Just another free Blogger theme

Sabtu, 31 Mei 2025

Anak ‘nakal’ atau kenakalan remaja, adalah istilah yang popular di tengah Masyarakat kita. Di jawa Barat, malah ada sebutan, anak nakal bisa dibarakkan. Maksudnya, anak nakal ada potensi untuk dididik di sistem pendidikan barak, yang bertempat di lembaga pendidikan militer. Sistem dan budayanya,  mungkin bisa disebut militer, tetapi tidak militeristik. Andaipun disebut semi-militer pun, tidaklah tepat. Karena, prinsip-prinsip pembelajarannya, tetap mengacu pada upaya membangun kedisiplinan kepada generasi muda, tanpa dimasuki ideologi kemiliteran yang sifatnya doktrin atau komando.


Sepanjang apapun tulisan diatas, tetap saja, melahirkan pro kontra.  Kesempatan ini, kita tetap, tidak akan masuk pada wilayah pro kontra tersebut.  Konten yang dimaksud dalam narasi kali ini, lebih disebabkan karena kepenasaran diri, terhadap konsep “nakalan” yang ada dalam al-Qur’an, dan baru sadar, pentingnya untuk melakukan kajian terhadap konsep tersebut.

Meminjam catatan Asfahani, kata nakala mengandung dua makna pokok, yaitu (1) jika diterapkan pada kalimat “nakala ani syai-in, artinya ‘ia lemah terhadap sesuatu’, sedangkan kata ‘naklun’, artinya ikatan pada Binatang melatan, atau besi pelana. Pada makna yang kedua itu, kata naklan ada sesuatu yang mengikat (Ashfahani 2017:687). Sesuatu yang mengikat, seperti besi pelana, tentunya akan bermanfaat atau berguna, bila diikat dengan kuat, atau keras.  Ikatan itu, biasa pula digunakan untuk mengikat orang yang berlaku criminal, dan karena itu, maka sebuah ikatan adalah sesuatu yang menyiksa.

Pada konteks terakhir itulah, mudah dipahami, bila kemudian, kata ‘nakalan’ kerap dimaknai sebagai siksaan, sebagaimana pemaknaan terhadap firman Allah Swt berikut :

﴿ وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٣٨ ﴾ ( الماۤئدة/5: 38)

Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Ma'idah/5:38)

Pemaknaan terhadap ayat ini, dalam tafsir Jalalin (Syuyuthi and Mahalliy 2009), nakalan itu merupakan ta’zir (balasan) terhadap perbuatan yang telah mereka lakukan, atau istilah ibnu Katsir, “dari Allah terhadap keduanya karena berani melakukan tindak pencurian.” (Dimasqy 2015).

﴿ فَاَخَذَهُ اللّٰهُ نَكَالَ الْاٰخِرَةِ وَالْاُوْلٰىۗ ٢٥ ﴾ ( النّٰزعٰت/79: 25)

Maka, Allah menghukumnya dengan azab di akhirat dan (siksaan) di dunia.  (An-Nazi'at/79:25)

Wahbah az-Zuhaili, dengan merujuk pada kisah Fir’aun di zaman nabi Musa As itu, maka kata ‘nakalan’ itu adalah menenggelamkannya ketika di dunia dan membakarnya ketika di akhirat (Zuhaili 2013b:357-358).  DItempat lain, disebutkannya menyiksanya di akhirat dengan membakarnya di neraka jahannam dandi dunia dengan menenggelamkannya di laut. Kisah atau peristiwa Fir’aun itu, selain menunjukkan bentuk siksaan kepada para pelaku di zaman itu, pun, menjadi Pelajaran bagi umat di masa itu, dan masa sekarang ini.

Terkait hal itu, maka teranglah sudah, penjelasan Ibnu Katsir terkait upaya menjelaskan ayat ini, dengan mengatakan bahwa pesan firman Allah Swt itu, adalah ‘Allah menghukumnya dengan hukuman yang membuatnya menjadi pelajaran bagi orang lain yang membangkang terhadap perkara hak seperti dia di dunia ini” (Dimasqy 2015).

﴿ اِنَّ لَدَيْنَآ اَنْكَالًا وَّجَحِيْمًاۙ ١٢ ﴾ ( المزّمّل/73: 12)

Sesungguhnya di sisi Kami ada belenggu-belenggu (yang berat), (neraka) Jahim, (Al-Muzzammil/73:12)

Merujuk dua ayat tersebut, dapat disederhanakan bahwa konsep ‘ankalan’ adalah ‘belenggu yang berat’ (Zuhaili 2013b) yang mengikat kuat dan erat  para penghuni di neraka Jahannam, dan perlu dijadikan pelajaran bagi generasi berikutnya.  Pesan ini, terasa kuat dalam firman Allah Swt berikut :

﴿ فَجَعَلْنٰهَا نَكَالًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْنَ ٦٦ ﴾ ( البقرة/2: 66)

Maka, Kami jadikan (yang demikian) itu sebagai peringatan bagi orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah/2:66)

Kata ‘nakalan’ itu, menurut Ibnu Katsir adalah peringatan. Oleh karena itu, kata faja’alnaha nakalan’ maksudnya “Kami siksa mereka dengan suatu siksaan”, lalu Kami jadikan siksaan itu sebagai peringatan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya mengenai Fir'aun, yaitu, “Maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan di dunia.” (An-Nazi'at: 25). Azab diakhirat itu, sebagai peringatan kepada manusia yang masih hidup di dunia ini.

Wahbah az-Zuhaili mengartikan kalimat pertama ayat tersebut, yakni “hukuman tersebut menjadi pelajaran bagi orang yang memetic ibrah darinya; yakni hukuman itu mencegahnya melakukan perbuatan seperti yang mereka lakukan.”. Petikan ibrah itu, diharapkan bisa didapat oleh umat-umat yang hidup di zaman itu atau di zaman setelahnya. Kemudian, secara secara khusus yakni bagi "orang-orang yang bertakwa". Hal itu, menurut az-Zuhaili karena karena merekalah yang memetik manfaat darinya, berbeda dengan orang-orang selain mereka. Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menjaga diri dari siksa neraka dengan cara melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah dan menjauhi maksiat yang dilarang-Nya.' (Zuhaili 2013a).

Berdasarkan pembahasan ini, kita mendapatkan kesan bahwa konsep nakal, dalam kepustakaan Islam, adalah ‘kenampakkan’ hasil dari perbuatan manusia. Kenakalan yang didapat hari ini, adalah ulah dari  peruatannya dimasa lalu. Seperti halnya Fir’aun yang mendapat nakalan, karena melakukan perbuatan yang  tidak selaras dengan tuntutan agama di masa lalunya.

Seseorang yang mendapat status ‘nakalan’, secara konseptual, ‘terikat’ oleh proses hidup yang dialaminya. Seorang pelaku yang mendapat nakalan, dia tidak bisa melepas kebiasaan masa lalu, dan tidak lepas dari dampak yang diterima, akibat perbautan masa l alunya. Itulah ikatan yang menyebabkan ketersiksaan dirinya hari ini. Tidak mudah untuk keluar dari kebiasaan, atau ‘ikatan’ hasil didikan sosial sebagaimana yang dialami selama ini. Upaya melepas dari kebiasaan, itu akan terasa menyiksa bagi siapapun yang berusaha ingin lepas dari kondisi itu. Padahal, mau tidak mau, untuk bisa berusaha (hijrah) seseorang harus bisa melepaskan diri dari ikatan-kebiasaan atau pembiasaan masa lampaunya, walau rasa berat atau sakit yang dirasakan.

Jelas dan tegas, bahwa kenakalan itu adalah keadaan yang menyiksa, baik bagi si pelaku atau orang lain. Kenakalan adalah produk dari perbuatan manusia masa lalu, dan dirasakan sebagai sebuah musibah atau bencana atau azab atau siksaan. Hal penting dari itu, pesan Qur’an, bukan mengajak untuk mengutuk kenakalan, melainkan perlu dijadikan sebagai Pelajaran bagi generasi yang datang kemudian, serta menjadi Pelajaran bagi orang yang bertakwa.

 

Daftar Pustaka

Ashfahani, Ar-Raghib Al-. 2017. Kamus Al-Qur’an 3 : Penjelasan Lengkap Makna Kosakata Asing (Gharib) Dalam al-Qur’an. ed. Ruslan Nurhadi. Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id.

Dimasqy, Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-. 2015. Tafsir Ibnu Katsir. terjemahan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Syuyuthi, Jalaluddin Asy-Syuyuthi, and Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al- Mahalliy. 2009. Tafsir Jalalian. Tasikmalaya : PERSIS 91. http://www.maktabah-alhidayah.tk (April 18, 2025).

Zuhaili, Wahbah Az-. 2013a. Tafsir Al-Munir 1. Jakarta: Gema Insani Press.

Zuhaili, Wahbah Az-. 2013b. Tafsir Al-Munir 15. Jakarta: Gema Insani Press. 

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar