Kesadaran spiritualitas
masyarakat Amerika Serikat, cenderung meningkat. Penilaian seperti ini, bisa
dianggap benar, tetapi juga bisa keliru. Selepas ditemukannya dan
dipublikasikannya konsep kecerdasan spiritual, orang-orang Barat kian menyadari mengenai aspek spiritual dan
mengenai kecerdasan spiritual. Tetapi, persoalannya, apakah dengan demikian,
menunjukkan bahwa orang Amerika Serikat khususnya, dan Barat pada umumnya, bisa
dikatakan semakin sadar akan agama ?
Bila kemudian kita membaca buku, yang ditulis Robert C. Fuller (2001)[1], kita bisa memahami masalah ini. Bahkan, kita bisa memberikan pemetaan, mengenai apa yang sedang terjadi pada masyarakat modern saat ini. Karya Fuller yang diberi judul, Spiritual, But Not Religious, merangsang kita untuk merenungkan dan merefleksikan mengenai apa yang sedang terjadi.
Sebagaimana yang diajukan Robert C.
Fuller (2001:5), masalah spiritual itu adalah masalah kesadaran yang ada pada
ruang pribadi (private sector). Keyakinan, kesadaran, keimanan, dan atau komunikasi
dengan sesuatu yang bersifat transenden. Sementara, religion atau agama, adalah sesuatu yang bersifat umum
atau kewargaan (public sector). Dengan kata lain, beragama itu mengandung makna
keanggotaan terhadap salah satu system kepercayaan yang terorganisir, yang
tumbuhkembang di masyarakat.
Robert Fuller sendiri, hanya mengelompokkan tiga kategori kelompok yang ada di Amerika Serikat. Sementara untuk kita, dengan meminjam pandangan yang digunakan Robert C. Fuller , dapat dipetakan mengenai kesadaran manusia mengenai agama ke dalam empat kelompok manusia.
Kategori
pertama, dan ini yang diprediksi bakalan kuat muncul di Negara Barat modern
saat ini, yaitu mereka yang mengedepankan prinsip sekuler-humanistik. Tidak
membutuhng kan agama-formal-terorganisir dan juga tidak berhasrat pada masalah
spiritualisme. Mereka percaya pada aspek
rasional, dan kajian keilmuan, dan pemikiran manusia. Tidak mengakui
adanya kekuatan super diluar nalar manusia.
Kategori ini, adalah kategori kelompok orang yang sangat mengedepankan aspek manusia dan kemanusiaan (humanisme). Nalar dan capaian teknologi dan peradaban manusia, menjadi andalan dan sandaran penting dalam kehidupannya.
Kategori kedua, yaitu kelompok yang
cenderung mengembangkan spiritualitas, namun tidak membutuhkan agama (spiritual
Yes, Religion No). Wacana inilah, yang menjadi pokok pikiran dari Fuller.
Menurut Fuller, hari ini, orang Amerika cenderung peduli pada spiritualitas,
tetapi bukan pada agama (nya). Spiritualitas yang dikembangkannya, adalah
spiritualitas yang bebas dan leluasa, yang tidak terikat dengan lembaga agama
tertentu. Pada konteks ini jugalah, Danah Zohar dan Ian Marshall (2000)
mengembangkan konsep kecerdasan spiritual. Mungkin, untuk kelompok kedua ini,
kita sebutnya sebagai kelompok
spiritualisme.
Kategori ketiga, kelompok yang mengedepankan praktek keagamaan, walaupun nilai spiritualitasnya tidak muncul secara kuat. Kategori ini, memang kurang mendapat perhatian dari Robert C. Fuller. Tetapi, bila kita perhatikan praktek kehidupan beragama di sekitar kita, seringkali kita melihat ada orang yang hampa spiritual, kendari mereka tengah menganut sebuah agama. Agama, hanya dijadikan dijadikan kepercayaan formal.
Kelompok ketiga ini, adalah
kelompok yang bangga dengan sebutan dan kelompok organisasi, kendati tidak
mampu menunjukkan kecerdasan dan sikap spiritualitasnya sendiri. Kekerasan
agama,dapat ditafsirkan sebagai sebuah tindakan lanjutan dari kehampaan
spiritual dari penganut agama.Orang itulah yang kita sebut, religion Yes,
tetapi spiritualitasnya hampa (Spiritual, No).
Kelompok keempat, adalah kelompok yang menganut agama formal dengan spiritualitas yang tinggi. Sejarah agama, adalah sejarah kelompok manusia serupa ini. Rasulullah Muhammad Saw, adalah figur orang yang menganut agama formal (terorganisir) dengan kualitas spiritual yang tinggi. Begitu pula dengan Nabi Isa As (Yesus Kristus) dengan Iman Kristianinya, Sidharta Gautama dengan Hindu-Budha-nya.
[1]
Robert C. Fuller. 2001. Spiritual, But Not Religious :
Un Derstanding Un Churched
America . Oxford University Press
0 comments:
Posting Komentar