Just another free Blogger theme

Sabtu, 01 Maret 2025

Ada yang menarik. Shaum Ramadhan disyari'atkan dalam Islam, yaitu tahun ke-2 Hijriah. Kemudian Rasulullah Muhammad Saw wafat, tahun ke-11 Hijriah. Artinya, Rasulullah Muhammad Saw hanya 8 kali mengalami dan menjalani shaum Ramadhan.



Persoalannya, hanya dengan 8 kali Ramadhan, Rasulullah mampu menampilkan diri sebagai insan kamil (manusia sempurna). Sementara, kita sekarang ini, sudah berapa kali Ramadhan kita  jalani dan alami ? sudah berapa idul fitri kita alami dan jalani, dan bagaimana kualitas kepribadian kita hari ini ?

Inilah pertanyaan besar dan mendasar, bagi kita semua, khususnya bagi diri saya sendiri yang menuliskan narasi ini, hari ini, di sini ?

Betul, bisa jadi, ada sisi tertentu, yang sering kali kita khilaf, saat melaksanakan dan menjalankan ibadah puasa Ramadhan ini. Hal yang penulis maksudkan itu, adalah terkait dengan esensi Ramadhan itu sendiri. 

Menyimak sejumlah penjelasan, dan penjelasan ini, sayangnya memang muncul dan berkembang seiring kematangan kita dalam berpikir, dan atau menjalankan ibadah shaum Ramadhan. Tanpa bermaksud untuk mengeluh atau menyalahkan, kelihatannya, akan lain ceritanya, manakala kita memahami gejala ini, dapat kita pahami sejak dini, dan sudah kita pahami sejak awal. 

Apa itu ?

Pertama, selama ini, kita lebih disibukkan dengan masalah hal-hal yang membatalkan puasa, atau terkait dengan sahnya puasa. Sehingga pemahaman kita, lebih banyak terkait dengan urusan kentut di air, gosok gigi, muntah disengaja, atau merokok, apakah hal-hal itu masuk dalam kategori yang membatalkan puasa atau tidak ?

Tentunya, pengetahuan serupa itu penting. Penting untuk diketahui dan dipahami bersama. Tetapi, sebagaimana yang disampaikan Imam Ghazali, bahwa masalah itu lebih merupakan pada level awam atau shaum awam, atau istilah lain, puasa anak-anak.

Kedua, pada level kedua, pembicaraan sudah bukan lagi pada masalah yang membatalkan puasa, melainkan yang 'membatalkan pahala puasa'. Bisa jadi, puasanya tidak batal, tetapi nilai ibadahnya, atau kualitas shaum ramadhanya, atau pahala puasanya, melorot turun, bila melakukan hal-hal yang bisa membatalkan pahala puasa. 

Apa itu ? misalnya, berdusta, iri, dengkir, emosian, atau melahirkan intrik dan konflik kepada sesama. Semua itu, adalah amalah hati, dan amalan sosial yang tidak membatalkan puasa, namun dapat membatalkan pahala atau nilai puasa. Untuk level ini, rasanya, jumlah peserta shaum ramadhan, lebih sedikit dibanding dengan kelompok pertama tadi.

Terakhir,  meninggalkan hal-hal yang bisa membatalkan keberlanjutan dampak puasa.  Bisa jadi, dengan puasa yang baik, dapat melahirkan pribadi kita sehat, sebagaimana yang Rasulullah Muhammad Saw janjikan, shumu tashihhu, berpuasalah niscaya kamu akan sehat. Saat Ramadhan, dan sesaat lepas dari Ramadhan, alhamdulillah, kita bisa menjaga puasa dan nilai kebaikan puasa. Namun, bila di malam harinya kita 'balas dendam dengan makanan', atau saat idul fitri lepas kontrol terhadap makanan, maka perbaikan selama satu bulan, hancur sudah selepas itu.

Dalam konteks itu, amalan yang dapat menjaga keberlangsungan dampak shaum Ramadhan, yakni istiqamah, terhadap kebaikan-kebaikan yang sudah dilakukan selama Ramadhan, banyak kita tinggalkan. karena alasan itulah, maka, perbuatan ketidakistiqamahan itu, menyebabkan batalnya keberlanjutan dampak puasa.

Kebaikan selama Ramadhan, hilang kembali, selepas Ramadhan usai...

nah..lho....!

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar