Just another free Blogger theme

Kamis, 13 Juni 2013

Minta maaf itu meringankan beban hidup  dan terasa jauh lebih ringan. Sedangkan, tidak mau minta maaf padahal hati nurani ini, tahu dan sadar, hanya akan menjadi beban berat bagi diri sendiri.


Ada yang kurang merasa berkenan, karena ulah kita. Kejadian ini sering kita hadapi. Disadari atau tidak, atau malah banyaknya tidak kita tidak sadari, ternyata banyak orang yang merasa kurang berkenan karena ulah kita.
Bukan salah. Bukan pula kita bermaksud untuk menyalahkannya, atau melukainya. Tetapi, bisa jadi karena kesalah pahaman antara kita, atau perbedaan gaya tutur dan laku kita, membuat orang tersakiti.
Untuk seperti itu, sudah  tentu kita kerap dituntut untuk minta maaf kepada orang bersangkutan. "Ya", kita dituntut untuk minta maaf kepada orang yang bersangkutan. Apapun, alasannya, karena kita yang dianggap bersalah, maka kita perlu minta maaf.
Bagi lawan (politik, mungkin), upaya kita minta maaf akan menyebutnya sebagai sebagai bentuk kekalahan. Kalah mental. atau, menjadi pecundang dan mengakui kesalahannya. itulah penilaian dari orang lain.
Khawatir diduga seperti itu pula, banyak orang yang enggan minta maaf. Minta maaf itu, dianggapnya sebagai bentuk 'menghinakan diri sendiri' dihadapan orang lain.dengan alasan seperti itulah, banyak orang yang merasa gengsi dan enggan minta maaf.
Tetapi bila direnungkan sendiri. setidaknya, bila kita sedikit meluangkan waktu berfikir mengenai apa yang sedang terjadi. nurani kita akan tetap berbicara. Kesalahan tetaplah kesalahan. Kesalahan tidak bisa diartikan menjadi sebuah kebenaran. Semakin banyak kita mencari alasan pembenaran terhadap kesalahan kita, hanya akan menenggelamkan ketidakpekaan kita terhadap kebenaran-kebenaran yang lain.
Bila kita sudah mampu mencapai tahapan penyadaran atau kesadaran seperti itu, menutupi kesalahan dan tidak mengakui kesalahan, akan terasa sebagai sebuah beban. Beban mental. Hati nurani ini, akan terus berbicara dan membicarakan dirinya sendiri. Bahkan, ada yang mengatakan, bila kita masih sadar bahwa diri kita pernah dan sedang melakukan kesalahan, hal itu menunjukkan bahwa kita masih memiliki aset besar untuk menjadi orang baik.
Dalam sekejap kita bisa menyusun argumentasi pembenaran, tetapi nurani sendiri akan tetap menyimpan beban mengenai cerita asli mengenai kasus kesalahan-kesalahan tersebut tadi. seting sosial kekeliruan, atau setting sosial kejadian, akan tetap menjadi cerita tersendiri bagi dirinya, dan juga orang lainnya. argumentasi bisa memberikan pembenaran sesaat, tetapi kisah dan setting sosial akan menjadi referensi hidup sepanjang zaman

Ingat pada ungkapan Daniel K. Pink (2006), di era konseptual (the conceptual age) ada temuan, bahwa setiap orang, nurani manusia, atau kecenderungan manusia sekarang ini, tidak sekedar butuh argumentasi, tetapi juga butuh, tetapi juga memerlukan kisah atau cerita (not just argument but also story). Argument bisa dikemukakan dengan jelas, tetapi kisah-kisah  yang menjadi setting sosialnya itu sendiri akan  banyak membekas dalam pikiran seseorang.
Para pejabat  tersentuh kasus Century, banyak sudah mengeluarkan argumentasi ilmiah dihadapan media dan publik tentang pembenarannya. Tetapi, saya yakin, argumentasi itu tinggal sedikit lagi yang diingat oleh masyarakat banyak. ingatan masyarakat saat ini, yang kuat dan mengental adalah setting sosialnya, yaitu pembobolan bank century yang merugikan keuangan negara. Kasus ini pun menunjukkan bahwa manusia sekarnag ini tidak sekedar cukup argumentasi, tetapi sangat membutuhkan mengenai kisah dan settingannya.
Argumentasi bisa disusun sekarang ini, tetapi kisah kejadian adalah sesuatu yang faktual terjadi di masa lalu. hemat kata, setingan sosial itu, pada dasarnya jauh lebih kuat dijadikan rujukan pembenaran, daripada argumentasi.
Sehubungan hal itu, setiap orang akan menyimpan settingan sosial dari kekeliruan yang pernah dilakukannya,atau dengan bahasa yang lain, setiap orang pun akan memiliki memori mengenai seting sosial dari kebenaran kelakuan masa lalunya. 
khusus yang terkait dengan kekeliruan, sebagaimana yang kita tuturkan di awal tulisan ini, menyimpan dan menutupi kekeliruan, pada dasarnya memiliki beban yang sangat berat dibandingkan dengan pikulan barang,  kekeliruan yang dirasakan, dan belum juga mau diakui, atau belum pula mau minta  maaf, menjadi beban yang sangat berat. 
Tetapi bila kemudian kita minta maaf, hati terasa lega, dan beban pun hilang. Hal inilah, yang saya rasakan saat ini. Minta maaf itu ternyata menjadikan beban psikologis berkurang, dan hidup kita terasa jauh lebih ringan. karena itu, Minta maaflah, bila kita melakukan sebuah kesalahan,atau dianggap melakukan kesalahan.
Begitu pula sebaliknya, tidak mau minta maaf, padahal hati nurani ini, tahu dan sadar, hanya akan menjadi beban lain pada diri sendiri.
Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 comments:

Posting Komentar