Just another free Blogger theme

Sabtu, 20 Desember 2025

Ada dua kejadian, yang perlu menjadi bahan renungan kita bersama. Kedua kejadian ini, terkait dengan kebaikan orang.  Pertama, disampaikan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat  (DPR) dari Fraksi Partai Gerindra, Endipat Wijaya, menyinggung donasi warga untuk korban bencana Sumatera yang viral meski angkanya lebih kecil dari bantuan pemerintah. Dia menilai seharusnya bantuan pemerintah yang besar juga diketahui oleh masyarakat.



Endipat juga menyindir relawan yang datang ke lokasi bencana dan kemudian viral. “Orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir dari awal. Ada yang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana,” ujar Endipat. Begitulah, pemberitaan yang disampaikan oleh sejumlah  media.

Jumat, 19 Desember 2025

Ada berita menggembirakan. Berita ini, terkait dengan nilai kedermawanan bangsa Indonesia. Inilah beritanya.


Dalam tujuh tahun terakhir secara berturut-turut sejak tahun 2018-2024, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan riset publik Charities Aid Foundation dalam tajuk World Giving Index. Predikat ini merupakan modal sosial bagi Indonesia.  

Setelah tahun 2018, Indonesia menggeser Myanmar yang pada tahun 2017 sebagai negara paling dermawan di dunia, posisi pertama Indonesia belum pernah tergeser hingga tahun 2024. Tren positif Indonesia secara skor indeks stabil naik dari 59 hingga 74. Angka yang disebut terakhir bahkan menjadi skor indeks tertinggi untuk sebuah negara pada World Giving Index (WGI) sejak dirilis pada tahun 2010

Namun, dalam waktu terakhir ini, kita pun, mendapat berita yang mengagetkan nalar kita. Pemerintah menolak bantuan asing, terkait dengan uluran tangan mereka untuk korban bencana di Sumatera.

Kamis, 18 Desember 2025

Bagi sebuah negara sekular, tidak akan membedakan antara organisasi sakral dan organisasi profan. Sementara, untuk sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai dan norma agama, simbolisasi kesakralan dan Profanitas akan senantiasa hadir di benaknya. Disadari atau tidak, kesadaran ini, akan muncul dari alam bawah sadarnya. Lembaga ekonomi, olahraga, dapat lah disebut sebagai salah satu contoh lembaga profan atau duniawi, sedangkan lembaga keagamaan, masuk dalam kategori lembaga sakral atau suci. 



Tentunya, pembedaan itu sendiri, tidak selamanya sama, dan bisa berbeda pendapat. Bergantung sudut pandang. Penulis akui dan sadari itu. Namun untuk memudahkan pemahaman sederhana saja, agama dan organisasi keagamaan, serta seluruh kegiatan keagamaan di dalamnya adalah kegiatan-kegiatan sakral.

Rabu, 17 Desember 2025

Bencana sudah nampak. Korban sudah jadi fakta. Kehilangan harta benda, bukan sekedar berita. Namun lucu dan luar biasanya, di masyarakat kita, khususnya Pemerintah dan pejabat negara masih melahirkan kontroversi yang kehilangan nilai pragmatisnya. Tidak sedikit, dan cukup sering kita mendengar, sikap, tindakan dan kebijakan pemerintah atau elit negara ini, malah melahirkan perbincangan yang tak berkesudahan, dengan mengabaikan fakta penderitaan rakyat.


Sebagian sudah diklarirfikasi, dan sebagain lain sudah pula minta maaf. Tetapi, catatan digital ini, masih tetap juga perlu dijadikan bahan renungan bagi kita semua.

Selasa, 16 Desember 2025

Bagi seorang Geograf, konsep jarak itu penting. Jarak (distance) adalah ruang antara dua titik. Ruang antara dua titik ini, merupakan gejala keruangan, yang memiliki makna tersendiri, baik itu dalam pengertian kedekatan, keterjangkauan, atau keakraban. Semua hal itu, bisa ditafsirkan dalam konteks memahami hakikat jarak.



Ketidaktepatan kita dalam mengartikan dan memanfaatkan jarak, potensial melahirkan narasi keruangan yang beragam. Karena kesalahan mengartikan jarak, bisa menyebabkan distintegrasi sosial, dan karena sempurna memanfaatkan jarak mampu membangun kerukunan dan keharmonian. 

Senin, 15 Desember 2025

Dalam konteks peradaban hari ini, kita, baik sebagai guru maupun sebagai orangtua, kerap kali dihadapkan pada perilaku anak rejama yang aneh-aneh, dan mengusik rasa. Iya, betul, mengusik rasa. Bukan sekedar menyentuh, dan mengusik, bahkan ada yang tercabik-cabih rasa.


Sewaktu masih ramai, memanfaatkan kendaraan umum bernama angkutan kota (ANGKOT), tak jarang, bila pulang kerja, akan bertemu dengan pasangan remaja, di angkot duduk berduaan. Bersandingan. Bahkan, bercumbu mesra. Mereka tidak risih dengan orang yang ada di sekitarnya.

Minggu, 14 Desember 2025

Ide ini, sejatinya bukan barang baru. Begitulah, dalam pandangan para ahli. Eh, mungkin. Penulis sendiri, tidak begitu banyak membersamai perkembangan akademik di dunia kampus. Penulis sekedar membaca dari apa yang ada, diterima di media sosial, dan atau kepikiran saat menuangkannya dalam ruang-digital ini. Kendati demikian, ide ini pernah disampaikan di beberapa kesempatan, walaupun belum banyakmendapat respon. 

Mungkin tidak menarik.


Sekali lagi, walaupun tidak menarik, dan belum merangsang pemikiran sejumlah pihak, di ruang-digital ini, penulis ingin sampaikan ulang mengenai perkembangan karakter disiplin ilmu geografi.