“banyakan tapi sedikitan, ramai tapi sepi…”.
Banyak yang temenan dengan kita, tetapi sedikit yang saling menyapa. Ramai
muncul update statusan, tetapi sepi dari saling menyapa. Bila demikian adanya,
apa yang dimaksud dengan temenan itu ?
“wah, banyak banget nih, yang sudah o-el-o-el-lan..”pikirku. Di pagi buta ini, fb-ku sudah begitu banyak diisi oleh status-status baru yang diupdate oleh banyak orang dibanyak tempat. Pantas, jika saudaraku, Ustadz Iing Ahmad Nasrudin, kerap menyebutnya, orang Indonesia ini, memang orang sukses (isuk-isuk geus nga-akses), fb-an.
Tetapi,
hal yang paling membuat aneh pikiran ini. Banyak sapaan, banyak ucapan, banyak
ajuan pemikiran, tetapi, sebanyak itu pula, ungkapan dan tulisan itu berlalu
begitu saja. Teman kita yang banyak itu, ternyata, hanya saling menuliskan
statusnya masing-masing, dan tidak saling menyapa. Hingga tulisan itu, berlalu tanpa ada yang
memanfaatkannya sebagai sumber informasi.
Dalam pikiran ini, kadang terbersit pikiran, mungkin, itulah yang disebut, “banyakan tapi sedikitan, ramai tapi sepi…”. Banyak yang temenan dengan kita, tetapi sedikit yang saling menyapa. Ramai muncul update statusan, tetapi sepi dari saling menyapa. Bila demikian adanya, apa yang dimaksud dengan temenan itu ?
Menjelang
akhir 2013 ini, rekanan Fb yang sudah diconfirm mendekati angka 2000. Angka ini,
sudah tentu bukan jumlah yang sedikit, bila dikaitkan dengan ukuran kehidupan saya
sehari-hari. Walaupun angka itu pun bukanlah angka yang banyak. Angka itu hanya secuil, bila dibandingkan follower seorang selebritis,
atau pejabat public. Mereka memiliki jumlah follower yang sangat besar
jumlahnya, hinga mencapai angka jutaan orang.
Semula saya merasa iri bila ada orang yang dalam waktu tertentu mendapat jumlah follower yang besar. Saat itu, tergambarkan bahwa orang tersebut termasuk figure yang banyak teman, banyak penggemar, dan banyak jaringannya. Sementara bila kita hanya memiliki sedikit orang yang mengikutinya, menunjukkan bahwa kita sedikit sekali rekanannya.
Prasangka
seperti ini, masih menguat beberapa hari sebelum ini. Hingga suatu saat,
menemukan sebuah buku dengan judul “you are not so smart”, yang ditulis David
McRaney (2011).[1]
Dari judulnya saja, buku ini sudah
menohok pikiran kita, setidaknya waktu saya menemukannya. Karena selama ini,
saat ini, kita sedang dininabobokan oleh pikiran mengenai teori psikologi baru,
yang mengatakan bahwa setiap manusia itu
adalah cerdas, tidak ada orang yang bodoh, yang ada adalah yang tidak tahu
potensi dirinya. Pemahaman ini, mempengaruhi banyak pikiran, termasuk saya
waktu itu. Tetapi, saat membaca bukui ini, menjadi kaget, karena kita langsung
di”tuduh”, bahwa kita ini adalah orang yang tidak cerdas, atau tidak beruntung.
Apa kaitannya buku itu dengan kasus yang terjadi di pagi buta seperti ini ? Pertama, kita merasa menjadi orang yang banyak teman, kenyataannya kita itu hanyalah sendirian. Buktinya, follower yang banyak itu, hanya sedikit orang yang menyapa atau saling sapa.
Kedua,
katanya, kita ini mau berteman dengan seseorang yang ada diseberang sana, pada
kenyataannya, kita hanya berkewajiban mengconfirm, dan setelah itu
membiarkannya. Kapan kita menyapa mereka, dan kapan kita bershilaturahmi dengan
mereka ?
Ketiga, kalau kita menyebutkan sibuk dan tidak ada waktu, tetapi mengapa update status masih bisa ? padahal, untuk update status butuh waktu, sama dengan bershilaturahmi tersebut.
Keempat,
katanya, fb itu adalah media jejaring social. Tetapi, yang banyak dilakukan
itu, bukanlah saling menyapa. Kita merasa sudah cukup dengan mengklik ‘like’, dan setelah itu pergi.
Apakah, makna persahabatan seperti itu, akan terasa bermakna ?
Kelima, hal yang perlu disadari, semakin banyak teman, semakin banyak yang meng-update, maka semakin cepat halaman tampilan itu berubah. Karena daam satu halaman fb, hanya menampung beberapa kutipan status rekanan kita secara terbatas. Hal itu artinya, bahwa sapaan kita diawal, akan langsung tergeser oleh status-status teman kita yang lainnya. Rangkaian itu akan semakin panjang, dan pergantiannya akan semakin cepat, seiring dengan jumlah teman yang sudah kita konfirmasi juga. Bila begitu halnya, maka informasi atau sapaan kita ini, pada dasarnya, banyak yang tidak sampai ke public. Semua itu terjadi, karena ‘cepatnya perubahan’ layar atau halaman fb yang kita miliki. Kalau pun mau ditelusuri, ya sudah pasti butuh “waktu….” .
Terakhir,
entahlah, mungkin inilah yang dibayangkan oleh Geroger Ritzer (2011) mengenai
globalisasi kehampaan. Media jejaring social yang sejatinya, membangun solidaritas,
malahan menyebabkan kita banyak kehilangan makna sosial. Kita banyak teman,
tetapi sedikit. Kita banyak menyapa, tetapi sedikit yang menjawab. Atau,
mungkin itulah yang kini tampak dalam kehidupan kita saat ini, bahwa media
jejaring social itu, sesungguhnya menjadi media
jejaring kehampaan.
0 comments:
Posting Komentar