Apa yang terjadi di masyarakat, dengan ‘terungkapnya’ kasus korupsi di
tubuh PKS, atau lebih tepatnya kasus yang menimpa Lutfhi Hasan Ishaq dan Ahmad
Fathanah dan menyeret PKS ?
Tidak sama. Itulah yang tampak di masyarakat. Tidak ada keseragaman repon yang muncul di masyarakat. Ketidakseragaman itu, hal wajar. Berbeda referensi, dan berbeda persepsi mengenai kasus tersebut, melahirkan anekaragamnya respon masyarakat terhadap kasus yang menimpa PKS kali ini.
Sebagian orang, ada yang merasa dimenangkan. Merasa menang. Mereka seolah
mengatakan, “tuh kan, mana orang yang merasa sok bersih itu, nyatanya?”. Pernyataan
ini, menunjukkan adanya rasa puas dan merasa menang, dengan kasus yang ada hari
ini. Kasus itu seolah meneguhkan pendiriannya, bahwa persepsi publik dan
pengakuan internal PKS mengenai kredibilitas dirinya, adalah ‘life service’
belaka’.
Ada orang yang merasa hal wajar. Wajar dalam pengertian untuk tradisi di Indonesia. fakta politik menunjukkan bahwa elit politik dan partai politik di Indonesia itu, akan menjadikan jabatan publik kadernya sebagai ‘sumber sapi perahan’, dan pekerjaan di Gedung Wakil Rakyatnya, sebagai lobi-lobi pengerukan kekayaan negara. Apapun agendanya, tidak jadi masalah, hal penting adalah ada ‘tunjangan’ yang bisa dibawa pulang ke rumah, atau ke partai.
Partai di Indonesia, besar dan kecilnya partai, dipengaruhi oleh anggaran negara, atau
kepiawaian kader-kadernya menggali sumberdaya dari program pemerintah. Dengan kata
lain, program pemerintah itu, tidak sekedar program pembangunan nasional,
tetapi instrumen pencarian dana bagi para elit politinya sendiri. dengan kata
lain, korupsi adalah terbongkarnya kasus korupsi adalah hal biasa. Sikap seperti
itu, biasa dilakukan ! sehingga tidak aneh. “Justru kalau ada elit politik atau
pejabat negara tidak korupsi, menjadi aneh “ katanya.
Ada orang yang merasa sedih dan sakit. Kelompok ini membayangkan, kehancuran PKS adalah simbol akhir kehalusan dan kesantunan bangsa. Negeri ini sudah lama digonjang ganjing oleh tindak politik yang ‘menyebalkan’. Korupsi, kolusi dan nepotisme seolah menjadi budaya. Semula, kelompok ini menaruh harapan pada PKS. Tetapi, dengan kejadian ini, harapan itu sirna dan pupus sudah masa depan bangsa ini ....
Ada orang yang merasa sedih dan galau berkepanjangan. Mereka memandang, PKS
adalah simbol Islam di Indonesia. Simbol kesantunan Islam. Dengan hancurnya
PKS, sama dengan hancurnya Islam, hancur organisasi Islam, dan hancurnya citra
Islam di Indonesia.....
Ada yang merasa senang. Dengan hancurnya PKS dengan bangkrutnya PKS, ada kesempatan untuk meyakinkan konstituen dan masyarakat pada umumnya, tentang alternatif ideologi di luar Islam....entah itu sekular, entah itu sosilisme atau entah itu nasionalisme....dan lain sebagainya.
Ada orang yang merasa rugi. Karena masa depan karirnya terhenti atau
terganggu di sini...padahal, 2014 sudah kian mendekat....
Dan yang paling sederhana, ada yang diuntungkan, karena dia bisa menjadi pengamat dan atau penulis kali....
0 comments:
Posting Komentar