapi rasa takut, kemudian minta perlindungan kepada
selain Allah, yang kemudian pada akhirnya mereka pun menyesali perbuatannya
tersebut.
فَتَرَى ٱلَّذِينَ
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ يُسَٰرِعُونَ فِيهِمۡ يَقُولُونَ نَخۡشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا
دَآئِرَةٞۚ فَعَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَ بِٱلۡفَتۡحِ
أَوۡ أَمۡرٖ مِّنۡ عِندِهِۦ فَيُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَآ أَسَرُّواْ فِيٓ
أَنفُسِهِمۡ نَٰدِمِينَ ٥٢ [ المائدة:52]
Maka kamu akan melihat orang-orang yang
ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka
(Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat
bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada
Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka
menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. [Al
Ma"idah:52]
Seperti
halnya yang dilalukan orang-orang Yahudi. Allah Swt memberikan penegasan bahwa
perbuatannya itu amatlah buruk dalam pandangan Tuhan.
وَتَرَىٰ كَثِيرٗا مِّنۡهُمۡ
يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِ
وَأَكۡلِهِمُ ٱلسُّحۡتَۚ لَبِئۡسَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٦٢ [ المائدة:62]
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari
mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang
haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. [Al
Ma"idah:62]
Ibnu Katsir
Kedua,
konsep sari’u digunakan dalam konteks positif,
misalnya sifat orang beriman yang
bersegera melakukan pelbagai kebajikan (sari’u fil khairat). Inspirasi
yang bisa kita gali, misalnya dari firman Allah Swt :
يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ
وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ
وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ
وَيُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ١١٤ [ آل عمران:114]
Mereka beriman kepada Allah dan hari
penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar
dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk
orang-orang yang saleh. [Al 'Imran:114]
Dari ayat 114 surat ali Imran,
kita menemukan informasi bahwa ada 5 (lima) ciri orang shaleh, yaitu beriman
kepada Allah, beriman kepada hari akhir, menyuruh pada kebaikan, mencegah
kemunkaran, serta menyegerakan pelbagai kebajikan. Satu diantara sekian amal
kebajikan yang perlu disegerakan itu adalah memohon ampunan Allah Swt.
۞وَسَارِعُوٓاْ
إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ
وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣ [ آل عمران:133]
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, [Al 'Imran:133]
Selain
itu, penyegeraan kebaikan itu, perlu dilakukan pula dalam berdo’a. Berdo’a
kepada Allah Swt janganlah ditangguh-tangguhkan, Bukan berdoa dengan teruburu-buru, tetapi cepatlah berdoa, jangan
lembek atau lalai. Sikap menyegerakan berdoa, adalah contoh dari Nabi Yahya As,
sebagaimana dalam firman Allah Swt :
فَٱسۡتَجَبۡنَا
لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ
يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ
لَنَا خَٰشِعِينَ ٩٠ [ الأنبياء:90]
Maka Kami memperkenankan doanya, dan
Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami.
[Al Anbiya":90]
Kita
semua yakin, mereka yang menyegerakan amal kebajikan, maka mereka pulalah yang
akan mendapatkan lebih dulu imbalan kebaikan itu.
أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ
فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ ٦١ [ المؤمنون:61]
mereka itu bersegera untuk mendapat
kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. [Al
Mu"minun:61]
Prestasi
dan kesuksesan, hanya akan diberikan kepada mereka yang berusaha secara sungguh
hati dalam menyegerakan kebajikan-kebajikan dalam hidup dan kehidupan.
Sayangnya, memang masih banyak diantara manusia yang tidak sadar. Mereka merasa
sudah menyegerakan, padahal yang dilakukannya adalah sikap tergesa-gesa.
نُسَارِعُ لَهُمۡ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
بَل لَّا يَشۡعُرُونَ ٥٦ [ المؤمنون:56]
Kami bersegera memberikan
kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. [Al
Mu"minun:56]
Terkait
ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan mengenai konteks bahwa orang-orang yang teperdaya itu
mengira bahwa Kami memberikan kepada mereka harta benda dan anak-anak karena
kemuliaan mereka menurut Kami dan karena kehormatan mereka di sisi Kami? Tidak,
sebenarnya tidak seperti apa yang mereka dugakan dalam ucapannya itu. Jalalain
memberikan penekanan bahwa berbagai hal yang diberikannya itu adalah pengluluh atau Istidraj buat mereka.
Berdasarkan
pemikiran itu, dapat disimpulkan bahwa sari’u itu mengandung makna melakukan
percepatan pikiran, sikap atau tindakan dalam melakukan sesuatu. Percepatan
yang dilakukan, dilandasi oleh tujuanm strategi dan rencana. Bila tidak
dihadirkan komponen tersebut, maka seseorang bisa terjebak pada sikap
tergesa-gesa. Tergesa-gesa atau terburu-buru, adalah percepatan Tindakan tanpa
pertimbangan, dan sikap seperti ini potensial menyebabkan terbukanya pintu
kegagalan.
0 comments:
Posting Komentar