Dalam memberikan penilaian mengenai sesuatu, kadang kita hanya memperhatikan aspek yang terlihat saja. Misalnya saja, menilai calon menantu. Kadang hanya melihat aspek penampilannya, atau aspek kemapanan dari sisi ekonomi. Aspek-aspek lainnya, kerap terlupakan atau dilupakan.
Atau, bila kita melihat sebuah lembaga
pendidikan, yang akan dijadikan calon tempat belajar anak-anak kita. Kadang
kita hanya melihat aspek fisik, atau bangunan saja. Ada asumsi dalam pikiran
kita, kalau bangunan dan lingkungannya bersih dan lengkap, maka kualitas
pendidikannya pun, akan lebih baik lagi. Itulah asumsi dan pikiran kita selama
ini.
Pertanyaannya, benarkah demikian ?
Memiliki penilaian serupa itu,
adalah wajar dan alamiah. Hampir bisa dipastikan, akan menjadi pemikiran setiap
orang, atau kemampuan yang teralami oleh banyak kalangan. Tetapi, Islam
ternyata tidak demikian. Setidaknya, demikianlah yang terpikirkan dan terpahami
kita saat terhenti pada sebuah ayat yang berbunyi :
يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ
الدُّنْيَاۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰخِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ ٧ ( الرّوم/30: 7)
Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan
dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai. (Ar-Rum/30:7)
Terkait ayat ini, ibnu Katsir
memberikan penjelasan, kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu melainkan hanya
yang menyangkut masalah dunia, mata pencahariannya, dan semua urusannya. Mereka
benar-benar cerdik dan pandai dalam meraih dan menciptakan berbagai macam
pekerjaannya. Sedangkan terhadap perkara-perkara agama dan hal-hal yang
bermanfaat bagi mereka di negeri akhirat nanti, mereka lalai. Seakan-akan
seseorang dari mereka kosong pengetahuannya tentang ilmu akhirat, hatinya tidak
tergerak terhadapnya, dan pikirannya kosong darinya.
Masih dari ibnu Katsir, mencatatkan
bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, kecintaan seseorang dari
mereka kepada dunianya benar-benar mencapai batas yang tak terperikan, sehingga
ketika dia sedang membolak-balikkan mata uang dirham di atas kukunya, ia dapat
menceritakan kepadamu tentang berat kandungan logamnya, padahal dia masih belum
dapat melakukan salat dengan baik."
Ada
beberapa inspirasi yang perlu dikembangkan dari ayat ini. Ayat ini, memberi
kesan bahwa, pertama, aspek kehidupan di dunia ini, ada yang berbentuk lahir.
Bila kita berbicara aspek lahir, nalar kita terseret ke satu wilayah
pembandingnya, yakni aspek bathin. Itulah pemahaman kita, mengenai dualitas
kehidupan kita, yang sebentuk dengan dualitas yang lainnnya seperti
siang-malam, laki-perempuan, atau tinggi-rendah.
Kedua,
kesan umumnya, manusia kebanyakan hanya mampu memahami atau meraih aspek
lahirnya saja. Hal ini merujuk ke ayat sebelumnya yang memuat kalimat, ‘tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya’. Artinya, secara umum manusia tidak
tahu, atau terjebak pada pengetahuan-pengetahuan lahiriah belaka.
Meminjam
istilah filsafat ilmu, dalam kajian keilmuan ada yang disebut aspek eksoteris-esoteris,
fenomena-noumena, tacit knowledge – explicit knowledge, dan sejenisnya. Semua
hal itu, memberikan gambaran bahwa dualitas pengetahuan itu, dan kebanyakan
manusia terjebak pada aspek lahiriah saja.
Ketiga,
ada kesan bahwa aspel lahir merujuk pada kehidupan duniawi, dan lawan dari
aspek ini yaitu aspek akhirah (ukhrawi). Mungkin diantara dua kesan sebelumnya,
kesan ini lebih banyak dianut dikalangan agama. Pemahaman ini, memosisikan
dunia sebagai aspek lahiriah, dan kehidupan akhirat sebagai aspek bathiniah.
Komentar
kita terhadap pemahaman ini, khusus
untuk kehidupan dunia pun, sejatinya ada aspek bathiniah, sebagaimana sudah
diungkapkan sebelumnya. Atau, misalnya,
dalam kajian sosiologi, seseorang belajar di sekolah, secara lahiriah mencari
nilai atau mendapatkan ijazah, namun secara bathiniahnya yaitu menjadi jalan
menuju kedewasaan dan kematangan jiwa kemanusiaan. Raihan nilai yang terakhir
itulah, yang kita sebut aspek bathiniahnya.
Sehubungan
hal ini, secara umum, dengan memahami makna dan pesan ayat ini, pada dasarnya
kita, sebagai manusia memiliki kemampuan untuk mengenali aspek lahir dan
bathin. Apa aspek kriis, dibalik yang nampak. Cermati dan waspadai itu. Hanya saja, sayangnya manusia kerap lalai tehadap aspek bathinya.
0 comments:
Posting Komentar