Hampir dipastikan, para pembaca pernah mengendarai kendaraan bermotot. Jenis kendaraannya, bisa beragam. Ada yang menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, atau lebih. Andaipun, tidak mengendarai sendiri atau nyetir sendiri, setidaknya pernah dibonceng atau mendampinginya, atau menjadi penumpangnya. Kelihatannya, sudah demikian, dan sulit untuk dibantah.
Tetapi, dari sebanyak orang yang sudah mengalami hal seperti itu, bisa jadi, hanya sebagian orang, atau sedikit orang yang menyadari, tentang pelajaran penting dibalik peristiwa berkendaraan itu.
Termasuk penulis. Walaupun, dirasa, sudah berbulan-bulan, atau bertahun-tahun naik kendaraan dan mengendarai kendaraan, namun baru hari inilah, tersadarkan oleh pengalaman hidup di perjalanan.
Iya, betul. Di perjalanan. Sewaktu mengantar keluarga jalan-jalan. Maksudnya, jalan-jalan dalam rangka liburan alih semester di tahun ini. Tidak istimewa. Liburan kali ini, satu dari sekian kegiatannya (ih, maaf, sombong amat yaah), yakni menikmati layanan jasa kolam renang di Kota Cirebon.
Perjalanan yang memakan waktu tempuh, kurang lebih 2 jam, kami sekeluarga naik kendaraan menggunakan jalan tol Cisumdawu. Di perjalanan inilah, yang kami rasakan, dan kami dapatkan inspirasi khusus.
Sebenarnya bukan inspirasi sih. Hanya, satu kilatan pikiran (lebih kerennya refleksi), saat laju kendaraan dihadapkan pada situasi macet.
Laju kendaraan macet. Banyak kendaraan yang antri dan urun-macet dalam perjalanan itu. Musibahnya saat itu, andai permainan kopling dan gigi (gear) kendaraan belum mahir, atau hilap, maka akan akan masalah di perjalanan.
Sekedar contoh. Kalau gigi ada diposisi tinggi (misalnya 3 atawa 4), kemudian, posisi jalan nanjak. Pasti laju kendaraan berat, atau malah tidak bisa naik, dan mati. Demikian pula, kejadiannya, bila ada pada posisi 3 atawa 4, kemudian rem ke injak, dipastikan, mesti bakalan mati.
Eh, betul gak ? pernah mengalami serupa itu ?
Nah, lain cerita, kalau kita pasang gigi-kendaraan pada nomor kecil, misalnya gigi 1, baik di jalan macet, maupun nanjak, maka kita akan bisa berjalan lancar. Sedangkan, bila gigi tinggi, gas kecil, rasanya berat di mesin.
Istimewanya, kalau giginya empat, kemudian gasnya diinjak, maka laju kendaraan bisa melesat. byuuuuuuuuuur. kenceng banget.
Apa istimewanya dari kejadian itu ?
Inilah, maksudnya. Saat mengalami hal seperti itu, saya tersandarkan oleh kondisi diri dan dunia pendidikan. Mohon maaf, ini, hanya sebuah refleksi subjektif saja, renungan pribadi saja.
Saya merasakan, gear (gigi kendaraan) mirip dengan kecerdasan-potensial, sedangkan gas (injakan gas) adalah kecerdasan-emosional. Kecepatan atau kinerja kendaraan adalah kecerdasan faktual.
Dengan memahami hal serupa itu, kesimpulan yang bisa dirasakan, adalah kecerdasan faktual, membutuhkan kecerdasan-potensial dan kecerdasan emosional. Kecerdasan potensial tinggi (gigi 4), tetapi emosinya rendah (gas kecil), potensial akan mogok, andaikan maju pun lambat, dan bila dihadapkan pada sedikit tantangan, bisa mogok !
Sementara, kecerdasan-potensial yang rendah (gigi kecil), dengan injakan yang kuat (emosi yang kuat), hasilnya, kendaraan bisa melaju tinggi, dan menghadapi tanjakan.
Sukses...
eh, maaf, sama gak ya, pemahaman ini, dengan pembaca !
0 comments:
Posting Komentar