Jaga Kepercayaan, Menjaga Keberlanjutan

 "kita sudah berapa kali, ya, bersama dalam perjalanan ini?" ucap seorang pejabat dari sebuah instansi. Pertanyaan pembuka, yang disampaikan hari itu, kepada seorang tour guide.

Mendengar pertanyaan itu, sang pemandu wisata menjawab pertanyaan dengan senyuman pembuka. Sebuah bahasa tubuh, yang menunjukkan rasa puas, bahagia, dan terbuka dalam menerima pertanyaan itu. "berapa  kali, ya.." tanyanya balik., "ga apa-apa yang inget jumlahnya, juga, yang penting kita puas, dan bisa bertemu lagi.." ungkapnya, yang kemudian disusuli dengan gelak tawa dari banyak orang.

Saya sendiri, tidak mengerti, ke mana arah tertawanya, teman-teman yang ada saat itu. Karena kelihatannya, dari sejumlah laki dan perempuan yang ada dalam kendaraan itu, mereka tertawa bahagia, dengan orientasi persepsinya yang berbeda-beda.

Saya tidak termasuk orang yang sedang terlibat dalam pembicaraan itu. Hanya penyimak, terhadap dialog atau obrolan mereka. Namun, sejumlah materi yang diobrolkannya, tersimak dengan jelas, yang menjadi obrolan saat itu.

Satu diantara sekian obrolan panjang itu, ada yang mengarah pada sebuah komitmen moral, yang menjadikan mereka masih tetap menjalin bisnis selama ini. Si konsumen, merasa puas dengan layanan dari pihak penjual jasa, dan si penjual jasa mendapatkan respon positif dari konsumen, sehingga masih tetap terjaga jalinan usaha yang dijalaninya saat ini.

Kondisi yang serupa itulah, yang menurut hemat kita, menjadi salah satu kunci soal dalam menjawab masalah kita, mengenai "apa yang menyebabkan usaha kita, bisa bertahan dan atau gugur di tengah jalan". Soal ini, bisa terungkap dan terjawab dengan baik, dengan pentingnya menjaga kepercayaan, baik itu kepercayaan lembaha atau perusahaan kepada kita sebagai pegawainya, dan juga kepercayaan konsumen kepada kita sebagai pemberi jasa layanan publik, atau jasa layanan wisata.