Ramai. Membicarakan kata "maneh", sebenarnya, tidak ada yang unik, jika dikaitkan dengan makna kata. Karena kata 'maneh", memiliki makna yang baik, atau setidaknya, standar. Karena itu, tidak mengherankan, jika "maneh" ngomongin kata "maneh".
lho kkok bisa !
Merujuk pada kamus Bahasa Sunda, kata "maneh", artinya "kamu". Tidak ada yang aneh kan ? kamu di mana ? bapak kamu di mana ? orangtua mu di mana ? seperti itu, tidak ada yang aneh. Kalau kata "kamu" diganti dengan 'maneh", maka sejatinya tidak ada yang unik dalam kata-kata tersebut.
Hal yang membedakan antara pengguna bahasa Sunda, juga di Jawa atau di bahasa lain, ada yang disebut unduk-usuk basa (kelas kata). Karena ada kelas kata inilah, yang kemudian, sebuah kata, akan dibebani makna dan status sosial. Seperti yang terjadi pada kata "maneh" tersebut !
Kata maneh, memiliki makna dan kelas sosial yang berbeda dengan kata lain, yang serupa untuk menunjukkan arti "kamu", misalnya anjeun (kamu sopan), salira (kamu untuk kelas terhormat), atau menggunakan panggilan nama "bapak atau ibu". Sementara kata maneh, kalau tidak digunakan untuk kelas yang rendah atau status sosialnya dibawah si penutur, biasa digunakan pula untuk menyebut panggilan kepada orang yang sederajat.
Dalam situasi serupa inilah, kondisi emosional akan terganggu, bila seseorang terbiasa dengan praktek kesantunan berbahasa, dan kemudian berhadapan dengan orang-orang yang tidak terbiasa menggunakan tata krama berbahasa.
Bagi pecinta sepakbola Bandung, ada istilah "Persib Aing, Kumaha Aing?". Jelas, bahwa kalimat ini, bukan bermaksud untuk berkata-kata kasar. karena, makna dibalik itu, menunjukkan bahwa objek pembicaraan itu adalah milik bersama, milik semua orang, bahkan milik masyarakat kelas bawah sekalipun. Kata itu, menunjukkan bahwa objek yang sedang dibicarakan, tidak bersifat elitis, tetapi publik. Pada sisi lain, ini tafsir (penulis), kata "aing" di situ, menunjukkan adanya 'kepemilikan dan pengakuan terhadap identitas, yang tidak bisa diganggu gugat". Kata 'aing' dalam konteks itu, menunjukkan kekuatan dan keteguhan sikap, dan itulah yang disebut eksistensi.
lawan kata "kumaha aing", yaitu "kumaha maneh!". Kalimat kumaha maneh, menunjukkan bahwa kemandirian, kedaulatan, dan kepastian sikap, diserahkan kepadanya seutuhnya. Otonomi. Kata 'aing", dan "maneh", adalah identitas eksistensial kemanusiaan, yang memiliki posisi mandiri, tidak bergantung pada orang lain ! Berbeda dengan penggunaan kata "bapak, ibu, juragan" kata-kata itu, selain menunjukkan kata ganti orang kedu, juga diimbuhi oleh status sosial yang berposisi lebih tinggi dibanding si penuturnya !
Berdasarkan pertimbangan itu, apakah, penutur kata "maneh", perlu ditindak secara hukum. dan kemudian diberhentikan dari pekerjaannya, karena menggunakan kata itu kepada seorang pejabat ?
Di sini sudah bukan bicara masalah hukum atau legalitas formal. Orang akan diajak berbicara mengenai masalah etika. Etika berbicara atau kesantunan dalam komunikasi.
0 comments:
Posting Komentar