Lusa, adalah hari guru, atau lebih tepatnya Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Mungkin itulah, yang biasa terdengar dalam telingaku, sejak masih di sekolah dasar dulu. Kendati demikian, untuk konteks kekinian, lebih mudahnya disebut hari guru, apapun nama sebutan atau jabatan tenaga pendidik di instansinya masing-masing. O, iya maksudnya itu, kalau di sejumlah pesantren atau madrasah, tidak dikenal GURU, yang dikenalnya ustadz/ustadzah, tetapi tetapi untuk lusa esok, mereka pun merayakan hari guru, bukan nunggu-nunggu hari ustadz.
Mungkin ada pertanyaan penting, apa isi yang perlu dikemas dan disodorkan tahun ini ? ya, panitia penyelenggara peringatan Hari Guru Nasional sudah memiliki tema tersendiri. Tema yang dapat kita baca, yaitu Bergerak Bersama Merdeka Belajar.
Tema itu, menarik. Tema itu diharapkan pula bisa dinikmati dan diikuti oleh seluruh warga Indonesia untuk turut merayakannya. Maksudnya gimana ya, ? pa iya, perayaan hari itu, bisa dilaksanakan layaknya hari kemerdekaan ? Ya, setidaknya, perayaan hari guru nasional, jangan sampai elitis, dan hanya dinikmati oleh warga Indonesia melalui media sosial.
O iya, terkait dengan media sosial inilah, kita perlu untuk sampaikan hal-hal penting terkait dengan pendidikan dan guru ini. Dengan hadirnya media sosial, kita bisa melihat bagaimana situasi dan kondisi pendidikan, dan guru di bebagai pelosok negeri. Mulai dari kasus kekerasan oleh anak-anak dibawah usia, dan masih sekolah, dan juga kekerasan orangtua terhadap guru, kekerasan murid terhadap guru, dan atau kenakalan guru terhadap sesama guru. Problema itu, tidak bisa ditutupi, Problema itu, ada dan benar-benar ada di dunia pendidikan, dan di lingkungan tenaga pendidikan.
Saya pribadi, dulu pernah menulis buku dengan judul Profesi Guru, dipuji, dikritisi, dan dicaci. Buku ini diterbitkan Rajagrafindo Jakarta. Kendati sudah hampir sewindu lebih usia penerbitannya, namun isinya kelihatannya tidak banyak berubah. Saat ada masalah pendidikan, guru-guru dikritisi sikap profesionalismenya. Sedangkan saat ada masalah dengan anak-anaknya, guru-guru dicaci oleh orangtua, dan siswa. Hanya pada saat hari ulang tahun guru, sejumlah tim paduan suara yang memberikan lagu pujian terhadap pahlawan tanpa tanda jasa.
Saya pribadi, dulu pernah menulis buku dengan judul Profesi Guru, dipuji, dikritisi, dan dicaci. Buku ini diterbitkan Rajagrafindo Jakarta. Kendati sudah hampir sewindu lebih usia penerbitannya, namun isinya kelihatannya tidak banyak berubah. Saat ada masalah pendidikan, guru-guru dikritisi sikap profesionalismenya. Sedangkan saat ada masalah dengan anak-anaknya, guru-guru dicaci oleh orangtua, dan siswa. Hanya pada saat hari ulang tahun guru, sejumlah tim paduan suara yang memberikan lagu pujian terhadap pahlawan tanpa tanda jasa.
Sehubungan hal inilah, kiranya, suara yang mendesak untuk dilakukan, bukan (hanya) lagi masalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan penting, tetapi hal yang mendasar yang biasa membuat nyaman bukan hanya kesejahteraan, tetapi keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan profesi. Alangkah indahnya, jika para guru itu mendapatkan kesejahteraan yang tinggi, dengan keamanan profesional dan keamanan karir yang terjaga.
-o0o-
https://www.kompasiana.com/momonsudarma/655e7f49ee794a79f6528bd2/sejahtera-ya-perlindungan-guru-yes
0 comments:
Posting Komentar