Menarik untuk ditelaah dengan seksama. Di bulan suci Ramadhan ini, kita melakukan koreksi besar-besaran terhadap tradisi atawa kebiasaan konsumtif kita. Dan, dari pengalaman inilah, kita pun menemukan adanya kebutuhan untuk eat, un-eat, dan re-eat. Apa makna dibalik konsep-konsep tersebut ?
Betul. Konsep pertama, eat atawa makan, yang kita maksudkan adalah mengkonsumsi sesuatu yang kita butuhkan. Misalnya, karbohidrat, protein, sayuran atau nutrisi yang lainnya. Hal yang kita sebutkan tadi, yang merupakan bagian dari kebutuhan hidup kita, untuk mendukung kebugaran, dan Kesehatan tubuh kita, merupakan sesuatu yang perlu dikonsumsi. Itulah eat (makan/atau makanan).
Konsep kedua, yang ini, kiranya, relevan untuk dibincangkan di momentum ramadahan, adalah un-eat. Konsep ini, saya coba sampaikan dengan maksud untuk tahapan kita dalam menghapus kebiasaan mengkonsumsi sesuatu yang sudah tidak diperlukan lagi. Konsep un-eat, dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus asupan yang sesungguhnya sudah tidak perlu, atau bahkan sangat tidak diperlukan.
Ramadhan,
atau shaum Ramadhan memberikan Pelajaran kepada kita. Sejatinya, kebiasaan
makan kita, tidaklah perlu seperti yang biasa
kita lakukan. Untuk menjadi pribadi yang sehat secara mental dan fisik, setiap
orang memiliki kewajiban untuk mengontrol asupannya.
Sekedar contoh. Kita tahu dan sadar diri, ternyata, dengan menjaga asupan seperti selama Ramadhan ini, cukup signifikans volume makanan yang biasa dikonsumsi di siang hari di kurangi. Kita mampu menguranginya. Kita dapat melakukannya. Kita bisa dan tetap sehat, malah lebih sehat dengan cara mengurangi asupan makanan, yang selama 11 bulan lalu biasa kita lakukan.
Bila
demikian adanya, layak muncul pertanyaan, apakah kebiasaan makan di 11 bulan
lalu itu, adalah sesuatu yang berlebihan ? bila tidak disebut berlebihan,
mengapa dengan pola konsumsi selama Ramadhan pun, sejatinya kita tetap bisa
menjaga kebugaran, Kesehatan dan produktivitas kerja ? bahkan, bila sudah
terbiasa shaum sunnah, maka berpuasa
itu, tidak harus mengurangi produktivitas kerja.
Sekali lagi, dengan memahami fakta seperti ini, bolehkah kita mengatakan, bahwa Ramadhan mengajarkan kepada kita mengelola pola dan volume makan yang minimalis, tetapi tetap sehat dan menyehatkan ? andai saja, Kesimpulan ini, benar dan bisa diseujui, maka koreksi kita terhadap pola makan, yang selam 11 bulan dibiasakan itu, adalah bentuk dari praktek un-eat, yakni praktek secara sadar mengurangi asupan konsumsi yang sesungguhnya, tidak diperlukan untuk tubuh.
Terakhir,
konsep re-eat, maksudnya yaitu merumuskan kembali pola konsumsi yang lebih baik, sehat dan memproduktifkan diri. Seiring
praktek Ramadhan, kita perlu merumuskan kembali model dan pola asupan nutrisi
yang lebih baik, seiring dengan kebutuhan dan perkembangan tubuh atau fisik masing-masing.
Re-eat adalah tindakan sadar untuk memperbaiki pola asupan yang lebih baik dan berkelanjutan. Tindakan ini dilakukan, selepas kita memahami dan mendapat kesadaran dan penyadaran dari pengalaman Ramadhan kemarin. Dengan kata lain, untuk bisa mempertahankan Kesehatan, dan kebugaran, selepas Ramadhan, hendaknya tidak kembali ke tradisi konsumtif sebelum Ramadhan, melainkan mengibarkan pola konsumsi yang lebih baik selepas Ramadhan, dan sesuai inspirasi Ramadhan itu sendiri.
Sekadar
pengalaman Ramadhan, kebutuhan glukosa, umumnya menggunakan kurma. Tetapi, di Ramadhan,
sebagian dari warga kita ada yang memanfaatkan kolak, canil, atau kudapan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa
asupan nutrisi, pada dasarnya, tidak harus melulu jenis tertentu, dan tidak
boleh semuanya dikonsumsi !
Eh, maaf, kerap kali ingat, kalau kita tempat resepsi perkawinan. Kita selalu saja, melihat ada orang (tamu atau undangan) itu, yang muter-muter, mencicipi seluruh jenis makanan. Sudah lontong, ambil roti bakar, setelah itu, bubur ayam pun diembat, dan ujungnya adalah nasi, bahkan nasi putih, dan nasi goreng pun diambilnya juga. Dalam hemat kita, sikap serupa itu, menunjukkan “ketidakpahaman” mengenai kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Padahal dalam praktek itu, ada yang harus di konsumsi (eat), ada juga yang tidak perlu dikonsumsi (un-eat), yaitu tadi, kalau sudah makan lontong (karbohidrat), roti atau nasi sudah tidak diperlukan tubuh lagi.
Bila
seseorang sudah paham mengenai hal ini, maka dia bisa merumuskan pola konsumsi
yang lebih baik, dan lebih menyehatkan dirinya. Itulah re-eat.
Bukan tuan rumah atau orang yang punya hajat pelit lho, cuma masa iya, tubuh ini mau diisi oleh sesuatu yang sejenis nutrisinya secara berlebihan, sedangkan jenis nutrisi lain malah kekurangan ?!
Ramadhan
mengajarkan kita, untuk cerdas berkonsumsi !
0 comments:
Posting Komentar