Just another free Blogger theme

Selasa, 11 Juni 2013


Bagi orang Bandung Timur, khususnya daerah kawasan Cibiru, hari minggu merupakan hari yang istimewa. Pada hari ini, masyarakat di kawasan ini dapat menghabiskan sebagian waktu liburnya di daerah pasar minggu. Kawasan pasar minggu itu, merentang panjang mulai dari Kompleks Vijaya Kusumah, SMPN 46 sampai jalan menuju SMU Terpadu Krida Nusantara.

Pasar minggu bukanlah pasar malam. Pasar minggu adalah pasar pagi.  Selepas shalat subuh hingga menjelang duhur, kawasan ini penuh oleh pedagang dan pengunjung, serta mereka yang menyengaja untuk berolahraga (jalan kaki). Tak terkecuali, saya pun sering menyempatkan olahraga, sekaligus shopping atau makan di luar bersama keluarga.






“Ayah , pakai motor ke sananya.  Jaraknya kan jauh, kasihan Ade masih kecil.” titah neneknya Iqbal padaku, yang kebetulan lagi  nginap di rumahku. Saya sering dipanggil Ayah oleh keluarga, termasuk oleh orangtuaku sendiri.

Titah seperti itu mudah dipahami. Karena memang jarak antara rumahku dengan lokasi itu cukup jauh. Diperkirakan bisa menghabiskan waktu 15 menitan dengan cara jalan kakinya orang dewasa. Sementara anakku baru berusia 19 bulan dan baru belajar berjalan.
”Ah, ga usah, nanti kalau dia cape mah digendong aja..” jawabku. Dengan keyakinan dan strategi itulah, akhirnya anakku dibawa ke lokasi pasar minggu.

Sudah ku duga. Anak ini tidak mau digendong. Selepas dari pintu pagar rumah dia terus berjalan, dan terus berjalan, bahkan terus berjalan, hingga tidak terasa, anakku sudah sampai ke tujuan bahkan sudah keliling-keliling di pasar minggu itu. Memang sesekali sempat digendong, dan hanya beberapa detik kemudian minta turun lagi. Setelah puas jalan-jalan dan menikmati ramainya pasar minggu kami pun pulang dengan menggunakan jalan yang berbeda dengan jalan pemberangkatan. Hebatnya lagi, anakku pun tidak mau digendong. Dengan senang hati sambil ketawa-ketiwi, dia menikmati perjalanan. Di tengah jalan pun dia bermain-main, baik dengan benda-benda yang ada di jalan atau pun dengan orang-orang yang lewat di hadapannya.
Sungguh luar biasa. Ketika keringatku bercucuran dan jantung pun berdetak karena kelelahan biologis sudah mulai terasa, anakku masih terus menikmati langkahnya di liburan minggu tersebut. Kegembiraannya itu, terbawa terus sampai ke depan pintu rumah. Anakku dengan melambaikan salam ke ibunya dan neneknya, diapun memperlihatkan makanan dan minuman yang dibelinya di lokasi pasar minggu.

Apa yang terjadi pada anakku saat itu   ? apa yang terjadi dengan diri kita saat ini ?  inilah pertanyaan penting sekaligus pelajar berharga bagi orangtua, guru atau pejabat di negeri ini.

Ada hal yang penting yang muncul dari peristiwa tersebut. Hal penting yang dimaksudkan itu, yakni ternyata kekhawatiran kita tentang kemampuan orang lain tidak selamanya tepat. Kita seringkali memberikan penilaian yang berlebihan, bahkan kadang lebih rendah dibandingkan kemampuan asli orang yang dinilainya. 

Kita seringkali menyangka anak  kita lemah atau bodoh. Padahal, penilaian kita adalah persepsi. Persepsi tetaplah persepsi, karena potensi actual yang sesungguhnya dimiliki oleh orang yang kita sangka-sangka itu, jauh lebih berbeda dengan apa yang kita sangkakan. Oleh karena itu, hati-hatilah, karena persepsi kita bisa membunuh motivasi bahkan masa depan orang tersebut. Berhati-hatilah dengan prasangka, supaya kita tidak menjadi salah satu dari orang yang membunuh masa depan orang lain dengan cara memaksakan persepsi sendiri pada orang tersebut.

Kondisi ini perlu kita waspadai. Sebab bila kita lalai terhadap kemungkinan seperti ini, makan bukan hal mustahil kita akan menjadi bagian dari pelaku dari “pembunuhan karakter” tersebut. Pada saat ini, kita dapat mendata bahwa banyak orang yang terbunuh motivasinya, karena dia dipaksa harus menerima persepsi orang lain, termasuk dari orang yang dianggapnya jauh lebih berpengalaman atau lebih dewasa. Coba kita bayangkan, bagaimana jadinya adik kita tersebut, bila kemudian kita setuju bahwa adik kita tidak akan mampu berjalan jauh dan tidak akan bisa menikmati perjalanan jauh tersebut ? nasib yang sudah pasti adalah dia tidak akan pernah kenal kemampuan asli dirinya.

Kejadian ini bisa terjadi, pada seorang anak yang tidak berdaya menolak perintah neneknya, atau ibu bapaknya untuk naik motor, sehingga dirinya tidak tahu kemampuan asli dirinya. Seorang siswa terpaksa harus tetap buta terhadap kemampuan asli dirinya, bila seorang guru bermain dan mensiasati banyak hal untuk kelulusan siswa-siswinya. Pemerintah dengan penuh kebanggaan melakukan manipulasi nilai Ujian Nasional, padahal dengan kebijakan tersebut, seluruh siswa se-Indonesia, dia tetap buta terhadap kemampuan rilnya sendiri. Inilah yang kita sebut, orang terbunuh motivasinya, karena dia dipaksa harus menerima persepsi orang lain, baik dari orang yang dianggapnya lebih berpengalaman atau lebih dewasa.

Sungguh sangat memprihatinkan !!!

Jauhnya perjalanan, sulitnya medan yang dilalui akan terasa jauh lebih indah bila dijalaninya dengan penuh kebahagiaan. Iqbal anak yang baru belajar berjalan, menikmati riuh rendahnya perjalanan sebagai sebuah tantangan hidup. Dia tidak mengeluh dan miris. Dengan canda dan keriangan, ternyata berbagai penilaian mengenai kualitas perjalanan menurut orang lain, dapat dinikmatinya secara berkualitas. Inilah pengalaman nyata yang dapat kita simpulkan dengan cermat, yakni perjalanan adalah sebuah fakta, adanya tantangan adalah sebuah fakta, namun kesuksesan dalam melalui perjalanan itu bergantung pada persepsi kita terhadap proses perjalanan itu.orang yang bisa menikmati perjalanan, dia akan merasakan keindahannya dinamika perjalanan tersebut. Sedangkan orang yang terbiasa dengan prasangka buruk, dia akan matikutu oleh bayangannya sendiri.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar