Sudah hampir tujuh tahun
menjalani profesi sebagai tenaga
pendidik geografi di jenjang pendidikan menengah (SMA/MA). Dari tahun ke tahun,
profesi sebagai tenaga pendidik ini, ditekuni. Walaupun kadang, ada yang
mengatakannya lebih bersifat formalitas belaka. Tetapi, dibalik itu semua, dan
selama itu pula, kegelisahan bercampur dengan kegairahan, kadang menyelimuti
diri dalam memahami perkembangan geografi.
Di setiap bulannya, atau setidaknya 2 (dua) bulan sekali ada pertemuan guru geografi di Kota Bandung. Musyawarah Kerja Guru Geografi Kota Bandung. Pertemuan itu kadang dilakukan di sebuah sekolah yang disepakati bersama, dan kadang pula di Kampus UPI atau Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB, atau di Kampus Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung. Gedung Musium Geologi pun, sering dijadikan tempat pertemuan para guru geografi dengan pihak terkait lainnya.
Di sela-sela pertemuan
itulah, para guru melakukan sharing (tukar pengalaman) mengenai problema
pembelajaran geografi di sekolah. Kadang pula, kita mendapatkan siraman
intelektual dari akademisi Kampus-kampus yang dijadikan tempat pertemuan. Di sela-sela pertemuan itulah, informasi baru
kerap ditemukan. Pengetahuan baru kerap didapatkan, dan teknologi pembelajaran
atau teknologi kegeografian kerap diperkenalkan.
Sebagai tenaga pendidik lulusan “orde lama”, kurang mendapatkan pengetahuan atau keterampilan mengenai Penginderaan Jauh, atau Sistem Informasi Geografi. Sementara akademisi kampus, dan atau alumni geografi lulusan “orde baru” jauh lebih menguasai hal-hal tersebut tadi. Pada konteks itulah, kerap kegelisahan itu muncul.
“untuk sekedar menyebut,
mohon permakluman”, bisa jadi kegelisahan itu adalah wajar, alamiah bahkan
sesuatu hal yang bagus. Artinya, jika seorang guru memiliki kegelisahan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru, menunjukkan ada
hasrat positif dalam dirinya. Setidaknya, dengan kegelisahan itu, sadar bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi geografi itu tidak mandeg, tidak kaku, tidak
stagnan, dan terus dinamis berkembang berkelanjutan. Lanjutan dari kegelisahan
itulah, kemudian menuntun lahirnya “kegairahan” untuk mau belajar, atau
setidaknya mau mengetahui mengenai perkembangan baru mengenai ragam keilmuan
geografi dimaksud.
Kiranya, itulah sayap positif yang perlu dimiliki oleh seorang guru, untuk terus menjaga stamina dan kebugaran pemikiran (kebugaran intelektualnya). Sayap yang kita maksudkan ini, sayap kegelisahan dan kegairahan intelektual. Seorang tenaga pendidik, yang kehilangan sayap ini, rasa-rasanya, akan mengalami kesulitan dalam menghadapi dinamika keilmuan yang berkembang saat ini.
Kegelisahan itu, disemaknakan
dengan kesadaran (eling) terhadap masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan kegairahan
adalah kesungguhan diri untuk berusaha terus mencari upaya pemecahan
masalahnya.
Stress dan depresi atau pesimisme, adalah kegelisahan intelektual yang tidak dibarengi dengan kegairahan untuk belajar. Sementara, semangat belajar tanpa dilandasi oleh pemikiran yang jelas, adalah bentuk dari kegairahan tanpa kesadaran mengenai masalah.
0 comments:
Posting Komentar