Dalam bulan terakhir ini, ramai perbincangan mengenai pendidikan barak. Biasa saja, pro dan kontra menjadi menu utama obrolan di media sosial. Netizen pendukung dan penolak, secara bersamaan, bercampur memberikan tanggapan terhadap kebijakan Pemda Provinsi Jawa Barat, mengenai pengembalian anak-anak nakal ke Barak, untuk dibina dan dididik.
Tidak mudah untuk memahami pendekatan ini, atau lebih tepatnya, tidaklah sederhana dalam menangani kasus anak nakal ini. Terdapat cukup sisi dan faktor yang bisa dikemukakan, untuk bisa memahami esensi dari pendidikan barak ini.
Namun, untuk dijadikan bahan pertimbangan, tentunya, kita dapat mengajukan pertanyaan, kenapa harus di kebarakkan ? adalah hal ini, sebagai bentuk kritik sosial terhadap ketidakmampuan lembaga pendidikan dalam menangani kenakalan anak-anak ? Ya, tidak mudah untuk memberikan tanggapan terhadap masalah yang diajukan tersebut. Namun demikian, sebagai bahan obrolan, untuk meramaikan jagat maya ini, tidak ada salahnya, kita pun nimbrung obrolan sesuai dengan pemahaman kita kali ini.
Pertama, kehadiran pendidikan Barak, menunjukkan adanya sisi yang tak berfungsi dalam pendidikan atau pembinaan terhadap karakter peserta didik di lembaga pendidikan formal maupun informal.
Kedua, andai disebut berfungsi, kehadiran anak nakal menunjukkan ketidakmaksimalannya pendidikan karakter di lembaga pendidikan formal dan informal.
Ketiga, bila hendak dikatakan, bahwa lembaga pendidikan formal dan informal sudah menunjukkan usaha yang maksimal, maka dapat diduga belum ditemukannya pendekatan efektif dalam menangani kasus kenakalan anak-anak, yang kemudian melahirkan stigma anak nakal.
Keempat, kehadiran pendidikan Barak memberi kesan bahwa masalah kenakalan dapat digeneralisasi dengan satu teknik yang, yakni pendidikan Barak. Sementara, dunia pendidikan, khususnya guru dan orangtua, memiliki makna 'kenakalan' secara variasi, sehingga memunculkan pentingnya variasi pendekatan dapat menghadapi anak nakal.
Seperti yang terungkap di media sosial. Ada anak yang tidak shalat berjamaah, disebut anak nakal. Ada yang sering kesiangan disebut anak nakal. Ada yang masuk klub motor, disebut anak nakal. Mereka itu ada yang sudah masuk ke Barak. Namun, masyarakat masih bertanya, adakah anak-anak pelaku tawuran atau huru-hara jalanan dengan kendaraan roda 2, sudah masuk ke pendidikan barak ?
Terakhir, mari renungkan bersama. Ada yang nakal, karena kurang perhatian. Ada yang nakal karena ingin eksis. Ada yang nakal, karena insting berkuasa dan sombong dihadapan orang lain. Ada yang nakal, karena ingin mendapat kekuasaan. Manakala keragaman kenakalan itu dihapami, dan kemudian diselesaikan dengan pola yang sama, akankah hal ini, malah meniadakan keberagaman latar masalah dalam memahami masalah anak muda ? Bila demikian adanya, akankah pendidikan yng diseragamkan, melahirkan pencerahan dalam memecahkan maslaah anak-anak muda sekarang ini?