Banyak
orangtua yang tidak paham, atau belum sadar terhadap potensi edukatif dari
permainan. Jika ada anak minta bermain, kadang ada yang tidak mengijinkannya.
Beberapa orang tua, malah melarang anaknya bermain di halaman rumah, dengan
alasan takut masuk angin, kotor, dan atau kecelakaan, dan lain sebagainya.
Kekhawatiran
terhadap efek buruk itu adalah hal wajar, dan alamiah dimiliki oleh seorang
orangtua. Tetapi, menemukan nilai edukatif dari permainana dan ruang bermain
anak, pun harus menjadi bagian penting yang diperhatikan oleh kalangan
orangtua.
“ayah, bisa main congklak…?” anakku yang berusia 9 tahun mengajukan pertanyaan.
Karena
saya termasuk orang yang berasal dari salah satu daerah di Jawa Barat, dan
terbiasa dan sudah kenal dengan congklak, maka dengan mudah dijawabnya,
“bisa…”.
“memangnya, permainannya seperti apa ?” dia bertanya lagi. Sebuah pertanyaan, yang diselimuti oleh rasa keingintahuan yang tinggi, terhadap salah satu jenis permainan tradisional yang sedang dimainkan oleh rekan sepermainannya di halaman rumah.
Satu
hal penting yang saya anggap sebagai nilai positif di sore itu, adalah
rangsangan social untuk hal-hal baru. Anakku, yang menjadi anggota baru di
kelompok permainan itu, dan anak-anak sepermainannya yang datang saling
bergantian itu, memiliki latar belakang kebiasaan bermain yang berbeda, pendidikan yang berbeda, dan pengalaman
bermain berbeda, memberikan peluang untuk saling tukar pengalaman dengan rekan
sesamanya.
Termasuk yang terjadi pada sore itu. Selama ini, anakku tidak kenal dengan permainan congklak, akhirnya dia pun berusaha untuk mengenali dan mempelajarinya. Sementara, rekan-rekan seusia lainnya, ada yang belum bisa bermain catur, kemudian juga mengenali dan sedikit belajar bermain catur.
Disinilah,
saya mengartikan bahwa arena bermain anak-anak, merupakan katalis yang
mempercepat kemampuan social, intelektual dan spiritual anak. Arena bermain
anak, memungkinkan terjadinya saling rangsang terhadap hal-hal baru kepada anak
yang lain, termasuk kemampuan dalam berbahasa dan berinteraksi dengan
teman-teman yang lainnya.
Secara sosiologi, manusia memang disebut homoludens, atau hewan yang suka menghabiskan waktu untuk bermain. Ternyata, bermain itu bukan sekedar bermain, tetapi bermain untuk mendorong peningkatan kemampuan anak juga.
0 comments:
Posting Komentar