Just another free Blogger theme

Sabtu, 01 Maret 2025

Tidak langsung tampak. Atau, setidaknya, tidak langsung sadar.  Tidak semua orang, diantara kita menyadari adanya gejala yang menguat, antara fenomena brain rot, dengan kelakuan kita di bulan suci Ramadhan. Tentunya, tidak semua orang melihat dan merasakan hal serupa ini. Bahkan, bisa jadi, pandangan ini pun, tidak tepat seluruhnya. Lebih merupakan satu opini subjektif dari seseorang yang mengalami kesepian di tengah praktek ramadhan tahun ini.

Namun, bila ditelaah dengan seksama, dan kita melihatnya secara 'kasuistik' satu persatu, untuk kemudian digeneralisasi, mungkin, hubungan antara ketiga hal tersebut, tampak menguat di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita saat ini.

Seperti biasa. Ibadah shalat tarawih, jumlahnya tidak banyak berubah. Masih dikisaran 11- atau 23 rakaat. Kedua pilihan itu, bergantung pada mazhab pemikirannya masing-masing. Dua pola itulah yang selam aini, tumbuhkembang ditengah masyarakat kita. Hal yang membedakan, adalah yang cenderung formalitas,mengejar jmlah, tanpa dipikirkan menegnai ketenangan,  ketumakninah, atau kekhusuyuan. Itulah yang tampak dalam beberapa praktek ibadah tarawih, yang seakan berada ditengah-tengah 'perlombaan shalat tarawih'.


Gejala seperti ini, kiranya, dapat disebut sebagai bibit lahirnya pembusukan-peribadahan (worship rot).

Di sisi lain, masyarakat kita pun, disajikan dengan informasi-informasi keagamaan yang 'nyampah'. Di media sosial, berjubel informasi sampah, di tempat ibadah pun, muncul informasi-informasi keagamaan yang sampah, dalam pengertian, tidak memberikan kegairahan dan geliat spiritualitas yang menguat. Informasinya, sekedar penyampaian gagasan klasik, diulang-ulang, dan tidak memberikan pencerahan dan pemecahan masalah terhadap ragam hal yang terjadi di tengah masyarakat kita saat ini.

Bila demikian adanya, akankah, gejala seperti ini pun, menjadi bagian dari munculnya brain-rot di lingkungan keagamaan, membersamai munculnya pembusukan ritualitas peribadahan ?

Tidak terlalu berlebihan, dan atau malah, perlu dijadikan bahan renungan bagi kita semua, bahwa indikasi munculnya praktek ibadah yang-formalitas, abai terhadap substansi dan esensi, dan lebih mengedepankan  gerak-mekanik semata, merupaka buah dari kesadaran-busuk yang diterima umat, dari ragam informasi keagamaan yang didapatnya selama ini. 

Sejatinya, dengan hadirnya Ramadhan seperti yang kita hadapi saat ini, dan juga kita jalani ini, dapat dijadikan sebagai upaya pencerahan atau pembersihan (tazkiyah) pemikiran, dan kesadaran kepada umat Islam, untuk bisa hadir dan tampil sebagai generasi yang berkualitas. Upaya dan kebutuhan ini, rasanya dapat diraih, manakala kita mampu mendalami hakikat-ibadah shaum ramadhan, dan makna keistimewaan ramadhan bagi seorang muslim.

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar