Just another free Blogger theme

Senin, 03 Maret 2025

 Dalam kajian tafsir, ada beberapa perbedaan mencolok yang biasa dilakukan. Perbedaan yang kita maksudkan itu, adalah pengelompokkan paket analisis saat menjelaskan forman Allah Swt, terkait shaum Ramadhan ini.



Imam Thabari, dalam tafsirnya, tampak konsisten dengan polanya sendiri. Setiap ayat dibahas satu persatu secara berurutan (tafshili).

Ibnu Katsir, misalnya, memisahkan keempat ayat ini menjadi tiga bagian. Bagian pertamanya, yaitu ayat 183-184, kemudian 185, dan paket analisis terakhirnya yaitu ayat 186 surat Al-Baqarah. Pola ini, serupa dengan yang dilakukan Imam Qurthubi, Quraish Shihab, dalam tafsir al-Misbah, dan Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadirnya.

Berbeda dengan Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir, mengelompokkan ayat 183-185 dalam satu paket, kemudian ayat 186-nya digabungkan dengan ayat-ayat yang lainnya. Menarik untuk dikajinya,

Apa yang menarik dengan perbedaan ini ? tentunya, kita melihat dan  merasakan, bahwa pola pengelompokkan itu, memberikan rangsangan pemikiran pentingnya, melakukan kajian-keberlanjutan pesan antara satu ayat dengan ayat lainnya.

Ada tema umum, yang muncul dalam kajian penafsir-penafsir tersebut.  Keempat ayat yang dikaji ini, yaitu 183-185, dikaitkan dengan praktek ibadah Ramadhan. Dengan alasan itulah Wahbah az-Zuahili membuat paket kajian keempat ayat tersebut, sementara ayat 186 dari surah Al-Baqarah, terkesan berbeda topik, sehingga dipisahkan dari keempat ayat tersebut.

Pada ayat 183, Allah Swt memberikan informasi kepada kita, mengenai kewajiban shaum. Kewajiban shaum ini, diterima umat Islam sekitar  tahun ke-2 Hijirah. Tujuannya adalah untuk meraih peringkat takwa (la’alakum tattaquun).

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣ ﴾ ( البقرة/2:183)

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah/2:183)

Merujuk pada ayat ini, dan posisi inilah yang kerap kali banyak diulas dan diangkat oleh para khatib, terkait tujuan shaum Ramadhan. Allah Swt dengan jelas dan tegas, bahwa tujuan dari ibadah shaum Ramadhan adalah untuk membangun pribadi muslim yang  bertaqwa (la’alakum tattaquun). Dengan landasan iman, dan juga amalannya berpuasa di bulan suci Ramadhan, tujuan pertama dan utama adalah menghadirkan diri sebagai pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt.

Kedua,  ibadah shum Ramadhan pun, mengantarkan seseorang pada sikap kritis dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam ayat 184, Allah Swt berfirman :

﴿ اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٨٤ ﴾ ( البقرة/2:184)

 

 (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Baqarah/2:184)

Hal yang perlu digarisbawahi adalah, “Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahu”.  Hal ini menunjukkan pentingnya (1) pengetahuan mengenai praktek shaum, dan (2) memahami prirotas ibadah, dan keutamaan ibadah. Dengan kata lain, Islam memberikan kemudahan kepada orang yang sakit atau sedang bepergiaan untuk tidak berpuasa, dan menggantinya dengan fidyah. Tetapi, Allah Swt memberikan garis-bawah  yang penting, tadi “Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahu”.

Itulah yang kita sebut, aspek pengetahuan (kognisi), terkait dengan syariat atau hukum ibadah. Pengetahuan yang tepat, seorang muslim dapat memahami keutaman-keutamaan dalam ibadah. Dalam konteks ini pulalah, kita bisa memahami prinsi fiqh prioritas (fiqh aulawiyah), sebagaimana yang disampaikan Yusuf Qardhawy (1996).

Ketiga, bersyukur.  Praktek ibadah shaum Ramadhan, dan juga merupakan kelanjutan dari pribadi muttaqin, adalah pribadi yang bisa menerima ketentuan Ilahi dan mensyukuri nikmat yang Allah Swt berikan. Informasi ini, termuat dalam pesan 185, surat al-Baqarah. Allah Swt berfirman :

﴿ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥ ﴾ ( البقرة/2:185)

 

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (Al-Baqarah/2:185)

Diantara pesan penting, yang perlu mendapat penegasan di sini, yakni maksud Allah Swt memberikan panduan kepada muslim. Dalam ayat itu, diterangkan bahwa “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.”. Dengan kata lain, aturan apapun, terkait  praktek ibadah Ramadhan ini, pada dasarnya adalah untuk kebaikan manusia. Karena itu, untuk  mencapai derajat taqwa ini, diperlukan sikap Syukur.

Terakhir, yakni tegak lurus terhadap aturan Ilahi (Rasyid). Kesan ini termuat dalam pesan auyat 186 surat al-Baqarah, yang bernunyi :  

﴿ وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ ١٨٦ ﴾ ( البقرة/2:186)

Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al-Baqarah/2: 186).

Merujuk pada empat ayat ini, dapat disimpulkan bahwa dalam meraih derajat taqwa itu, ada tiga fondasi penting yang perlu diperkuat, yakni fondasi nalar untuk mengali pengetahuan  atau ilmunya, fondasi Syukur untuk menerima takdir dan ketentuannya, dan fondasi sikap tegak lurus pada aturan sebagaimana yang ditentukannya

Categories: , ,


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar